Jakarta, 10 Jumadil Akhir 1435/10 April 2014 (MINA) – Saat ditemui wartawan MINA di Lembaga Tahfidz Dhuafa “Saung Quran” Kamis pagi (10/4), pendiri Saung Quran sekaligus Ketua Yayasan Telaga Zamzamy, Ustadz Reza Soulthan, memaparkan tentang pendidikan Al-Quran yang dirintisnya dengan menawarkan pendidikan baca dan hapal Al-Qur’an yang nyaman dan gratis serta kualitas yang bermutu bagi masyarakat kumuh dan pinggiran.
Saung Quran yang berlokasi di Kp. Sukatani, Kelurahan Tegal Alur, Jakarta Barat, memberikan pendidikan bersifat cinta dan kasih sayang dengan nuansa alami yang sejuk.
Berikut ini adalah hasil wawancara ekslusif Rudi Hendrik, wartawan Mi’raj Islamic News Agency dengan Ustadz Reza Soulthan S.Pdi:
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
MINA: Sejak kapan Saung Quran ini beroperasi?
Ustadz Reza: Saung Quran berdiri sejak tiga tahun yang lalu, 2011. Saung Quran adalah bagian dari sayap-sayap Yayasan Telaga Zamzamy, yayasan yang awalnya bergerak di bidang syiar keagamaan, termasuk sosial dan kemanusiaan.
Namun dalam perjalanannya, kaum ibu yang biasa kami koordinir pengajiannya, meminta agar anak-anak mereka juga dikelolah oleh yayasan. Maka kami buat suatu TPA yang awalnya tanpa nama. Kemudian kami sempurnakan sistemnya dengan belajar ke tempat lain, kemudian kami beri nama “Saung Quran”.
MINA: Kenapa namanya “Saung Qur’an”?
Ustadz Reza: Karena konsep saung itu masih langka di Jakarta, sedangkan yang lain bersifat modern. Kami ingin menghadirkan dengan gaya alami, sistemnya bagus, tapi gratis untuk anak-anak yang tidak mampu. Kami pun menghadirkan konsep pendidikan yang modern tapi alami pada masyarakat Jakarta Barat, terutama Tegal Alur yang terpinggirkan, tanpa meninggalkan ciri khas lingkungan sekitarnya. Go Green istilahnya.
MINA: Apakah memang bisa menciptakan nuansa alami dalam kota besar seperti Jakarta?
Ustadz Reza: Bisa saja, tergantung dari kreatifitas. Kita yang bisa menciptakan suatu lingkungan yang baik atau tidak. Karena di sini lingkungannya kebanyakan pabrik, orang-orang terbelakang kumuh, kami ingin menghadirkan suasana alami seperti itu. Karena masyarakat selama ini mencari model pendidikan yang nyaman, agar anak-anaknya betah belajar sekaligus bermutu dan terjangkau, bahkan gratis. Karena itulah kami hadir.
Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (2): Urgensi Rencana Strategis Bebaskan Baitul Maqdis
MINA: Apa misi Saung Quran ini?
Ustadz Reza: Melahirkan generasi Islami yang berkarakter qurani. Kami ingin anak-anak kita nanti berinteraksi dekat dengan Al-Qur’an. Ketika mereka bicara, bersikap, berinteraksi dengan orang tua, dengan teman-temannya, dengan Tuhan-nya, dengan lingkungan dan alamnya, sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an. Ini adalah generasi qurani yang unik. Generasi qurani, jika kelak menjadi pemimpin, apakah pemimpin bangsa, pemimpin perusahaan atau lainnya, mereka bisa mengedepankan nilai-nilai Al-Qur’an dalam mengambil kebijakan dan keputusan sehari-hari.
MINA: Selain sebagai TPA, apa fungsi lain Saung Quran?
Ustadz Reza: Awalnya Saung ini didirikan untuk mengakomodir berbagai permasalahan umat. Maka ketika TPA berjalan, fungsi-fungsi yang lain tetap kami jaga. Fungsi lainnya, Saung Quran menjadi tempat konsultasi dan pengobatan qurani, seperti ruqyah syar’i dan thibbun nabawi. Juga berfungsi sebagai tempat kursus Bahasa Arab.
Baca Juga: Fenomana Gelombang Panas, Ini Pendapat Aktivis Lingkungan Dr. Sharifah Mazlina
Juga termasuk pengajian-pengajian umum yang berpusat di Saung Quran. Lembaga yang kita buat adalah HAMIN (Himpunan Muslim Madani), merupakan himpunan jaringan remaja masjid sekelurahan Tegal Alur dan Kamal. Saung Quran yang koordinir.
