Wawancara Eksklusif dengan Sekretaris Satu Kedutaan Besar Palestina untuk Indonesia, Taher Hammad
Sekretaris satu kedutaan besar Palestina untuk Indonesia, Taher Hammad mengungkapkan bahwa saat ini rakyat Palestina saat ini memerlukan dukungan nyata masyarakat internasional demi terbukanya blokade wilayahnya dari pendudukan Israel.
Hal itu diungkapkannya saat kunjungan delegasi Jama’ah Muslimin (Hizbullah) ke kantor Kedutaan di Jakarta, Kamis. Para delegasi terdiri atas Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur, Ketua Aqsa Working Group (AWG) Agus Sudarmadji, Mudir Al Fatah, Wahyudi KS, Amir Tarbiyah, Ahmad Zubaidi, Amir Ukhuwah, Bustamin Utje, dan Aliyuddin.
Dalam kesempatan tersebut, wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Widi Kusnadi dan Rendy Setiawan berkesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan Duta Al Quds internasional itu. Berikut ulasan wawancaranya:
MINA: Apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh rakyat Palestina dari masyarakat internasional?
Hammad: Rakyat Palestina sangat membutuhkan dukungan dunia untuk menekan Israel sampai mereka mencabut blokade atas wilayah Palestina. Kami selama ini tidak bisa leluasa melakukan perjalanan ke tempat lain, padahal kami adalah bagian dari warga dunia.
Saat ini memang telah banyak dukungan dari masyarakat internasional kepada rakyat Palestina. Hal itu akan terus kami butuhkan hingga blokade dicabut secara permanen. Itulah kebebasan Dan kedaulatan yang kesungguhnya buat kami rakyat Palestina.
Saat ini, Israel masih saja memblokade kami dengan berbagai alasan. Meski sudah dikucilkan masyarakat internasional, tapi karena Israel teman dekat Amerika Serikat (AS) dan dia punya hak veto, Israel masih bisa tetap memberlakukan blokade.
Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (2): Urgensi Rencana Strategis Bebaskan Baitul Maqdis
MINA: Bagaimana usaha yang dilakukan Palestina sehingga bendera Palestina berkibar di PBB untuk pertama kalinya?
Hammad: Alhamdulillah, berkat perjuangan semua masyarakat Palestina dan berkat dukungan dari sedikitnya 139 negara-negara anggota PBB, akhirnya hari ini bendera Palestina adapat berkibar di markas besar PBB di News York.
Pada 2012 lalu, PBB sudah mengakui Paestina sebagai negara non anggota. Hari ini, lembaga itu memberi kesempatan kepada kita (Palestina) untuk mengibarkan bendera sebagai bukti bahwa kita sudah diakui sebagai salah satu negara, meski belum resmi sebagai anggota.
MINA: Yang menarik adalah pengibaran bendera berbarengan dengan Vatikan, bagaimana bisa?
Baca Juga: Fenomana Gelombang Panas, Ini Pendapat Aktivis Lingkungan Dr. Sharifah Mazlina
Hammad: Ya, sejak dulu Vatikan secara konsisten mendukung perjuangan rakyat Palestina. Mereka juga memberi bantuan financial, dan ikut dalam aksi boikot terhadap produk-produk dagang Dan pendidikan Israel. Kepala pemerintahan Vatikan, Giuseppe Bertello beberapa kali bertemu dengan Mahmoud Abbas untuk menyatakan dukungannya.
Bertello juga pernah berkunjung ke Palestina untuk melihat kota suci Al Quds umat Kristiani di wilayah terjajah itu. Ia termasuk tokoh yang sangat menentang aksi pendudukan yang dilakukan Israel atas wilayah Palestina.
Vatikan adalah negara ke-135 yang telah mengakui negara Palestina. Para pengamat mengatakan posisi Paus sebagai pemimpin spiritual lebih dari satu milyar umat Katolik menjadikan langkah itu lebih signifikan.
MINA: Apakah Palestina tetap mengusung konsep Two State Solution?
Hammad: Ya, seperti yang telad dipaparkankan oleh Mahmoud Abbas, kemungkinan yang bisa diterapkan di wilayah kita adalah Two State Solution. Israel sudah diakui oleh dunia sejak 1948, padalah bangsa Paestina ada di wilayah itu jauh jauh hari sebelum Israel ada. Tentu kamu jiga punya hak untuk mendapatkan pengakuan sebagai negara merdeka, sama seperti bangsa-bangsa lainnya di dunia.
Sebenarnya Israel sendiri tidak menginginkan adanya Two State Solution. Mereka ingin hanya mereka saja yang berdaulat di wilayah itu. Tapi kami tetap menghargaikeberadaan mereka. Itulah sebabnya kami mengusung konsep Two State Solution dan hal itu mendapatkan banyak dukungan dari mayoritas negara anggota PBB.
MINA: Dengan banyaknya dukungan dari berbagai negara anggota PBB, apa komentar anda?
