MULLAH AKHTAR MANSOOR, PEMIMPIN TALIBAN YANG MEMILIH KEMBALI BERJIHAD

Mullah Akhtar Mansoor bergabung dengan Taliban pada Juni 1995, satu tahun setelah didirikan. (Foto: Reuters)
Mullah Akhtar Mansoor bergabung dengan Taliban pada Juni 1995, satu tahun setelah didirikan. (Foto: Reuters)

Oleh: Shereena Qaza, wartawan dan penulis di Al Jazeera

Seperti halnya dengan pendahulunya Mullah Mohamed Omar, sedikit yang diketahui tentang pemimpin baru Taliban, Mullah Akhtar Mansoor. Mereka yang telah bertemu menggambarkan sosoknya sebagai seorang yang bersuara lembut dan penyendiri.

Mullah Mansoor telah menjadi bagian dari kepemimpinan inti Taliban sejak awal ketika kelompok itu terbentuk di bawah asuhan Mullah Omar.

Pengangkatan Mansoor telah memicu banyak spekulasi tentang masa depan Taliban dan itu akan berdampak  pada pembicaraan damai di masa yang akan datang.

Pembicaraan damai antara Taliban dan pemerintah Afghanistan untuk kedua kalinya terpaksa ditunda dan sudah tersiar tentang adanya perbedaan pendapat dalam tubuh Taliban itu sendiri.

Mullah Mansoor lahir di sebuah desa kecil bernama Kariz di distrik Maiwand, Kandahar, sekitar tahun 1965 dan berasal dari suku Ishaqzai di Afghanistan.

Dia belajar di sebuah madrasah di sebuah desa bernama Jalozai, di distrik Nowshera, provinsi Khyber Pakhtunkhwa-Pakistan.

Mullah Mansoor pernah berperang melawan pasukan Uni Soviet di Afghanistan untuk waktu singkat dan merupakan bagian dari Harakat-i-Inqilab-i-Islami, mantan kelompok paramiliter yang dibentuk oleh Maulana Mohammad Nabi Mohammadi untuk melawan pasukan Soviet.

Mullah Mansoor bergabung dengan Taliban pada Juni 1995, satu tahun setelah didirikan. Dia melanjutkan untuk memegang posisi penting dalam kelompok.

Mullah Omar membentuk Taliban pada 1994, lalu pada bulan Juni 1995, Mullah Mansoor bergabung dengannya, dan segera mendapat posisi penting dalam kelompok.

Dia pertama kali diberi pos keamanan yang bertanggungjawab atas bandara Kandahar.

Dia bertanggung jawab atas pelayanan penerbangan sipil ketika Taliban berkuasa pada periode 1996-2001.

Posisinya naik setelah Mullah Akhtar Osmani, pemimpin militer senior Taliban dan rekan dekat Mullah Omar, dibunuh oleh pasukan koalisi pada 2006 dan Mullah Dadullah Akhund, komandan tertinggi militer Taliban, tewas pada 2007 oleh Pasukan khusus Inggris.

Baca Juga:  Bintang Real Madrid, Arda Guler Pesepakbola Muslim Asal Turki

Antara 2007 dan 2010 Mullah Mansoor juga mampu meningkatkan posisinya ketika Mullah Abdul Ghani Baradar, wakil Mullah Omar, dan Mullah Obaidullah Akhund, Menteri Pertahanan pemerintah Taliban, ditangkap oleh agen intelijen Pakistan (ISI).

Thomas Ruttig, wakil direktur dan analis senior dari Afghanistan Analis Network (ANN), pernah melakukan pertemuan singkat dengan Mullah Omar (2000) dan Mullah Mansoor (2001).

Dia mengatakan kepada Al Jazeera, Mullah Mansoor secara resmi orang  nomor dua dan pendamping yang sangat dekat dengan Mullah Omar.

“Dalam salah satu pertemuan resmi saya dengan Mullah Mansoor pada 2001, saya pikir bahwa ia tampak menjadi orang yang percaya diri dan terbuka untuk diskusi,” kata Ruttig.

Demikian juga Sami Yousafzai, seorang wartawan Afghanistan yang bertemu dengan Mullah Akhtar Mansoor beberapa kali, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa “ia menjaga dirinya sendiri dan tidak banyak bicara”.

“Mullah Mansoor orang yang cerdas dan tenang ketika saya bertemu dia kembali pada hari-harinya di Pakistan,” kata Yousafzai. “Dia sering mengunjungi toko-toko buku Islam ayahku di kamp pengungsi Jalozai Afghanistan.”

Akhir bulan lalu, intelijen Afghanistan mengumumkan bahwa Mullah Omar telah meninggal dua tahun lalu. Hanya ada sedikit informasi yang diketahui tentang keadaan seputar kematiannya.

Beberapa jam sejak pengumumannya, Taliban dilaporkan mengadakan pertemuan dan terpilihlah Mullah Mansoor sebagai pemimpin baru mereka. Tapi pengangkatan pemimpin puncak itu tampaknya diwarnai celah perpecahan.

Salah satu pemimpin senior dari Dewan Tertinggi Taliban mengatakan kepada Al Jazeera, mereka tidak bermusyawarah dalam penunjukan Mansoor.

Pemimpin lainnya berbicara dengan syarat anonim (identitas dirahasiakan), beberapa anggota Taliban menduga bahwa Mullah Omar telah dibunuh.

“Ada banyak tuduhan (yang ditujukan pada) Mullah Mansoor dari beberapa anggota kelompok Taliban. Mullah Yaqoub, anak Mullah Omar, itu calon pemimpin berikutnya. Itu tidak terjadi, sehingga (Mullah Mansoor) dituduh berbagai hal, seperti pembunuhan Mullah Omar,” kata salah satu sumber.

Baca Juga:  Bintang Real Madrid, Arda Guler Pesepakbola Muslim Asal Turki

“Adalah fakta bahwa ia tahu tentang kematian Mullah Omar dan tidak membiarkan ada yang tahu tentang hal itu. Dia tidak dipercaya oleh sebagian besar anggota Taliban.”

Tapi Mullah Abdul Qayyum Zakir, anggota Dewan Pimpinan Emirat Islam Afghanistan, merilis sebuah pernyataan pekan lalu, menyangkal klaim adanya perbedaan pendapat dan konflik atas keputusan pemilihan Mullah Mansoor.

Rahimullah Yusufzai, seorang jurnalis Pakistan yang dikenal karena telah mewawancarai Osama Bin Laden, mengatakan, Mullah Mansoor bisa mengelola kelompok secara independen setelah kematian Mullah Omar, dia bisa membuktikan menjadi pemimpin yang kuat.

“Dia (Mansoor) telah berhasil menjalankan kelompok selama tiga tahun tanpa Mullah Omar. Alasannya terus merahasiakan kematian Mullah Omar adalah untuk menghindari perselisihan dan perpecahan. Ini yang terjadi setelah kematian Mullah Omar. Ada banyak kesalahpahaman dan perbedaan pendapat di antara mereka sekarang,” kata Yusufzai.

Mullah Mansoor dianggap sebagai pendukung kuat dari pembicaraan damai, tapi pernyataannya dalam pesan audio yang pertama dirilis pada Jumat (31/7) justeru bertentangan dari dugaan itu.

Dia bersumpah untuk melawan sampai hukum Islam diterapkan di Afghanistan dan juga mendesak sahabatnya di jajaran Taliban untuk tetap bersatu dan tidak berkonsentrasi pada pembicaraan damai.

“Kita tidak harus berkonsentrasi pada pembicaraan damai atau apapun yang berhubungan dengan itu. Kita harus fokus pada pelaksanaan sistem Islam,” katanya.

Ruttig mengatakan, pesan audio Mullah Mansoor ini tampak diarahkan untuk memenangkan mereka “yang skeptis tentang negosiasi, tetapi ia juga tidak ingin menjatuhkan gagasan pembicaraan damai sama sekali”.

