Siapa Yang Pertama Membangun Masjidil Aqsha?

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Duta Al-Quds, Redaktur Senior MINA

Masjid Al-Aqsha bermakna “masjid terjauh”. Artinya masjid yang pada saat itu terjauh dari Masjidil Haram di Makkah.

Masjid Al-Aqsha atau disebut juga dengan Baitul Maqdis di Kota Al-Quds (Yerusalem), Palestina, adalah salah satu masjid yang namanya disebutkan dalam kitab suci Al-Quran, yaitu di dalam Surat Al-Isra ayat pertama:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Artinya : “Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha yang diberkahi sekelilingnya untuk Kami perlihatkan tanda-tanda kekuasaan Kami, bahwasanya Dia itu Maha Mendengar dan Maha Melihat“. (QS Al-Isra [17]: 1).

Ada perbedaan di antara para ahli sejarah Islam, tentang siapa yang pertama kali membangun atau mendirikan Masjid Al-Aqsha. Sebab tidak ditemukan dalil atau teks yang jelas tentang siapa yang pertama membangun .

Namun tidak ada perselisihan bahwa Masjidil Aqsha atau Baitul Maqdis di Palestina adalah tempat tertua di muka bumi yang telah mengenal tauhid setelah Masjidil Haram di Makkah Al-Mukarramah. Juga tidak ada perbedaan jangka waktu penempatan keduanya adalah 40 tahun.

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, bahwa Masjid Al-Aqsha adalah masjid kedua yang didirikan di muka bumi setelah Masjidil Haram.  Hadits tersebut berbunyi sebagai berikut:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي الْأَرْضِ أَوَّلُ قَالَ الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ ثُمَّ الْمَسْجِدُ الْأَقْصَى قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ يَعْنِي بَيْتَ الْمَقْدِسِ قَالَ قُلْتُ كَمْ بَيْنَهُمَا قَالَ أَرْبَعُونَ سَنَةً

Artinya : “Wahai Rasulullah, masjid apakah yang pertama diletakkan oleh Allah di muka bumi?” Beliau bersabda, “Al-Masjid Al-Haram”. Abu Dzar bertanya lagi, “Kemudian apa?”. Beliau bersabda, “Kemudian Al-Masjid Al-Aqsha”. Berkata Abu Mu’awiyah “Yakni Baitul Maqdis” . Abu Dzar bertanya lagi, “Berapa lama antara keduanya?”. Beliau menjawab, “Empat puluh tahun”. (HR Ahmad dari Abu Dzar).

Berdasarkan dalil ini, para ilmuwan dan sejarawan Muslim mengetengahkan sejumlah hasil penelitian tentang yang membangun pertama kali Masjid Al-Aqsha, sedikitnya ada empat pendapat mengenai hal ini, yaitu :

Pendapat Pertama, Para Malaikat.

Pendapat Kedua, Nabi Adam ‘Alaihis Salam.

Pendapat Ketiga, Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam.

Pendapat Keempat, Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam.

Mengenai pendapat pertama, bahwa para Malaikat yang mendirikan awal pondasi Masjidil Aqsha. Tentu belum seperti bangunan yang sekarang, dengan tembok tinggi, dikelilingi pagar tembok dengan area 114 hektar, dan ada Masjid Kubah Sakhrahnya.

Pendapat ini disanggah oleh sebagian ahli tafsir, karena para Malaikat punya alam sendiri dan memiliki tempat tersendiri sebagai pusat ibadah yaitu Baitul Makmur di langit. Seperti disebutkan di dalam Al-Quran:

وَالْبَيْتِ الْمَعْمُورِْ وَالسَّقْفِ الْمَرْفُوعِْ . وَالْبَحْرِ الْمَسْجُورِ

Artinya: “Demi Baitul Ma’mur. Demi atap yang ditinggikan (langit). Demi laut yang di dalam tanahnya ada api,” (QS Ath-Thur: 4-6).

Baitul Makmur adalah bangunan yang sangat mulia, berada di langit ketujuh. Di sanalah para Malaikat beribadah, sebagaimana manusia beribadah di sekitar Ka’bah.

Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi dalam Kitab Tafsir An-Nafahat Al-Makkiyah menjelaskan mengenai ayat ini, “Dan demi Baitul Ma’mur,” yaitu rumah yang berada di atas langit ketujuh yang dimakmurkan sepanjang waktu oleh para Malaikat yang mulia.

Sejumlah 70.000 malaikat, di tempat itu mereka menyembah Allah, kemudian tidak keluar lagi hingga Hari Kiamat.