Hammad: Kami mengucapkan sangat berterima kasih kepada semuanya atas dukungannya. Tapi perjuangan kami belum berakhir hingga negara Palestina bebar-benar merdeka, berdaulat dan bisa melakukan kerjasama dengan lembaga dan negara manapun seperti halnya bangsa lain di dunia.
Baca Juga: HNW: Amanat Konstitusi! Indonesia Sejak Awal Menolak Kehadiran Penjajah Israel
Dukungan kalian semua sangat kami butuhkan, setidaknya untuk menekan Israel membuka blockade terhadap seluruh wilayah Palestina.
MINA: Bagimana dengan kondisi terkini masjid Al Aqsha?
Hammad: Dalam satu bulan terakhir ini, para pemukim ekstrimis Israel beserti sejumah menteri melakukan aksi-aksi profokatif dengan melakukan ritual peribadatan di dalam masjid. Padahal semua orang tahu bahwa itu adalah tempat suci umat Islam.
Mereka juga mengotori masjid dengan sampah, membakar karpet masjid, dan sederet aksi-aksi lainnya yang mengundang kemarahan jama’ah Muslimin di sana.
Baca Juga: Basarnas: Gempa, Jangan Panik, Berikut Langkah Antisipasinya
Warga Palestina dengan segenap kemampuan mencoba menghalau mereka dengan batu, kayu dan peralatan yang ada. Sementara mereka dilindungi pasukan keamanan dengan senjata lengkap dan mobil penghalau massa yang dibawa masuk hingga ke dalam kompleks masjid.
Sampai hari ini, kondisi masih belum terkendali. Jamaah Muslimin di sana masih bersiaga jika sewaktu-waktu, para ekstrimis datang dan mengacaukan suasana.
MINA: Apakah penyerangan Israel terhadap Al Aqsha terkait pengibaran bendera Palestina di PBB?
Hammad: Saya rasa tidak. Hal itu mereka lakukan karena ingin mendirikan tempat ibadah di kawasan kompleks masjid. Maskipun secara ilmiah mereka tidak mampu membuktikan ada peninggalan sinagog di tempat itu, namun mereka tetap saja bersikeras melaksanakan ritual ibadah di komplek masjid.
Baca Juga: Basarnas Siapkan Sumber Daya yang Siap dan Sigap
Sebenarnya sudah sejak lama hal itu mereka lakukan. Namun, memang dalam beberapa tahun tetakhir ini, dengan jumlah pemukim ilegal yang terus bertambah, mereka semakin meningkatkan intensitasnya, disamping semakin lemahnya perhatian umat Islam dalam menjaga tempat sucinya.
MINA: Apakah otoritas Palestina tidak memiliki pasukan untuk mengamankan Al Aqsha?
Hammad: Kami punya polisi, tapi tidak punya tentara. Polisi kami yang sangat terbatas jumlahnya hanya dibekali peralatan minim, tidak sama seperti pasukan keamanan Israel. Memang, kami tidak memiliki kedaulatan di wilayah kami sendiri.
MINA: Siapa sebenarnya yang saat ini punya kewenangan untuk menjaga Al Aqsha?
Hammad: Yordania. Mereka saat ini diberi mandat untuk menjaga kesucian Al Aqsha. Peran Yordania sangat vital atas tempat suci itu. Mereka bisa menekan pemerintah Israel untuk menghentikan aksi warganya.
Pada 2013, Jordania dan Palestina menandatangani kesepakatan yang “kembali menegaskan” status Raja Abdullah II sebagai pengurus tempat suci itu. Yordania juga yang selama ini menentukan siapa yang harus mnjadi Imaam di masji Al Aqsha.
Berdasarkan kesepakatan itu, Raja Abdullah memiliki “hak penuh untuk melaksanakan semua upaya hukum guna menjaga dan memelihara semua tempat suci di Al Quds, terutama Masjid Al-Aqsha yang oleh umat Muslim dinamakan Al-Haram Asy-Syarif.
MINA: Bagaimana dengan kelanjutan rekonsiliasi Hamas-Fatah?
Hammad: Saya tetap berharap kedua organisasi terbesar di Palestina itu bersatu dan bekerja sama. Semuanya demi kemajuan dan persatuan bangsa.
Kami mengambil pelajaran dari apa yang saat ini terjadi di Suriah. Antara satu kelompok dengan kelompok yang lain tidak akur. Mereka saling hamtam demi kekuasaan yang diinginkan. Akhirnya yang senang adalah musuh-musuh mereka, orang-orang di luar Suriah.
Tentu kami tidak ingin seperti mereka. Kami ingin seluruh komponen bangsa Palestina dapat mengambil pelajaran dari krisis Suriah Dan semoga hal itu tidak terjadi diantara rakyat Palstina. Persatuan adalah kunci utama jika rakyat Palestina ingin merdeka. (L/P011/R03)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Wawancara dengan MER-C: Peran dan Misi Kemanusiaan MER-C di Afghanistan