Pembatal Wudhu Yang Disepakati Ulama

Oleh : Taufiqurrahman

Para ulama sepakat bahwa buang air kecil dan besar, buang angin, keluar madzi dan wadi menyebabkan batalnya .1 Demikian juga dengan keluarnya mani yang membatalkan wudhu dan mewajibkan mandi besar.2 Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

{… أَو جَاءَ أَحَدٌ مِنكُمْ مِنَ الغَائِطِ …}

“…atau salah satu dari kalian datang dari tempat buang air…” (QS An Nisa: 43)

Dalam tafsir Jalalain yang dimaksud dari ayat itu adalah datang dalam keadaan berhadats.

Menurut Syeikh Shalih Al Utsaimin dalam kitabnya Syarh Al Mumti’ hadats adalah sifat yang melekat di badan yang melarang ditunaikannya shalat dan segala bentuk ibadah lainnya yang mensyaratkan thaharah atau bersuci.3

Selain itu juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radliallah’anhu di mana Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

” لاَ يَقبَلُ اللهُ صَلَاةَ أَحَدِكُم إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأ ”

“Allah tidak akan menerima shalat seseorang dari kalian apabila ia berhadats hingga ia berwudhu.”4

Wadi adalah cairan yang keluar sesudah kencing. Pada umumnya berwarna putih dan tebal. Dan hukumnya najis berdasarkan kesepakatan ulama. Sedangkan madzi adalah cairan berwarna putih dan lengket yang keluar saat sedang saat membayangkan jima’ (bersetubuh) atau mulaa’abah (foreplay atau pemanasan sebelum bersetubuh). Terkadang keluar tanpa terasa. Baik Laki-laki atau perempuan sama-sama bisa memiliki madzi. Hanya saja lebih banyak dialami perempuan.5

Baik madzi, wadi ataupun mani semuanya membatalkan wudhu. Madzi dan wadi mengharuskan seseorang untuk wudhu dan tidak mengharuskannya untuk mandi. Sedangkan mani membatalkan wudhu dan mengharuskan seseorang untuk mandi junub. Tidak cukup hanya dengan berwudhu.6

Dalilnya yakni hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari ‘Ali bin Abi Tholib, di mana ‘Ali mengatakan,

كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً وَكُنْتُ أَسْتَحْيِى أَنْ أَسْأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ فَقَالَ : “يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ ”

“Aku termasuk orang yang sering keluar madzi. Namun aku malu menanyakan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dikarenakan kedudukan anaknya (Fatimah) di sisiku. Lalu aku pun memerintahkan pada Al Miqdad bin Al Aswad untuk bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau memberikan jawaban pada Al Miqdad, “Cucilah kemaluannya kemudian suruh ia berwudhu”.” (HR Muslim)7

Sedangkan wadi membatalkan wudhu berdasarkan atsar yang diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi dari Ibnu Abbas radliallahu’anhu. Ia mengatakan, “Mengenai mani, madzi dan wadi; adapun mani, maka diharuskan untuk mandi. Sedangkan wadi dan madzi, Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Cucilah kemaluanmu, lantas berwudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat.”8

Itulah beberapa keadaan yang menyebabkan batalnya wudhu, yang disepakati oleh para ulama. Masih ada lagi keadaan-keadaan lain yang juga dapat membatalkan wudhu. Hanya para ulama berbeda pandangan apakah itu membatalkan wudhu atau tidak.

  1. Bidayatul Mujtahid, 79
  2. Shahih Fiqh Sunnah, 1/123
  3. Al Syarh al Mumti’, 1/25
  4. HR Bukhari, 6954 dan Muslim, 225
  5. Fiqh al Sunnah karya Sayid Sabiq, 1/21
  6. Fiqh al Sunnah karya Sayid Sabiq, 1/26
  7. HR Bukhari, 269 dan Muslim, 303.
  8. HR Al Baihaqi, 771. Syeikh Abu Malik, penulis Shahih Fiqh Sunnah, mengatakan sanad riwayat ini shahih.

(RA 02)

Wartawan: توفيق

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.