Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

NAKBAH, TRAGEDI DIUSIRNYA BANGSA PALESTINA

Admin - Selasa, 20 Mei 2014 - 16:59 WIB

Selasa, 20 Mei 2014 - 16:59 WIB

2210 Views ㅤ

Menteri Kebudayaan PalestinaNakbah adalah peristiwa yang sangat menyakitkan rakyat Palestina, betapa tidak pada tahun 1948 saat peristiwa itu terjadi, 78 % tanah Palestina di rampas oleh Yahudi dan hanya tersisa 22 % untuk bangsa Arab Palestina. Kemudian terbagilah tanah Palestina yang tersisa tersebut menjadi 3 daerah, Jalur Gaza, Tepi Barat dan  Al Quds bagian timur.

Menurut Menteri Kebudayaan Palestina, Dr. Muhammad Ibrahim Madhoun, Nakbah adalah sebuah tragedi diusirnya warga Palestina dari tanah mereka pada tahun 1948 dan dijajah oleh zionis Israel yang datang dari berbagai belahan dunia khususnya dari eropa dengan dukungan langsung dan penuh dari pemerintah Inggris yang pada saat itu telah menajajah Palestina  untuk waktu yang cukup lama dan kemudian menyerahkannya ke tangan zionis Yahudi sebelum pasukan Inggris meninggalkan tanah Palestina.

Karena peristiwa Nakbah, 531 kota dirampas dan 780.000 warga Palestina atau lebih dari 50 %  dipaksa keluar oleh Yahudi dari Palestina. Dan seteleh peristiwa Nakbah masuklah 850.000 orang Yahudi dari berbagai penjuru dunia ke Palestina.

Dr. Muhammad Ibrahim Al Madhun, mendapatkan gelar doktoral di bidang menejmen di Universitas Bradford UK, sebelumnya ia berprofesi sebagai dosen di Islamic University of Gaza dan saat ini menjabat sebagai menteri olah raga dan pemuda serta kebudayaan Palestina. Lahir di kawasan pengungsian pantai Gaza setelah kakek moyangnya di usir dari kampung halaman mereka di Majdal, Palestina.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Berikut petikan wawancara ekslusif Mi’raj Islamic News Agency bersama Menteri Kebudayaan Palestina, Dr. Muhammad Ibrahim Madhoun di kantornya di Kota Gaza.

MINA : Bisa jelaskan apa yang  dimaksud dengan Nakbah?

Dr. Muhammad Ibrahim Madhoun : Nakbah adalah sebuah tragedi diusirnya warga Palestina dari tanah mereka pada tahun 1948 dan dijajah oleh zionis Israel yang datang dari berbagai belahan dunia khususnya dari Eropa dengan dukungan langsung dan penuh dari pihak pemerintah Inggris yang pada saat itu telah menajajah Palestina kurun waktu yang cukup lama dan kemudian menyerahkannya ke tangan zionis Yahudi sebelum pasukan Inggris meninggalkan tanah Palestina.

Nakbah terjadi tanggal 15 mei 1948 akan tetapi telah direncanakan jauh hari sebelum tanggal tersebut. Kejadian ini terjadi sejak dikeluarkannya keputusan pembagian negara-negara arab antara Inggris dan Prancis pada perjajian sykes picot yang saat itu pemerintah Inggris mengumumkan deklarasi balfour yang terkenal dan dengan menyerahkan Palestina ke tangan orang Yahudi  dengan dalih “rakyat tanpa tanah dan tanah tanpa rakyat”, saat itu warga Palestina diusir dari tanah-tanah milik mereka ke beberapa negara tetangga dan sebagianya mengungsi ke Tepi Barat dan jalur Gaza dimana saat  itu dua wilayah Palestina tersebut yang belum berhasil dijajah meskipun pada tanggal 5 juni tahun 1967 kedua wilayah tersebut berhasil di jajah secara keseluruhan serta dijajahnya beberapa wilayah arab lainnya seperti dataran tinggi Golan di Suriah dan sinai di Mesir. Kami telah berhasil membebaskan jalur gaza dari penjajahan dan insyaallah kita akan membebaskan sisa tanah Palestina yang masih di jajah sehingga warga Palestina bisa kembali ke tanah air mereka.

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El-Awaisi (3): Kita Butuh Persatuan untuk Bebaskan Baitul Maqdis

MINA : Apa makna peringatan Nakbah?

Dr. Muhammad Ibrahim Madhoun : Peristiwa Nakbah telah menimpa seluruh rakyat Palestina. Dimana sebuah penduduk secara massal dan menyeluruh diusir dari rumah mereka tanpa membawa apa-apa dan dipaksa berimigrasi dengan jalan kaki di bawah tekanan dan intimidasi zionis Israel dengan bantuan pasukan pendudukan Inggris. Mereka keluar tanpa tujuan. Sebagian mereka melarikan diri ke Libanon, sebagian lainnya ke Suriah, Jordania, Tepi Barat dan jalur Gaza. Tinggal di kemah-kemah pengungsian selama bertahun-tahun menunggu untuk kembali ke tanah air.