Termasuk menjadi posko banjir yang merupakan kepanjangan ACT (Aksi Cepat Tanggap) atau lembaga lain. Masalah kebanjiran, khitanan massal, Saung Quran yang terdepan. Kami juga membuka pendidikan penyembelihan. Kami mengajarkan masyarakat, bagaimana caranya menyembelih hewan dengan cara yang islami.
Maka kami sangat berkepentingan Saung Quran ini untuk direnovasi, karena fungsinya begitu banyak.
MINA: Apakah 100 persen gratis?
Ustadz Reza: Awalnya gratis seratus persen. Namun dalam perjalanannya, ada beberapa keluarga yang mampu, karena mereka juga mendengar dari para tetangganya, jadi ikut tertarik. Karena konsep Saung Quran ini sekolah, bukan TPA biasa. Bedanya, kalau TPA biasa tidak ada ujungnya, misalnya orang tua menitipkan anaknya mengaji bertahun-tahun tapi masih iqra, tidak lulus dan sebagainya.
MINA: Bagaimana dengan kualitas pendidikan Al-Quran di sini?
Ustadz Reza: Ada pun Saung Quran memiliki kurikulum bagus yang juga disempurnakan, dengan target dua tahun anak belajar di Saung Qur’an, lulus dengan ijazah khusus tahsin. Kita punya suatu metode, di mana seorang anak dalam dua tahun bisa baca Al-Qur’an dengan tartil. Setelah itu mereka masuk ke tahap tahfidz. Kita tidak boleh memasukan anak ke kelas tahfidz, sedangkan bacaan mereka rusak, karena resikonya mereka akan menghapal dengan cara yang salah atau hapalannya yang salah.
Untuk kelas tahfidz, kami belum menghasilkan karena masih dalam proses, sebab kami berjalan baru tiga tahun. Sekarang sudah ada kelas tahfidz. Awalnya kelas tahfidz kami salurkan ke pondok pesantren yang saya termasuk di dalamnya, pesantren khusus tahfidz. Namun sekarang Saung Quran berjalan mandiri.
Baca Juga: HNW: Amanat Konstitusi! Indonesia Sejak Awal Menolak Kehadiran Penjajah Israel
Hingga sekarang kami belum menginduk ke Departemen Agama, itu dalam proses. Nanti akan kami coba terapkan pola sistem yang sudah dibakukan oleh Depag, terkait dengan akhlak. Kami memadukan antara skill baca anak-anak dengan akhlak mereka. Karena konsepnya islami.
MINA: Pendidikan lainnya untuk anak-anak?
Ustadz Reza: Anak-anak kita jaga akhlaknya, perilakunya dengan teman-temannya, tanpa harus kita mengeluarkan kata “jangan” tanpa harus melarang mereka. Di sini, guru-guru tidak boleh memarahi murid, tetapi dengan cinta dan kasih sayang. Mereka diajarkan praktek shalat, diberi teori sedikit banyak praktek.
Contoh, karena mereka belajarnya setelah waktu Ashar, sebelum mereka ngaji, kita tanya dulu, “sudah shalat blum?”. Jika sudah shalat, baru boleh ngaji. Jika belum shalat, belum boleh ngaji. Waktu maghrib shalat berjamaah.
Baca Juga: Basarnas: Gempa, Jangan Panik, Berikut Langkah Antisipasinya
Jadi kita membangun tiga hal, yaitu skill mereka dengan Al-Qur’annya, kewajiban mereka terhadap shalat, dan akhlak mereka.
MINA: Perkembangan jumlah santri atau murid?
Ustadz Reza: Awalnya kami memiliki 30 santri, sekarang sudah 110 anak. Sebagian besar dari santri kami tidak bayar, ada pun orang tua yang ingin beramal saleh dalam bentuk bayaran, kami akomodir. Uang infaq itu digunakan untuk biaya operasional.
Kami menghadirkan model pendidikan yang mereka datang lalu pulang, tanpa menggugurkan kewajiban mereka di rumah, seperti sekolah misalnya.
Baca Juga: Basarnas Siapkan Sumber Daya yang Siap dan Sigap
Kami memberi solusi. Kami katakan “Ibu dan Bapak, anaknya bisa membaca sampai tartil, tanpa harus pergi ke pesantren yang besar”.
Kami juga menggunakan SDM yang bermutu, semua pengajarnya (delapan orang) adalah sarjana Quran semua. Kami harus membayar sarjana Quran itu dengan harga yang sangat murah. Sementara skill mereka didapatkan dengan biaya yang sangat mahal, kontribusi mereka juga mahal, tidak bisa kita bayar.
MINA: Respon murid dan orang tua murid?
