Dunia saat ini tengah disibukkan oleh bocoran dokumen finansial yang cukup besar. Konsorsium Internasional Jurnalisme Investigasi (ICIJ), sebuah kelompok nirlaba di Amerika Serikat, mengatakan sejumlah 11,5 juta catatan yang terbongkar rinci kepemilikan perusahaan di kawasan surga pajak dari politikus, penipu, mafia narkoba, sampai miliuner, selebritas dan bintang olahraga kelas dunia.
Dokumen yang dijuluki Panama Papers, mengungkapkan transaksi dalam jangka waktu hampir 40 tahun, dari 1977 sampai akhir 2015. Setidaknya ada 12 kepala negara (baik mantan atau yang masih menjabat) pun terlibat di dalamnya.
Harta dari 11 juta dokumen Panama Papers itu secara anonim bocor ke harian Jerman Sueddeutsche Zeitung dan berbagi dengan lebih dari 100 kelompok media oleh Konsorsium Internasional Jurnalis Investigasi (ICIJ).
Dokumen itu telah mengungkap adanya praktek pelanggaran keuangan dan pajak oleh pelanggan di seluruh dunia.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Mi’raj Islamic News Agency (MINA) mendapat kesempatan wawancara kepada salah satu konsultan dan pengamat ekonomi , Shafril Lubis, terkait isu yang mendapat perhatian khusus dari banyak negara di dunia, Jumat (8/4). Berikut petikan wawancaranya;
Apa tanggapan anda terkait isu Panama Papers dan apakah benar isu ini salah satu konspirasi ekonomi dunia?
Kalau dicermati berbagai report yang dibuat para Investigative Journalist yang tergabung dalam International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) isu ini lebih kepada refleksi “kerakusan” orang-orang kaya tertentu untuk menghindari beban pajak di negaranya. Hanya saja pengelola dana “gelap” titipan tersebut, yaitu Mossac Fonseca, menggunakannya ke berbagai tujuan negatif, semisal pembelian senjata, pencucian uang, prostitusi dll, sangat merusak (destructive) dalam skala yang sangat luas mencakup banyak negara.
Panama papers jadi alasan pemerintah untuk segera mengesahkan tax amnesti agar dapat mengambil dana yang ada di luar negeri, apakah itu solusi ?
Setahu saya pemerintah sudah lama dipusingkan dengan larinya dana dalam jumlah besar ke luar negeri, yang merupakan hasil usaha pengusaha dalam negeri termasuk hasil ekspor yang menyebabkan ketersediaan dan kestabilan dana dalam negeri sangat terganggu. Menurut pemahaman saya pemerintah mengetahui bahwa larinya dana tersebut keluar negeri adalah untuk pengamanan, termasuk untuk menghindari pajak. Dengan Tax Amnesty (pemutihan pajak) tersebut diharapkan dana yang lari itu dapat kembali ke dalam negeri untuk menggerakkan kegiatan ekonomi dalam negeri.
Kalau kita cermati wajib pajak yang patuh membayar pajak pada tahun 2015 baru mencapai sekitar 56%. Kalau diteliti tingkat kebenaran dari jumlah pajak yang harus dibayar kemungkinan juga masih sangat rendah. Hal ini menggambarkan bahwa kesadaran membayar pajak adalah kewajiban warga negara masih sangat rendah.
Penyebabnya bisa karena kurang yakin akan pemanfaatan hasil pajak yang adil, merata, jujur. Penyebab lain adalah karena tidak ditegakkannya hukum secara tegas dan adil. Perlu kita fahami bahwa dari total pajak yang berhasil ditagih oleh negara sebagian besar adalah dari pengusaha besar. Beberapa pengusaha kaya senantiasa berupaya agar pembayaran pajaknya sekecil mungkin. Penempatan dana mereka ke negara bebas pajak, seperti Britis Virgin Island, Panama, untuk dikelola perusahaan sejenis Mossac Fonseca, menjadi sarana untuk memfasilitasi pola pikir “kikir dan rakus” mereka.
Ada beberapa ekonom Indonesia yang tercantum namanya dalam daftar Panama papers, apa tanggapan anda?
Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (2): Urgensi Rencana Strategis Bebaskan Baitul Maqdis
Hal ini tentu memprihatinkan karena sebenarnya mereka selama ini dikenal sebagai “orang baik”. Seandainya mereka benar-benar telah menempatkan dananya untuk dikelola oleh perusahaan sejenis Mossac Fonseca, maka hendaknya segera melakukan perbaikan dengan menarik pulang dana tersebut dan menkonversikan kekayaan yang “diparkir” dimaksud bagi kemaslahatan ummat, berupa zakat. Insya Allah harta mereka justru akan bertambah melalui keridhoan Allah atas mereka.
Apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengakhiri kasus penggelapan pajak?
Maafkan dan tindak tegas bila masih melanggar. Pemerintah juga bisa menerbitkan perundangan yang memberi peluang untuk berzakat, dan menjadikannya sebagai bagian dari pembayaran pajak dengan skema dan proporsi tertentu. Hal ini akan lebih bermanfaat daripada “membiarkan” perusahaan sejenis Mossac Fonseca memanfaatkan dana-dana tersebut untuk hal-hal yang bertentangan dengan aspek kemanusiaan.
Apa manfaat isu ini bagi perekonomian Indonesia?
Baca Juga: Fenomana Gelombang Panas, Ini Pendapat Aktivis Lingkungan Dr. Sharifah Mazlina
Bila Pemerintah cerdas, bisa dimanfaatkan untuk memberi maaf melalui Tax Amnesty dan segera membuat tatanan yang mendorong sifat kemanusiaan yang tulus bagi insan-insan kaya tersebut agar menghilangkan muatan pikiran “rakus” dan merubahnya menjadi “peduli”.