Saat ini sudah 66 tahun beralalu sejak tragedi Nakbah dan bangsa Palestina masih belum bisa kembali ke tanah airnya. Warga Palestina tinggal di kemah-kemah pengungsian dan hidup dengan berharap bisa kembali ke kampung halamanya.

Tidak hanya sampai disitu, Nakbah kembali terulang. Para penjajah terus mengejar kami sampai ke  Tepi Barat dan Gaza. Mengejar rakyat Palestina di sertai pembunuhan, penjarahan, pengusiran dan seterusnya. Mereka yang di awal telah terusir dari kampung halaman ke Tepi Barat dan Gaza harus kembali terusir dari dua wilayah tersebut untuk ke dua kalinya pada tahun 1967 dimana sebagian lainnnya ditangkap dan dijebloskan ke penjara-penjara zionis Israel.

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (2): Urgensi Rencana Strategis Bebaskan Baitul Maqdis

Sampai hari ini, rakyat Palestina masih harus merasakan peristiwa Nakbah. Rakyat Pelestina di Suriah terpaksa kembali mengungsi dari Suriah karena masalah perang internal dan parahnya para pengungsi Palestina ini tidak diterima di Negara manapun termasuk Libanon. Pemerintah Libanon hanya menerima pengungsi Suriah dan menolak pengungsi Palestina. Begitu juga pengungsi Palestina yang dahulu tinggal di Iraq juga mengalami hal yang serupa. Mereka terusir akibat perang di tanah Iraq yang mengharuskan mereka tinggal diperbatasan Iraq – Jordan bertahun-tahun di tengah-tengah padang pasir.

Setelah itu mereka diungsikan ke Amerika Latin dan sampai sekarang banyak warga Palestina yang tinggal di Chili, Brazil, Argentina dan sebagian yang lainnya tinggal di Kanada, Eropa, Australia. Sebagian lagi berusaha keluar dari Suriah dengan menggunakan perahu perahu kecil menuju Australia dan Selandia Baru dan sebagian lain di tahan di bangkok dan sampai saat ini masih berada di sana.

MINA : Usaha apa yang telah dilakukan pemerintah Palestina untuk membantu pengungsi Palestina?

Dr. Muhammad Ibrahim Madhoun : Hak kembali warga Palestina adalah sesuatu yang tidak akan berubah. Maka usaha pertama adalah bagaimana mempertahankan hak itu. Saat ini banyak usaha yang mengancam eksistensi hak tersebut. Sangat di sayangkan bahwa Fenomena politik saat ini baik itu dari pihak negara-negara arab bahkan dari tubuh pemerintah otoritas Palestina sendiri menunjukan usaha-usaha untuk melepaskan hak ini. Mereka mengatakan bahwa hak untuk kembali bisa di gantikan dengan beberapa solusi yang bisa disepakati. Contohnya barter, kompensasi dengan uang atau nasionalisasi. Warga palestina ditawarkan untuk melupakan hak mereka untuk kembali dengan diberikan identitas baru dan berhak mendapatkan kewarganegaraan baru dimana mereka tinggal saat ini. Contoh lainnya proyek pengiriman para pengungsi Palestina ke Kanada untuk kemudian diberikan untuk mereka kewarganegaraan Kanada.

Baca Juga: Fenomana Gelombang Panas, Ini Pendapat Aktivis Lingkungan Dr. Sharifah Mazlina

Aksi-aksi dalam menghadapi usaha semacam ini juga bisa dikategorikan sebagai aksi menjaga eksistensi hak untuk kembali. Usaha-usaha pemberian kewarganegaraan, kompensasi dengan uang, pertukaran tanah dan lain-lain terus kami perangi. Kasus yang terbaru contohnya, apa yang diajukan oleh kerry dalam kesepakatan tentang proyek perdamaian antara Israel dan otoritas Palestina. Diantara poin-poin kesepakatan tersebut adalah menghapus hak kembali dan menggantinya apa yang mereka namakan dengan “reuni”.

Dimana dalam reuni ini beberapa golongan kecil warga Palestina yang memilki kerabat di Gaza dan Tepi Barat akan di berikan tanah di wilayah “naqab” dengan catatan tanah mereka di Tepi Barat ditukar dengan tanah baru mereka. Penawaran lainnya adalah pertukaran penduduk. dimana sisa-sisa warga Palestina yang masih tinggal di beberapa daerah kekuasaan Israel yang mereka namakan “warga palestina 1948” untuk keluar dari tanah mereka dan tinggal di wilayah Tepi Barat sementara warga Israel yang di tepi barat akan dipindahkan ke tanah-tanah warga palestina 1948 tersebut. Hal itu dinamakan dengan proyek pertukaran tanah dan penduduk.

