Banyaknya jumlah umat Islam tidak serta merta menjadikan kejayaan umat ini bisa diraih dengan mudah. Bahkan Rasulullah Shallallahu A’laihi Wa Sallam mengingatkan 14 abad yang lalu bahwa umat Islam nanti akan banyak, tapi bagaikan buih di lautan.
Untuk membahas masalah ini, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA) Biro Aceh, Nurhabibi, berhasil mewawancarai Tengku H. Faisal Ali, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh.
Berikut petikan wawancaranya :
MINA : Menurut Tengku bagaimana kondisi kaum Muslimin saat ini?
Tengku H. Faisal Ali : Jika berbicara Kuantitas Kaum Muslimin khususnya di Indonesia memang menjadi nomor satu di dunia. Namun secara kualitas umat Islam saat ini bagaikan buih di lautan, persis seperti apa yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Banyak secara kuantitas tapi masih rendah kualitasnya.
MINA : Bisa dijelaskan secara rinci mengenai kualitas itu tadi?
Tengku H. Faisal Ali : Pertama, dari sisi Aqidah, Aqidah kaum Muslimin saat ini secara umum telah mengalami kemerosotan. Kaum Muslimin kebanyakan menerima Islam karena faktor keturunan, karena nenek moyangnya Islam. Namun kekuatan Aqidah di dalam dirinya sangat-sangat lemah dan tidak mengakar kuat sehingga ketika ada sedikit goncangan atau pengaruh dari luar, maka dirinya akan mudah pindah agama.
Kedua, dari sisi moral atau akhlak. Kaum Muslimin juga mengalami degradasi moral. Sehingga yang seharusnya menjadi uswah malah mudah terpengaruh budaya asing, konflik terjadi di mana-mana dalam tubuh kaum Muslimin, minum khamr, pergaulan bebas dan lain sebagainya.
Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (2): Urgensi Rencana Strategis Bebaskan Baitul Maqdis
Ketiga, dari sisi pendidikan atau ilmu agama pun sama, juga mengalami kemorosotan, kaum Muslimin kebanyakan walaupun telah lama Islam terpatri dalam dirinya namun ilmu agamanya masih nol, macam sama seperti mualaf yang baru memeluk Islam. Sehingga tidak tahu tata cara shalat yang benar, cara beribadah yang benar.
Inilah PR kita bersama untuk menemukan solusi, bagaimana kita bisa benahi masalah ini semua.
Selain itu, dalam tubuh umat Islam saat ini juga masih sulit kita temukan sosok pemimpin yang bisa dijadikan uswah (teladan). Kita rindu sosok pemimpin Islam yang bisa dijadikan uswah. Yang kita lihat pemimpin saat ini, mulai dari level gubernur, bupati, walikota, masih sangat sedikit yang amanah, yang jujur.
MINA : Dari pernyataan Tengku tentang kondisi Kaum Muslimin saat ini yang sangat merosot dalam segala bidang, apakah ini tidak disadari oleh kebanyakan Kaum Muslimin?
Baca Juga: Fenomana Gelombang Panas, Ini Pendapat Aktivis Lingkungan Dr. Sharifah Mazlina
Tengku H. Faisal Ali : Kaum Muslimin tidak banyak yang sadar dan tidak banyak yang mau menyadarkan umat. Kita lebih banyak disibukkan oleh urusan keduniawian, lebih banyak konflik dengan sesama kita. Sehingga tidak sadar jika non muslim akan melebarkan pengaruhnya terhadap kaum Muslimin.
Sebagai contoh di perbatasan Aceh-Sumatera Utara, tepatnya di Aceh Singkil. Ada aktivitas pemurtadan umat di sana. Bahkan ada satu kecamatan yang penduduknya 70% non-Muslim. Mengapa ini bisa terjadi? Karena peringatan dini dalam tubuh umat Islam itu tidak ada. Ghirah Islamnya (semangat juang),serta da’i yang mau terjun ke daerah rawan semacam ini sangat sedikit.
Ini sebenarnya bisa kita benahi, dengan cara kita bisa membuat banyak pesantren di sana. Sehingga da’i-da’inya kita kembangkan saja dari penduduk lokal perbatasan. Ini yang saya lakukan saat ini, dengan cara membina santri-santri lokal yang berasal dari perbatasan.
Harapannya, setelah selesai belajar, mereka kembali ke daerah asal mereka untuk menjadi benteng kita dalam merespon pengaruh dari luar yang menggerogoti aqidah umat Islam.
