Jakarta, 11 Jumadil Awwal 1438/ 9 Februari 2017 (MINA) – Ditetapkannya Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur Dwi Widodo sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus suap pengurusan paspor dan berulangnya kecelakaan kapal yang mengangkut BMI merupakan tanda bahaya yang mengancam keselamatan buruh migran di Malaysia.
Pernyataan itu disampaikan Migrant Care, Kamis (9/2), dalam merespons perkembangan terbaru dan penyiksaan yang dialami Suyantik, warga Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) di Malaysia.
“Berulangnya kecelakaan kapal yang mengangkut BMI yang melintas di perairan perbatasan Indonesia-Malaysia serta masih terus terjadi kasus kekerasan yang dialami oleh PRT migran Indonesia merupakan ancaman serius bagi keselamatan buruh migran dan PRT migran Indonesia di Malaysia,” ujar Migrant Care.
Baca Juga: AWG Gelar Webinar Menulis tentang Baitul Maqdis
Migrant Care mengatakan pengungkapan skandal suap itu membuktikan selama ini buruh migran Indonesia di Malaysia tidak hanya menjadi sapi perah majikan dan perusahaan yang mempekerjakan, tetapi juga menjadi sumber keuntungan tidak sah para pejabat publik yang seharusnya melindungi mereka.
“Citizen Services atau pelayanan warga negara yang selama ini dicitrakan di KBRI Kuala Lumpur sebagai pelayanan prima bagi buruh migran faktanya hanya merupakan isapan jempol semata,” kata Migrant Care seperti dalam rilis yang diterima MINA.
Praktik suap itu juga membuat para buruh migran Indonesia enggan mengurus dokumen paspor. Hal ini pula yang menyebabkan mereka harus memilih jalur pintas menumpang kapal-kapal tak layak yang menyeberangi perbatasan Indonesia-Malaysia untuk menghindari pemeriksaan.
Pilihan penuh resiko itu berakibat fatal dengan kecelakaan yang berulang kali terjadi, baik di Selat Malaka maupun di perairan Sabah, Malaysia Timur.
Baca Juga: 30 WNI dari Suriah Kembali Dievakuasi ke Indonesia
Disisi yang lain, kata Migrant Care, fungsi-fungsi perlindungan dan monitoring kondisi warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di Malaysia menjadi terabaikan ketika para diplomat lebih bersemangat terlibat dalam bisnis pengurusan dokumen WNI yang mendatangkan keuntungan.
Dari hasil monitoring yang dilakukan Migrant Care, terjadi kemerosotan kualitas pelayanan dokumen pengurusan paspor dari tiga hari menjadi 12 hari meskipun mereka sudah membayar biaya yang lebih besar.
“Kemerosotan pelayanan ini yang mengakibatkan buruh migran terpaksa harus tidur di trotoar KBRI Kuala Lumpur untuk mendapatkan nomor antrean yang dalam sehari sekitar 1.000 orang yang mengurus,” kata Migrant Care.
“Selain kurun waktu yang makin lama proses pengurusan paspor, buruh migran juga harus datang tiga kali untuk perpanjangan dokumen tersebut, sehingga terpaksa meninggalkan kerja dan mengahabiskan uang,” tambahnya.
Baca Juga: Banjir di Makasar Rendam Rumah Dinas Gubernur dan Kapolda
Kekerasan juga masih menjadi persoalan yang dialami oleh PRT migran Indonesia di Malaysia. Kasus kekerasan yang dialami oleh Suyantik yang dianiaya majikannya memperlihatkan bahwa belum ada perubahan yang signifikan atas nasib PRT migran Indonesia.
Atas situasi tersebut, Migrant Care menyatakan kondisi BMI di Malaysia berada dalam kondisi bahaya. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah Indonesia dan Malaysia harus segera mengambil langkah-langkah segera.
“Pertama, mengungkap tuntas kasus suap pengurusan dokumen paspor yang melibatkan pejabat publik Indonesia dan Malaysia serta korporasi Indonesia dan Malaysia sehingga pengusutan tidak hanya berhenti pada Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur,” kata Migrant Care.
“Termasuk dalam hal ini IMAN Resources SDN BHD yang monopoli dalam memberikan layanan perpanjangan permit dan pemulangan buruh migran tidak berdokumen dengan biaya yang sangat mahal dan tanpa adanya jaminan kepastian hukum.”
Baca Juga: Angkatan Kedua, Sebanyak 30 WNI dari Suriah Kembali ke Tanah Air
Kedua, menuntaskan akar masalah penyebab berulangkalinya terjadi kecelakaan kapal penumpang di perbatasan Indonesia-Malaysia yang mengakibatkan puluhan buruh migran Indonesia menjadi korban dan mati sia-sia.
Ketiga, mengevaluasi implementasi MoU Indonesia dan Malaysia tentang perlindungan PRT migran yang selama ini hanya menjadi macan kertas tanpa adanya kepatuhan kedua negara dengan terus berulangnya praktik kekerasan terhadap PRT Migran Indonesia di Malaysia.
“Keempat, mendesak pemerintah Indonesia (eksekutif dan legislatif) untuk segera menuntaskan revisi UU Nomor 39/2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI yang berbasis pada UU No 6/2012 tentang ratifikasi konvensi buruh migran,” ujar Migrant Care. (R11/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Antisipasi Macet saat Nataru, Truk Barang akan Dibatasi Mulai 21 Desember