Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Bagaimana mungkin orang bisa dikatakan menyembah harta? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ ، إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ . (رواه الترمذي وأحمد وابن الحبان)
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Celakalah hamba (orang yang diperbudak) dinar, dirham, beludru dan kain bergambar. Jika dia diberi dia ridha, jika tidak diberi dia tidak ridha.” (HR. Tirmidzi, no. 2336; Ahmad 4/160; Ibnu Hibbân no. 3223)
Dalam hadits di atas, setidaknya bisa memberikan beberapa pelajaran berharga bagi kita, antara lain sebagai berikut.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Pertama, seharusnya seorang hamba tidak membiarkan dirinya diperbudak harta dalam kehidupannya. Tidak pula ia selalu berangan-angan bahkan bermimpi untuk mendapatkannya, mencintai dan membenci karenanya, membela dan memusuhi hanya demi harta. Karena hal itu hanya akan membawa kepada kehancurannya.
Tidak ada kehancuran yang buruk bagi seorang manusia kecuali ia hancur karena membawa nafsu serakah, menghalalkan segala cara untuk bisa mendapat dan mengumpulkan harta dunia. Memang dunia ini begitu menyilaukan. Namun, jika pandangan mata sudah terus melekat ke hati tentang harta dunia, maka sulit rasanya ia akan lepas dari harta dunia itu.
Kedua, harta itu adalah ujian, padahal manusia sangat menyukainya. Oleh karena itu, banyak orang yang gagal dalam menghadapi ujian besar ini. Sedikit sekali orang yang bisa bersyukur kepada Allah SWT. Atas limpahan nikmat-Nya yang tidak terhitung banyak dan nilainya.
Begitulah dunia, ia hanya tempat tinggal dan mati sementara sebelum sampai ke alam akhirat. Semua laku yang pernah terukir di lembaran sejarah dunia, kelak akan dimintai pertanggungjawaban sebagi bukti keadilan Sang Maha Pencipta, Allah Ta’ala.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Ketiga, banyak orang yang keliru. Di matanya, jika Allah memberikan harta yang banyak kepadanya, itu bertanda Allah mencintainya. Sebaliknya, jika Allah mengurangi rizkinya, itu pertanda Allah menghinakannya. Dua hal yang saling bertengan inilah yang sering jadi kekeliuran dalam memandang. Karena semua itu merupakan ujian dari Allah Azza wa Jalla.
Jadi, jangan menduga bentuk sayang Allah Ta’ala kepada hamba-Nya itu selalu diukur dari melimpahnya harta dan banyaknya kekayaan yang dititipkan kepadanya.
Keempat, Allah memberikan harta kepada siapa yang disukai atau yang dibenci. Itulah bentuk keadilan Allah kepada setiap hamba-Nya. Tiada seorangpun yang bisa menghalangi rezeki orang lain, jika Allah menghendakinya. Begitu juga Allah Ta’ala bisa menarik lagi setiap rezeki yang sudah diberikan kepada hamba-Nya kapanpun Dia mau.
Kelima, setiap hamba harus menyadari bahwa semua yang terjadi di dunia ini adalah ujian. Karena itu akan terlihat nanti siapa hamba-Nya yang taat dan yang ingkar saat ujian itu datang menghampirinya.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Di mata Allah Ta’ala, kemuliaan dan kehinaan seseorang tidak bisa diukur dari banyak sedikitnya harta yang dimiliki seseorang. Hal itu seperti difirmankan Allah Ta’ala dalam firman-Nya,
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ ۞ وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَن ۞
“Adapun manusia, jika dia diuji oleh Rabbnya, dimuliakan dan diberi kesenangan, maka dia akan berkata, “Rabbku telah memuliakanku”. Sedangkan bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rizkinya, maka dia berkata, “Rabbku telah menghinakanku.” (Qs. Al-Fajar: 15-16)
Jangan merasa bangga dengan banyaknya harta yang Allah titipkan. Namun juga jangan terlampau sedih karena sedikitnya harta yang Allah Ta’ala berikan. Hal itu seperti dalam firman Allah Ta’ala,
أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ ۞ نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ ۚ بَلْ لَا يَشْعُرُونَ ۞
“Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka ? tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (Qs. Al-Mukminun: 55-56)
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Karena harta itu merupakan ujian, tak sedikit orang yang gagal ketika dia diuji dengan harta itu. Kegagalan manusia saat di uji Allah dengan harta sudah disampaikan Allah Ta’ala dalam firman-Nya,
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ … ۞
“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi.” (Qs. Asy-Syura: 27)
Begitulah harta yang akan Allah berikan kepada Bani Adam. Terkadang, dengan harta yang dititipkan Allah itu seorang insan menjadi lupa daratan, sehingga harta itu kelak di akhirat akan menjadi beban berat baginya. Di sisi lain, tak sedikit orang yang dititipi harta oleh Allah, tapi ia tetap sadar bahwa semua itu adalah milik Allah, sehingga ia bisa menggunakan harta itu sesuai aturan Allah dan Rasulnya, wallahua’lam. (A/RS3/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Malu Kepada Allah