Ustadz Reza: Mereka senang, karena mencari sistem dan model pendidikan yang bermutu itu harganya mahal dan mustahil terjangkau untuk wilayah di sini. Jikalau pun ada, sangat sedikit. Kami melakukan studi banding. Kami mengembangkan diri dengan cara studi banding ke pesantren-pesantren besar. Setela kami bertanya kepada pesantren yang besar, biaya masuk bisa sampai berjuta-juta hingga ada yang 20 juta. Perbulan 1,5 juta untuk belajar Al-Quran.
Ada pun Saung Qur’an sendiri hanya 25 hingga 50 ribu per bulan bagi mereka yang dengan ikhlas membayar. Selebihnya gratis. Sehingga apresiasi masyarakat bagus, kepercayaan mereka juga bagus terhadap kami. Terbukti dengan jumlah santri yang semakin bertambah.
Bahkan santri itu waiting list, dan mereka request. Ada orang tua yang mengatakan “jika ada santri yang keluar, tolong anak kami dimasukkan”. Pendaftaran santri kami batasi, karena jumlah pengajar yang terbatas dan terbatasnya kami menggaji guru. Karena guru juga manusia yang memiliki hak untuk mencari yang lebih bagi nafkah mereka.
MINA: Menurut Anda, apa tantangan Saung Quran dalam mendidik generasi yang semakin memburuk akhlaknya?
Ustadz Reza: Tantangannya adalah pergaulan di rumah mereka. Kami menerapkan pendidikan dan pergaulan yang sangat religius, namun ketika di masyarakat, bisa berubah. Dan juga pola pendidikan orang tua asuh yang kurang ketat, sehingga akhlak buruk mereka, moral buruk mereka terbawa ke mari. Dan itu bisa meracuni teman-teman mereka yang sudah mulai tertata.
Dan tantangan lainnya adalah masyarakat di sekitar masih kurang tanggap terhadap pendidikan Al-Qur’an. Ini menjadi ujian sekaligus tantangan bagi kami. Kita harus bisa mendobrak itu semua dan ini peluang bagi kita untuk menambah amal-amal kita dan pahala kita di sisi Allah.
MINA: Kondisi saung tampaknya mulai rapuh, rencana ke depan?
Ustadz Reza: Saung Quran sendiri berencana untuk mengembangkan dirinya. Bagaimana pun juga kami harus mengakomodir santri-santri yang ingin mendaftar. Caranya dengan menambah ruangan kelas dengan merenovasi saung lama yang terbuat dari bambu dan semakin rapuh dimakan rayap. Kita akan ganti dengan saung yang terbuat dari kayu kelapa dari Sulawesi yang usianya sudah 50 tahun dengan luas 4 X 10 setinggi dua lantai. Dan itu membutuhkan dana sekitar 200 juta.
Mudah-mudahan saudara kita yang ada di luar sana, yang ingin menjadi bagian dari proyek Saung Quran ini, yang ingin mendapatkan pahala yang terus mengalir hingga hari kiamat, maka bergabunglah dengan kami. Kami yakin seyakin-yakinnya, amal Anda tidak akan sia-sia, in syaallah.
Bagi donatur yang ingin membantu, kami membuka rekening Saung Quran atas nama Reza Soulthan, dengan rekening BRI: 322501015699534, Mandiri: 1180005802813, dan Muamalat: 0188222807.
MINA: Dana yang digunakan sekarang asalnya dari mana?
Ustadz Reza: Sejauh ini, dana masih berasal dari uang pribadi saya dan beberapa teman yang memiliki kepedulian menginfakkan harta mereka, jasa mereka untuk bisa menggaji guru-guru meski sangat minim untuk seorang sarjana Al-Quran, dan juga untuk operasional. Seperti membeli Al-Qur’an, dan buku-buku kami cetak sendiri. Tapi para pengajar memang niatnya karena Allah.
MINA: Apakah Saung Quran ada niat membangun jaringan?
Ustadz Reza: Kami berencana akan menghadirkan konsep “tersebar”. Beberapa pesantren konsepnya “membesar”, tersentral di satu titik dan membesar di sana. Kita akan tersebar dengan mendekati masyarakat urban yang sulit untuk mengakses pendidikan Al-Quran yang bermutu dengan harga yang mahal.
Jika kita diibaratkan market, kita adalah mini market yang brand-nya ada di mana-mana. Supaya masyarakat tidak perlu jauh-jauh ke pesantren dan anak-anak tidak perlu jauh dari orang tuanya dan membayar dengan jumlah yang mahal.
Ke depan kami akan membuat Saung Quran tersebar, in syaallah. (L/P09/EO2).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Nama : Reza Soulthan, S.Pdi
Aktivitas : Ketua Yayasan Telaga Zamzamy, Owner Saung Quran, Sekretaris Ikatan Dai Indonesia Jakarta Barat, pengajar agama Islam di beberapa perusahaan dan kampus.