Oleh: Dr. H. M Hidayat Nur Wahid MA., Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI)
Hanya dengan alasan hak asasi manusia, Kedutaan Besar Inggris di Jakarta mengibarkan lambang Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT). Mereka tidak mempertimbangkan aspek lokalitas HAM yang diterima secara konstisusi dan berlaku di Indonesia, yaitu, mementingkan aspek hukum, sosial budaya dan agama yang ada di Indonesia.
Tindakan tersebut patut dikecam. Meski dilakukan di wilayah Kedubes, mestinya mereka menghormati norma diplomatik untuk menjaga hubungan baik dengan Indonesia. Tidak melakukan tindakan provokatif yang bisa memantik masalah. Karena tindakan yang tidak mengindahkan aspek lokalitas HAM, itu bisa disebut sebagai imperialisme hak asasi manusia (human rights imperialism) dalam bentuk pengibaran bendera LGBT. Bahkan, keterangan resmi Kedubes Inggris yang dipublikasikan justru bisa dinilai sebagai jenis imperialisme HAM dengan memaksakan paham HAM asing yang dianutnya, dan mengabaikan aspek lokalitas HAM yang dianut di Indonesia yang secara prinsip tidak sama dengan pandangan Kedubes Inggris itu.
Mempropagandakan dengan ‘memaksakan’ dukungan terhadap LGBT di Indonesia, melalui pengibaran bendera LGBT itu menimbulkan keresahan, polemik dan penolakan dari masyarakat luas. Perlu diingat, Indonesia adalah Negara berdaulat, dasar dan ideologi negara Pancasila dan UUD-nya menegaskan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Sementara Parlemen dan Pemerintahnya sedang memproses RUU KUHP. Antara lain berisi tentang pemidanaan soal LGBT. Selain itu, masyarakatnya terkenal relijius dengan merujuk kepada sila 1 dari Pancasila serta pasal 29 ayat 1 UUDNRI 1945.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Semua itu terbukti dengan penolakan-penolakan dan kritik terbuka dari banyak Warga maupun Ormas-Ormas Islam. Seperti, MUI, Muhammadiyah, NU Jawa Timur, Akademisi, juga beberapa fraksi di DPR RI seperti FPKS dan FPPP. Bahkan, Komisi I DPR RI mengkritik dan menyebut Dubes Inggris tidak menghormati etika berdiplomasi dan norma hukum yang diakui di Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri juga mengkritik dengan menyatakan bahwa Kedubes Inggris tidak sensitif dan menimbulkan kegaduhan serta polemik. Maka sangat wajar bila Kemenlu memanggil Dubes Inggris, untuk sampaikan nota keberatan, dan tuntutan permintaan maaf agar tak diulangi pada waktu berikutnya.
Saya mengingatkan satu peristiwa yang terjadi jauh sebelum pengibaran bendera LGBT di kedubesnya di wilayah hukum Indonesia, yaitu adanya argumen pemerintah Inggris di Pengadilan HAM Eropa dalam Kasus Al Skeini vs Inggris, beberapa tahun lalu. Ketika itu, sikap Inggris tidak mengambil langkah serius menindak pasukannya yang membunuhi warga sipil di Irak. Saat kasusnya dibawa ke pengadilan HAM Eropa, Inggris menolak konvensi HAM Eropa digunakan dalam kasus tersebut, dengan dalih peristiwa itu terjadi di luar wilayah Eropa, yakni di Irak. Inggris berkilah apabila tetap dipaksakan untuk diterapkan maka akan menimbulkan imperialisme HAM.
Padahal larangan untuk tidak membunuh warga sipil secara semena-mena merupakan HAM yang bersifat universial yang disepakati seluruh negara di dunia. Dan dalam kasus, itu Inggris justru menolak dikenakan sanksi hukum dikaitkan dengan HAM Eropa dengan dalih imperialisme HAM. Sedangkan, dalam hal yang berkaitan dengan pengibaran bendera LGBT di kedubesnya di Indonesia, justru pihak Kedubes Inggris mengabaikan faktor lokalitas HAM, tidak seperti saat membela diri dalam kasus Al Skeini. Padahal LGBT bukan hanya ditolak di Indonesia, banyak negara juga sudah tegas menolak LGBT.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Kedubes Inggris dalam siaran persnya memang mengakui ingin memahami konteks HAM lokal. Tetapi tindakannya mengibarkan bendera LGBT sekalipun hanya sehari, dengan penjelasan resmi tertulis dan terpublikasi seperti itu, justru menunjukan bahwa Kedubes Inggris tidak mempertimbangkan dan tidak menghormati aspek HAM lokal yang dianut Indonesia. Karena di Indonesia, HAM sesuai konstitusi, bukanlah hal liberal yang bebas nilai. Tetapi dilaksanakan dengan dibatasi oleh UU, faktor keamanan, ketertiban umum serta nilai-nilai budaya dan agama, untuk menghormati HAM orang/pihak lain juga. Itu semua diatur dengan jelas dalam Pasal 28J ayat (2) UUD NRI 1945.
Saya juga mempertanyakan sikap Kedubes Inggris yang mengibarkan bendera komunitas LGBT padahal itu bukan bendera negara. Kalau bendera komunitas seperti LGBT yang bermasalah bisa ditolerir, apakah Inggris yang pernah menerima tokoh Organisasi Papua Merdeka (OPM) nantinya juga akan dibiarkan mengibarkan bendera OPM dengan dalih HAM, sebagaimana mereka kibarkan bendera LGBT itu?
Maka wajar bila banyak pihak yang mengkritik dan mengkoreksi laku provokatif, tidak menghormati norma diplomatik, dan tidak bersahabat dari kedubes Inggris itu.
Inilah pentingnya agar Dubes Inggris bersikap bijak dan tidak gegabah. Karena juga tidak semua komunitas masyarakat di Inggris menyetujui LGBT. Bahkan, pengadilan HAM Eropa sendiri memberikan margin of appreciation (diskresi) kepada masing-masing negara Eropa bagi yang tetap tidak mengakui pernikahan sesama jenis yang biasa dilakukan kelompok LGBT. Jadi, jangan impor persoalan LGBT yang kontroversial di sana ke Indonesia yang mempunyai ketentuan soal HAM yang tak sama dengan yang diberlakukan di Inggris.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Sangat penting agar Dubes Inggris dan Dubes negara-negara asing lainnya menjaga hubungan diplomatik yang baik dengan Indonesia. Antara lain dengan menghormati kekhasan Indonesia, termasuk soal HAM, dengan tidak mengintervensi apalagi yang mengakibatkan terjadinya provokasi seperti dengan pengibaran bendera LGBT yang ditolak secara meluas karena dinilai tidak menghormati norma diplomatik serta tidak sesuai dengan HAM yang diakui oleh konstitusi di Indonesia.
Kedubes Inggris mestinya menjaga dan meningkatkan harmoni hubungan yang baik dengan Indonesia, bukan malah melakukan hal yang sebaliknya.(AK/R1/P2)
Dr. H. M Hidayat Nur Wahid MA. (HNW) juga Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan anggota Komisi VIII DPR, membidangi Agama dan Sosial.
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat