Musim Liburan di Turki

Azwir Nazar bersama istri dan putrinya di depan Masjid Aya Sophia Turki.(Foto: Istimewa)

Oleh: Azwir Nazar; Traveler, Peminat Ziarah

Alhamdulillah, tahun ini saya dapat menikmati liburan musim panas di . Seorang kolega sekaligus senior memfasilitasi keberangkatan kami mengelilingi beberapa kota di negeri Ustmani. Bang Rizal, kolega saya itu juga sekalian mengunjungi kedua anaknya yang sedang menempuh pendidikan di Kota Bursa. Tahun lalu Abdul dan Ihsan saya hantar untuk memperdalam bahasa Turki di Uludag University.

Saat ini banyak kuliah ke Turki dengan justru melalui jalur mandiri. Selain biaya pendidikan tak mahal, magnet Turki juga sangat luar biasa.

Saat saya kuliah di Turki, sejak akhir 2013 hingga 2019 nyaris liburan musim panas saya habiskan di tanah air. Maklum summer break waktunya tak tanggung tanggung, tiga bulan! Kata seorang teman, biaya yang kita habiskan selama tiga bulan itu bila dihitung sama dengan tiket ‘pulang kampung’ alias mudik di tanah air.

Lagipula, musim panas dalam beberapa tahun terakhir di Eropa bertepatan dengan bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Jadi berlebaran di kampung selalu menjadi pilihan utama. Sekaligus dapat bersilaturahmi dengan sanak keluarga dan kerabat.

Tak sedikit pula di antara para penuntut ilmu di Turki atau luar negeri memilih mengunjungi negara atau kota lain saat liburan musim panas tiba. Sama seperti di Indonesia, beberapa kampus juga membuka semester pendek.

Liburan tahun ini terasa sangat spesial. Karena baru pertama sekali melakukan perjalanan jauh bersama istri dan putri kami, Beyza Nur Maryam.

Dari Banda Aceh, kami berangkat Rabu, 13 Juli 2022 pada siang hari, dan malamnya langsung melanjutkan penerbangan via Turkish Airlines ke İstanbul. Tak kurang 15 jam perjalanan udara hingga sampai ke negeri dua benua.

Tahun lalu saya juga mengunjungi Turki, tetapi situasi jauh berbeda. Pertama, masih dalam situasi pandemi COVID-19 dan sesampai di Jakarta harus melakukan karantina. Di tempat umum semua orang wajib memakai masker dan menjaga protokol kesehatan. Meski di Turki tak seketat Indonesia, namun orang orang terlihat sangat was was dan banyak destinasi wisata ditutup.

Keadaan sekarang sangat kontras. Liburan ke Turki nampaknya menjadi destinasi utama para pelancong terutama dari tanah air. Penerbangan dari Jakarta ke İstanbul selalu penuh. Walau tiket terbilang mahal, tapi antusiasme wisatawan sangat tinggi.

Keadaan masyarakat berangsur mulai pulih 100 persen. Mereka dapat melakukan aktivitas secara bebas tanpa adanya pembatasan dan protokol kesehatan.

Rasanya dua tahun masyarakat dunia seperti hidup dalam ‘penjara’. Tahun ini masa bebas telah hadir. Bebas berpergian dan menghirup udara lepas.

Makanya terus menjadi destinasi favorit bagi wisatawan dari mancanegara. Baik sebelum pandemi maupun sekarang.

Bayangkan, kami saja yang menginap hanya 300 meter dari Masjid Aya Sophia, sampai dua hari belum dapat masuk ke dalam. Dari jam 08.00 pagi berbagai rombongan tour sudah antri untuk dapat melihat langsung bekas gereja dan meseum era Konstantinopel itu.

Tak ketinggalan, warga Turki sendiri yang datang dari berbagai kota ke Istanbul untuk berziarah dan berlibur.

Kami sampai berdesak-desakan cukup parah dalam kapal ferry saat menyeberang dari Uskudar bagian Asia ke Eminonu (Eropa) di Selat Boshporus. Para mancing mania juga tak kalah ramai dari pejalan kaki menyusuri kedai kedai cay dan baklava.

Begitupun di Kota Bursa, semangat warga untuk keluar ramah sudah melalui ramai kembali. Di taman taman kota, bazar, pasar tradisional dan maqam para Sultan terlihat sangat padat. Baik di area Ulu Cami, Yesil Cami, Usman Gazi dan lain lain. Di sore hari misalnya, kawasan Tophane, diserbu muda mudi untuk minum teh dan mengabadikan kota Bursa dari lereng gunung Uludag.

Cuaca yang panas tak menyulutkan semangat para anak sekolah untuk berkunjung ke museum, pustaka, dan tempat bersejarah. Liburan tahun ini seperti petanda bahwa keadaan dunia sudah mulai membaik.

Meski demikian, dampak Corona Virus sangat dirasakan warga. Turki sendiri mengalami inflasi cukup parah. Mata uang TL jatuh hingga menjadi 800-san per 1 Rupiah. Padahal saat pertama saya ke Turki tahun 2013 lalu TL masih 6000 per 1 Rupiah.

Jumlah pengungsi Suriah dan kawasan yang dilanda perang terus bertambah sangat signifikan di Turki. Sebagian besar mereka mulai membuka bisnis dan bekerja. Sayangnya di tengah situasi pemulihan pasca pandemi juga timbul kecemburuan sosial antar warga Turki dan para pengungsi.

Berbagai kemudahan yang diperoleh oleh pengungsi Suriah, dianggap oleh sebagian warga Turki justru tak adil di tengah terpuruknya ekonomi Turki dan dunia.

Plus sebagian prilaku oknum pengungsi dan warga asing telah membangun sentimen negatif terhadap pendatang di Turki. Turki benar benar berada dalam ujian kemanusiaan dan kejatuhan ekonomi pasca pandemi dan berbagai peristiwa penting yang terjadi dalam satu dekade terakhir.

Namun demikian, liburan di Turki selalu menyenangkan dan menghadirkan sejuta rasa. Insya Allah senantiasa aman dan sangat cocok bagi siapa saja. Selamat berlibur!

(AK/R1/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.