Mutu Pendidikan Tinggi di Indonesia Dinilai Masih Rendah

Jakarta, 24 Syawwal 1437/29 Juli 2016 (MINA) – tinggi di Indonesia masih menunjukkan mutu yang rendah, karena menurut laporan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (), peguruan tinggi yang terakreditasi A hanya 26 dari 4.300 Institut Pendidikan Tinggi yang terdaftar.

Hal itu disampaikan oleh Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti Intan Ahmad saat Coffe Morning membahas tentang Klinik Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) sebagai Sarana Meningkatkan Budaya Mutu di Gedung Kemenristekdikti, Pintu Satu Senayan, Jakarta, Jumat (29/7).

“Berdasarkan data dari Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi (BAN-PT), hingga akhir Juni 2016 kemarin, Program Studi (Prodi) yang terakreditasi A sebanyak 2.101 dan akreditasi B sebanyak 8.363. Sementara yang masih terakreditasi C sebanyak 7.830 dari 23.800 prodi,” kata Intan.

Menurut Intan, untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan strategi yang sistematis, terstruktur, dan efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berkelanjutan (Continuous Quality Improvement).

“Disparitas mutu di pendidikan tinggi ini kalau tidak diatasi akan menimbulkan dampak rendahnya kualitas lulusan, yang mengakibatkan tidak mampu bersaing di era global, tidak dapat mengisi lapangan kerja yang dibutuhkan untuk membangun negeri ini,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa mutu pendidikan tinggi harus terjamin untuk menghasilkan lulusan yang berdaya saing dan memenuhi kebutuhan lapangan kerja baik nasional maupun internasional.

“Sebetulnya upaya pejaminan mutu pendidikan tinggi telah dilakukan sejak terbitnya UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, kemudian diperkuat pula pada UU No. 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi serta dipertajam lagi dengan adanya peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 50 tahun 2014 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM-Dikti),” paparnya.

Inovasi Baru

Dalam mengupayakan kembali peningkatan mutu pendidikan yang telah berjalan itu, kata Intan, Kemenristekdikti menghadirkan program inovasi baru, yaitu Klinik SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal).

“Klinik SPMI ini merupakan layanan untuk masyarakat, khususnya entitas perguruan tinggi agar lebih memahami SPMI dan SPM-Dikti, serta lebih penting lagi adalah meningkatkan kesadaran untuk membangun budaya mutu,” ujarnya.

Intan melanjutkan bahwa melalui program inovasi baru SPMI ini, pihaknya menargetkan pendidikan tinggi unggulan mencapai 12.000 untuk 2016. Sementara untuk tahun lalu, kata Intan, targetnya 10.000 pendidikan tinggi unggulan, dan sudah terealisasi 9.000 lebih pendidikan tinggi yang mencapai predikat itu.

Selain Klinik SPMI, Kemenristekdikti juga memiliki beberapa program terobosan lainnya untuk memperkuat implementasi budaya mutu, seperti diseminasi SPMI, Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME), dan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD-Dikti).

Di akhir penyampaiannya, Intan berharap bahwa masyarakat dapat mendukung berbagai program pemerintah ini, sehingga kebermanfaatan program dapat segera dirasakan manfaatnya, yaitu implementasi budaya mutu untuk peningkatan kualitas pendidikan tinggi yang berkelanjutan.

“Program-program yang telah dicanangkan pemerintah tidak akan sukses tanpa adanya dukungan dari masyarakat. Untuk itu, kami berharap masyarakat turut menyukseskan program yang telah dikeluarkan agar nantinya masyarakat sendiri yang akan menilai dan merasakan manfaatnya,” pungkasnya. (L/P011/M09-P001)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.