Tapi Michael O’Hanlon, rekan senior Ruttig di lembaga cendekiawan Brookings Institution di Washington, yang mengkhususkan diri mempelajari kebijakan militer AS, menyebut pesan Mullah Mansoor sulit untuk dipahami.

“Saya belum pernah melihat secara pokok optimisme tentang pembicaraan damai di masa lalu. Perbedaan terlalu mendasar dan Taliban masih berpikir kemungkinan bisa menang secara militer,” kata Michael O’Hanlon kepada Al Jazeera.

“Saya meragukan kematian Omar akan melemahkan gerakan (Taliban), berharap saya salah,” katanya.

Baca Juga:  Bintang Real Madrid, Arda Guler Pesepakbola Muslim Asal Turki

Bagi sebagian besar komandan Taliban, Mullah Omar masih pemimpin dengan standar tertinggi. Mereka yakin bahwa Mullah Mansoor tidak akan hidup sampai seperti pendahulunya.

“Mullah Omar tidak ada bandingannya. Kita hanya bisa berharap bahwa Mullah Mansoor mencapai standar itu,” kata Mullah Abdul Salam, seorang komandan Taliban Afghanistan (37 tahun) dari provinsi Helmand, Afghanistan.

“Namun, tidak ada yang dapat menghancurkan kita dengan perbedaan-perbedaan ini. Saya mengikutinya (Mansoor) sebagai pemimpin kami karena orang tua kami memilihnya.”

Dengan penunjukan Sirajuddin Haqqani sebagai salah satu wakilnya, Mullah Mansur telah berhasil memenangkan dukungan dari Jalaluddin Haqqani, pemimpin jaringan Haqqani.

Jaringan Haqanni dianggap salah satu kelompok anti-pemerintah yang paling kuat di Afghanistan yang telah digambarkan sebagai kelompok “teroris” oleh AS.

“Kami yakin bahwa pemimpin baru Mullah Akhtar Mohammad Mansur ditunjuk dengan legitimasi yang lengkap dan setelah berkonsultasi, karena ia adalah penerus yang paling cocok dari Yang Mulia akhir Mullah Mohammad Umar Mujahid (semoga jiwanya beristirahat dalam damai),” kata Haqqani dalam pesan yang dirilis dalam beberapa bahasa, termasuk bahasa Inggris di situs kelompok.

“Kami sepenuhnya merekomendasikan kepada semua jajaran senior dan junior dalam Imarah Islam untuk membaiat dia dan sepenuhnya mematuhinya,” himbau Haqqani.

Sementara itu, dalam beberapa bulan terakhir muncul laporan tentang pejuang di Afghanistan timur yang bersumpah setia kepada Islamic State (ISIS/Daesh).

ISIS mengatakan pada Januari, mereka telah meluas ke Afghanistan dan negara-negara tetangganya, di tengah munculnya laporan kelompok yang memberontak dari Taliban Afghanistan berjanji setia kepada ISIS pada 2014.

Namun, menurut Inayatullah Kakar, seorang pengamat Afghanistan, pengikut Mullah Omar tidak akan bergabung dengan ISIS karena perbedaan ideologi dan budaya yang signifikan antara kedua gerakan.

“Ada simpatisan ISIS di Taliban Afghanistan, namun jumlah tersebut ternyata sangat sedikit. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang pernah dianiaya sebelumnya. Setelah pengangkatan pemimpin baru, kita tidak bisa mengatakan jika jumlahnya akan meningkat, tapi kita semua tahu bahwa Taliban Afghanistan berjuang untuk mempertahankan kesatuan,” kata Kakar.

Namun persengketaan dalam tubuh Taliban belum berakhir.

“Sengketa ini belum berakhir. Perpecahan masih mungkin meningkat,” kata Ruttig. (T/P001/P2)

Sumber: Al Jazeera

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Ismet Rauf

Comments: 0