Oposisi Malaysia ; Akibat Krisis Rohingya Bisa Meluas ke Asia Tenggara

Kuala Lumpur, 27 Rabi’ul Awwal 1438/27 Desember 2016 (MINA) – Partai oposisi Malaysia telah meminta negara-negara Asia Tenggara untuk lebih tegas dengan Myanmar untuk mengakhiri kekerasan puluhan tahun terhadap Muslim Rohingya di barat negara bagian Rakhine dan untuk mecegah akibat krisis itu meluas ke kawasan..

Pemimpin oposisi Dr. Wan Azizah Wan Ismail Selasa (27/2) mengatakan bahwa Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) harus lebih menekan Myanmar untuk segera menghentikan kekerasan di Rakhine, bukan hanya memulai diskusi dengan negara itu.

“Pernyataan ASEAN untuk hanya memulai diskusi seharusnya sudah dilakukan 30 tahun yang lalu, tidak sekarang setelah masalah ini menjadi situasi terburuk,” katanya dalam konferensi pers, yang juga dihadiri oleh para pemimpin partai di koalisi oposisi Harapan Pakta, seperti dilaporkan Anadolu Agency dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Konferensi pers diadakan di tengah operasi yang sedang berlangsung oleh militer Myanmar di Rakhine utara  setelah mematikan  9 Oktober di pos-pos polisi, sementara laporan PBB mengatakan sekitar 27.000 Rohingya telah melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.

Myanmar telah mengatakan bahwa setidaknya 93 orang – 17 polisi dan tentara dan 76 diduga “penyerang” (termasuk enam yang dikabarkan meninggal selama interogasi) tewas dan beberapa 575 tersangka telah ditahan karena dituduh terlibat dalam serangan 9 Oktober dan selama tindakan keras militer berikutnya.

Kelompok advokasi Rohingya, mengklaim sekitar 400 Rohingya yang dijelaskan oleh PBB sebagai kelompok-kelompok paling teraniaya di seluruh dunia, tewas dalam operasi militer, wanita diperkosa dan desa-desa Rohingya dibakar.

Sejak bulan lalu, Malaysia telah banyak mengkritik pemerintah dan militer Myanmar, di mana Perdana Menteri Najib Razak dan kabinetnya merujuknya sebagai “genosida” atau “pembersihan etnis”.

Pemerintah Malaysia dipimpin Razak 4 Desember mengadakan protes terhadap kekerasan di Myanmar sehingga negara ini menuduh Malaysia ikut campur dalam urusan dalam negerinya.

Pada hari Selasa, DR. Wan Azizah Wan Ismail mengatakan bahwa Malaysia – sebagai anggota ASEAN – juga harus memainkan peran yang lebih tegas dalam memastikan perdamaian di Rakhine utara.

“Kami mendukung langkah apapun yang diambil oleh pemerintah [Malaysia] dan ASEAN sejauh ini … Tapi kami merasa harus ada lebih banyak tekanan,” tegasnya.

“Oleh karena itu kami mendesak untuk mengakhiri kekerasan terhadap Rohingya dan untuk meningkatkan upaya kemanusiaan dan bantuan,” tambahnya.

Dr Azizah Ismail juga mengatakan perdamaian di Myanmar sangat penting tidak hanya untuk Rohingya tetapi juga untuk minoritas lainnya seperti etnis Kristen, yang ia digambarkan sebagai “sama-sama ditekan”.

Pekan lalu, Myanmar menjadi tuan rumah pertemuan menteri-meteri luar negeri ASEAN di Yangon. Pada kesempatan itu Penasihatas sikap at Negara Aung San Suu Kyi mendapat penjelasan atas sikap menteri-menteri  luar negeri ASEAN pada perkembangan di Rakhine berikut kritik global tindakan keras militer.

Malaysia telah  memperingatkan bahwa jika tidak segera ditangani maka krisis di Myhanmar akan berdampak pada keamanan dan stabilitas kawasan.

Malaysia menampung  lebih dari 54.000 Rohingya yang terdaftar pada badan pengungsi PBB UNHCR, bersama dengan lebih dari 41.400 Chin dan 10.900 Muslim lainnya Myanmar.

Menurut sensus terakhir di Malaysia, ada beberapa 135.000 Rohingya di negara itu pada 2014. (T/P005/P1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)