MINA : Sangat banyak persoalan internal kita yang perlu dibenahi. Belum lagi persoalan konflik berkepanjangan di tengah-tengah kaum Muslimin, baik itu yang datangnya dari luar maupun internal kita. Dari internal kita telah Tengku kemukakan tadi, banyak aspek yang perlu kita benahi sehingga jika tidak, akan memudahkan faktor eksternal menggerogoti kaum Muslimin. Berkenaan dengan hal ini bagaimana pandangan Tengku dengan kondisi Islam di Timur Tengah khususnya di Baitul Maqdis sendiri?
Tengku H. Faisal Ali : Untuk Timur Tengah seharusnya para pemimpin di sana, cobalah instrospeksi diri mereka sendiri. Kiblat mereka itu sebenarnya ke mana? Untuk kepentingan Islam dan Kaum Muslimin atau bukan? Mereka memimpin apakah untuk kepentingan duniawi atau ukhrowi.
Nikmat yang Allah berikan itu untuk berjuang di jalan Allah atau bukan? Di samping itu, memang tampak tidak adanya persatuan dan kesatuan dalam tubuh kaum Muslimin.
Solusinya, kaum Muslimin itu harus bersatu, juga harus tahu siapa kawan siapa lawan. Jangan saudaranya yang Islam yang diperangi.
Baca Juga: HNW: Amanat Konstitusi! Indonesia Sejak Awal Menolak Kehadiran Penjajah Israel
Begitu pula ISIS, itu bukan dari Islam dan tidak mencerminkan Islam. Jika memang berasal dari Islam, mengapa saudaranya sendiri sesama Islam yang diperangi? Mengapa bukan Israel yang diperangi? Padahal mereka khan musuh kita yang nyata.
Kaum Muslimin tidak mau bersatu, padahal solusinya bersatu. Coba jika bersatu. Jumlah penduduk Yahudi Israel itu sendiri kan tidak banyak bila dibandingkan dengan kaum Muslimin. Namun karena umat Islam tidak mau bersatu, mudah bagi Yahudi untuk menghancurkan kita.
MINA : Konsep persatuan dan kesatuan yang seperti apa yang Tengku maksudkan?
Tengku H. Faisal Ali : Jelas, konsep persatuan yang telah Allah tetapkan dan Rasul-Nya contohkan, persatuan yang rahmatan lil ‘alamin bukan konsep persatuan yang berasal dari barat, tapi dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Baca Juga: Basarnas: Gempa, Jangan Panik, Berikut Langkah Antisipasinya
Para pemimpin Islam di Timur Tengah hendaknya menjalankan Islam secara kaffah, berlandaskan dan berasaskan Islam, berjuang di dalam koridor Islam dan bukan untuk kepentingan diri sendiri. Kita juga sudah ada OKI (Organisasi Kerjasama Islam).
Saya katakan sekali lagi bahwa Israel itu kecil, sangat kecil jika umat Islam mau bersatu, dan memang tidak ada lain solusinya selain bersatu. Ikuti konsep Rasul untuk bersatu.
MINA : Jadi bukan konsep persatuan yang berasal dari barat ?
Tengku H. Faisal Ali : Bukan, bukan yang berasal dari barat, tapi dari Islam. Saya sendiri juga amat menyayangkan ada beberapa profesor kita, cendekiawan kita yang sedikit-sedikit mengutip teori barat, pendapat orang Yunani, ahli dari barat. Memangnya dari Islam sendiri tidak adakah teori dan solusi kehidupan, sehingga harus mengambil dan berkiblat ke Barat. Islam itu lengkap, sempurna berbagai solusi telah ada pada Islam, jadi tidak perlu berkiblat ke barat.
Baca Juga: Basarnas Siapkan Sumber Daya yang Siap dan Sigap
MINA : Terakhir, Bagaimana pesan dan nasehat Tengku untuk Kaum Muslimin khususnya di Indonesia dan di dunia umumnya?
Tengku H. Faisal Ali : Wahai umat Islam bersatulah, bersatu sesuai konsep Islam. Setelah bersatu mari kita rawat, kita jaga, kita pagari persatuan kita agar tidak mudah dihancurkan oleh musuh Islam.
Persatuan inilah yang perlu kita rumuskan, mari kita duduk bersama untuk merumuskan persatuan dan kesatuan ini dalam konteks dan konsep syariat Islam.
Inilah yang akan memberikan gambaran keadaan kaum Muslimin ke depan. Jika kaum Muslimin tidak memperbaiki kualitasnya, aqidahnya, akhlaknya, pendidikannya, persatuan dan kesatuannya sesuai dengan syariat Allah, maka kemenangan dan kejayaan itu tidak muncul. (Hbb/K08/P4).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)