Untuk menjaga eksistensi hak kembali bagi pengunsi Palestina ini kami berusaha mensosialisasikan kepada seluruh masyarakat dan generasi kami bahwa mereka memiliki hak untuk kembali. Karena musuh kami para zionis sejak kedatangan mereka ke tanah Palestina, mereka mengatakan bahwa Palestina adalah tanah tanpa penduduk. Kami katakan, “ya” orang-orang tua kami telah mati namun anak anak kami tidak akan pernah melupakan tanah air mereka. Anak-anak kami akan mengetahui bahwa mereka memiliki kampung halaman dan mereka memiliki hak untuk kembali dan kami ajarkan mereka agar senantiasa menjaga hak mereka dan berusaha kembali ke tanah-tanah milik mereka dengan izin Allah subhanahu wata’la.

Selain itu juga seperti yang saya katakan sebelumnya bahwa usaha kami melawan penjajah telah berhasil membebaskan jalur Gaza dari penjajahan. Dan dengan ini kami berharap kedepannya bisa kembali membebaskan tanah kami yang lainnya.

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (1): Peran Strategis Indonesia dalam Pembebasan Baitul Maqdis

MINA : Apakah status tanah Palestina dalam pandangan hukum internasional?

Dr. Muhammad Ibrahim Madhoun : Kami telah berkali kali melaporkan permasalahan Palestina ke berbagai badan hukum internasional sebagai badan resmi yang diakui oleh dunia internasional. Alasan kami mendatangi mereka tentu pertama agar kami bisa memanfaatkan mereka yang memang dibangun untuk hal semacam ini, kedua untuk menegaskan hak milik warga palestina dan harapan kami agar kelak muncul pihak-pihak yang bisa menekan zionis Israel dari badan-badan hukum semacam ini namun pada waktu yang bersamaan kami ingin menunjukkan bahwa pada dasarnya badan internasional semacam ini selalu berdiri tidak netral. PBB misalnya, dalam banyak keputusannya malah membantu keberadaan zionis Israel. Begitu juga pemerintah inggris yang saat terjadinya Nakbah seharusnya menjadi contoh masyakarat internasional dari segi adab dan tingkah laku malahan menjadi pelopor tragedi Nakbah tersebut. Maka dari itu segala komplain kami tentang Israel yang kami sampaikan ke badan hukum internasional juga kami sertakan komplain kami atas sikap pemerintah inggris. Karena pada dasarnya inggris lah yang bertanggung jawab akan tragedi Nakbah dan keberadaan yahudi di tanah Palestina.

Maka dari itu kami katakan kepada badan-badan internasional semacam pengadilan den haag, pengadilan pidana internasional, dan PBB bahwa mereka sebagai badan internasional harus memperhatikan keluhan-keluhan kami. Dengan begitu kami akan sampaikan bukti-bukti kejahatan zionis Israel sekaligus tindakan kriminal negara Inggris atas yang mereka perbuat pada hak rakyat Palestina.

Dan saat ini tanah milik Palestina yang seharusnya diakui oleh dunia internasional ternyata hanya  Tepi Barat dan Gaza. Itupun yang mengakuinya hanya sebagian badan internasional. Sementara tanah Palestina lainnya dikatakan milik warga Yahudi Zionis Israel.

Baca Juga: HNW: Amanat Konstitusi! Indonesia Sejak Awal Menolak Kehadiran Penjajah Israel

MINA : Apakah ada tindakan negara-negara Arab dan kaum muslimin umumnya atas penyelesaian permasalahan Palestina?

Dr. Muhammad Ibrahim Madhoun : Secara resmi kami katakan bahwa tidak ada hasil yang signifikan, malah sebaliknya. Sangat disayangkan bahwa pada tahun 2002 beberapa aksi yang dilakukan oleh para petinggi Arab malah mengarah kepada usaha-usaha menghilangkan identitas hak kembali bagi pengunsi Palestina.

Liga Arab tidak menunjukan keberpihakan mereka kepada kami dalam permasalahan hak untuk kembali begitu juga organisasi OKI. Dan hal ini merupakan salah satu yang melemahkan posisi Palestina dimana secara tampak bahwa negeri-negeri arab dan Islam tidak menunjukkan kesungguhan mereka dalam berpihak kepada rakyat Palestina. Seharusnya mereka menunjukkan kekuatan posisi mereka di samping rakyat Palestina dalam rangka mendukung hak-hak rakyat Palestina untuk kembali baik itu dari pihak liga Arab maupun OKI.

Akan tetapi kami bersyukur bahwa sekalipun para petinggi arab enggan bersanding bersama rakyat Palestina namun rakyat mereka (masyarakat Arab dan Islam) terus menunjukkan aksi solidaritasnya kepada kami.

Baca Juga: Basarnas: Gempa, Jangan Panik, Berikut Langkah Antisipasinya

Meskipun banyak masyarakat dunia yang kurang memiliki pengetahuan tentang geografi Palestina, namun 2 tahun lalu terdapat longmarch massal dari berbagai negara (Libanon, Suriah, Jordan dan lain-lain) menuju Palestina dalam rangka peringatan tragedi Nakbah. (L/KJ/P015/R2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Basarnas Siapkan Sumber Daya yang Siap dan Sigap

Rekomendasi untuk Anda