Keadaan ini juga bisa dimanfaatkan oleh Pemerintah, bersama lembaga pengelola ZIS, untuk merancang program peran zakat dalam undang-undang perpajakan yang berujung bagi kemaslahatan rakyat Indonesia, bukan saja yang beragama Islam.
Apakah ada manfaat yang kita ambil dari Panama Papers?
Menyadari bahwa sifat rakus dan kikir akan yang ada pada diri kita manusia harus mampu kita taklukkan dan merubahnya menjadi sifat pemurah dan peduli. Seyogianya dakwah para ulama/da’i mampu dikemas dengan baik untuk membantu mendorong, merubah dan memotivasi umat agar mengkikis sifat rakus dan kikir tersebut dan mampu membangun sifat pemurah dan peduli pada masyarakat, termasuk warga yang memiliki kekayaan besar.
Beri gambaran bahwa membayar zakat akan menghadirkan kebahagiaan bathin yang lebih besar nilainya dari “keuntungan” yang diperoleh dengan menempatkannya di Panama, Kepulauan British Virgin, Kepulauan Cayman maupun Bahama.
Bagaimana pendapat Anda jika zakat sebagai solusi untuk menggantikan pajak?
Di negara-negara yang dasarnya bukan Syariat Islam tentu hal ini tidak mudah untuk diterapkan, tetapi dengan hal-hal yang diungkapkan di atas peningkatan peran zakat sebagai bagian dari pajak akan mampu membuktikan dan memperlihatkan bahwa sistem zakat menjadi solusi yang paling tepat. Tentu saja regulasi dan implementasi yang baik akan memperlihatkan hasil yang riil dan hal ini menjadi motivator yang sangat kuat, dikenal dengan Seeing is believing.
Bagaimana tanggapan anda akan potensi zakat dunia untuk pembangunan?
Baca Juga: HNW: Amanat Konstitusi! Indonesia Sejak Awal Menolak Kehadiran Penjajah Israel
Zakat akan mampu membiayai pembangunan untuk kepentingan ummat manusia. Hanya saja perluasan penerimaan atas sistem zakat memerlukan sistem, mekanisme dan sosialisasi berkualitas. Sosialisasinya bukan saja dari ulama/da’i tapi dari seluruh tatanan yang mau dan mampu mengupayakan kualitas manusia yang lebih baik, serta ditampilkan secara profesional.
Bagaimana hubungan zakat dengan potensi ekonomi umat?
Potensi ekonomi umat Islam sangat besar. Namun saat ini hanya dimanfaatkan oleh produsen asing dan non muslim. Umat Islam baru berfungsi sebagai konsumen. Yang mampu berperan sebagai produsen hanya sedikit, itupun dalam skala sangat kecil.
Di samping kemampuan teknologi yang terbatas juga terhambat oleh ketiadaan dana. Zakat dan infaq yang dikelola secara baik akan mampu mengembangkan potensi ekonomi tersebut menjadi seimbang antara konsumen dan produsen, yang secara timbal balik akan terus menumbuhkan usaha yang kuat dan berkembang. Hal ini yang secara insensif diupayakan oleh Mitra Pengembangan Usaha (MPU) bersama para pengusaha Muslim.
Baca Juga: Basarnas: Gempa, Jangan Panik, Berikut Langkah Antisipasinya
Pada saatnya zakat akan mampu berperan mengentaskan kemiskinan, bukan saja di Indonesia, tetapi juga di negara-negara (miskin) lainnya, melalui pemanfaatan zakat yang efektif. Hal ini adalah kewajiban bagi kita semua yang dikaruniai Allah dengan pemikiran yang terang, jernih dan cerdas sehingga seyogianya mampu memanfaatkannya untuk kesejahteraan umat manusia, dimulai dari lingkungan di Jama’ah Muslimin.
Apa solusi dari masalah ini?
Menurut pendapat saya pemerintah dapat meningkatkan penerimaan pajak dengan menerapkan hukum yang adil dan keras terhadap penyimpangan pajak, terutama terhadap yang mencurangi pajak. Hal ini bisa dilaksanakan setelah Tax Amnesty diterapkan, artinya setelah dimaafkan dan masih melakukan kesalahan maka akan dihukum berat. Di Amerika Serikat hal ini sudah diterapkan, sehingga wajib pajak takut sekali menggelapkan pajak.
Pada sisi lain pemerintah juga perlu membangun pemahaman dikalangan masyarakat bahwa pajak adalah untuk pembangunan yang bertujuan memenuhi keperluan masyarakat, dan memperlihatkan fakta-faktanya secara sistematis.
Baca Juga: Basarnas Siapkan Sumber Daya yang Siap dan Sigap
Kondisi carut-marut pajak ini bisa juga dimanfaatkan oleh Pemerintah untuk menumbuhkan “keikhlasan” para pembayar pajak, terutama yang jumlahnya besar, dengan mengakui/menerima bahwa pembayaran zakat ke lembaga pengelola zakat, infak, shadakah (ZIS) dapat diterima sebagai bagian tertentu yang setara dengan pembayaran pajak, bukan semata-mata diterima sebagai bagian yang dapat diperhitungkan mengurangi penghasilan bruto yang selanjutnya akan dijadikan dasar penghitungan pajak.
Seyogianya lembaga pengelola ZIS dapat mulai memikirkan tatanan yang sejalan dengan syariah. Dengan demikian zakat, yang diperlakukan sebagai pembayaran sebagian dari pajak, bukan hanya mengurangi penghasilan untuk dihitung pajaknya, akan terlihat riil mengurangi kemiskinan, dan, tentu saja sejalan dengan kadar keikhlasannya, akan memperoleh rahmat dari Allah Subhana Wa Ta’ala.(P004/R03)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)