Baitul Ma’mur dikatakan juga sebagai Baitullah (rumah Allah) yang dimakmurkan oleh para Malaikat yang berthawaf, shalat dan berdzikir pada setiap waktu.

Penjelasan tersebut juga berdasarkan peristiwa ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diperjalankan pada malam peristiwa Isra Mi’raj, ketika sampai di langit ketujuh, beliau melihat Baitul Ma’mur.

فَأَتَيْنَا السَّمَاءَ السَّابِعَةَ فَأَتَيْتُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ مَرْحَبًا بِكَ مِنِ ابْنٍ وَنَبِىٍّ، فَرُفِعَ لِي الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ فَسَأَلْتُ جِبْرِيلَ ، فَقَالَ : هَذَا الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ ، يُصَلِّي فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ ، إِذَا خَرَجُوا لَمْ يَعُودُوا إِلَيْهِ آخِرَ مَا عَلَيْهِمْ

Artinya: Kami mendatangi langit ketujuh. Lalu aku mendatangi Nabi Ibrahim, aku memberi salam kepadanya dan beliau menyambut, “Selamat datang putraku, sang Nabi.” Lalu aku melihat Baitul Makmur. Akupun bertanya kepada Jibril. “Ini adalah Baitul Makmur, setiap hari, tempat ini dikunjungi 70.000 Malaikat untuk melakukan shalat di sana. Setelah mereka kaluar, mereka tidak akan kembali lagi ke tempat ini.” (HR Bukhari dan Muslim).

Menurut penjelasan Ibnu Katsir, Baitul Ma’mur adalah Ka’bah bagi penghuni langit ketujuh.

Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu menjelaskan tentang Baitul Makmur, itu adalah bangunan di langit, sejajar dengan Ka’bah. Kemuliaan bangunan ini di langit sebagaimana kemuliaan Ka’bah di bumi. Setiap hari dimasuki oleh 70.000 malaikat, dan mereka tidak kembali lagi.

Mengenai pendapat kedua menurut sebagian ulama ahli tafsir mengatakan bahwa Nabi Adam ‘Alaihis Salam yang mendirikan awal pondasi Masjidil Aqsha, 40 tahun setelah mendirikan Masjidil Haram, atas perintah Allah.

Sepeninggal Nabi Adam ‘Alaihis Salam, pembangunan dan pemakmuran Masjid Al-Aqsha dilanjutkan oleh Nabi Nuh ‘Alaihis Salam pada sekitar tahun 2000 SM.

Kemudian dilanjutkan oleh Nabiyullah Ibrahim ‘Alaihis Salam, Nabi Ishaq ‘Alaihis Salam dan Nabi Ya’kub ‘Alaihis Salam, Nabi Dawud ‘Alaihis Salam dan diperbaharui kembali oleh Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam pada tahun 1000 SM.

Adapun pendapat ketiga yang mengatakan bahwa Masjidil Aqsha dibangun pertama kali oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam, disanggah juga. Pendapat ini dianggap tidak tepat, sebab di dalam Al-Quran dikatakan Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam itu mengangkat atau meninggikan kembali bangunan Ka’bah (Masjidil Haram) di atas pondasi dasarnya yang sudah ada sebelumnya.

Seperti disebutkan di dalam ayat:

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ﴿البقرة:١٢٧﴾

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail” (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS Al-Baqarah [2]: 127).

Jika Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam disebutkan sebagai orang yang pertama kali membangun Ka’bah (Masjidil Haram), maka kalimatnya tentu bukan meninggikan, tapi membangun. Sementara berdasarkan hadits, 40 tahun setelah membangun Ka’bah (Masjidil Haram), dibangunlah Masjidil Aqsha.

Padahal Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam ketika berada di Yerusalem, tidak disebutkan membangun Masjidil Aqsha 40 tahun setelah membangun Masjidil Haram.

Maka, dasar yang lebih kuat adalah bahwa yang membangun kedua Masjid suci itu, Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha  adalah orang yang sama, yakni Nabi Adam ‘Alaihis Salam, dan diperintahkan oleh Dzat yang sama, Allah.

Saat banjir besar yang melanda bumi di masa Nabi Nuh, masih bisa dijumpai sisa-sisa bangunan Masjid al-Aqsha yang dibangun oleh Nabi Adam.

Pandangan keempat tentang penyebutan Nabi Sulaiman bin Dawud ‘Alaihimas Salam yang pertama kali membangun Masjidil Aqsha, tidak sesuai dengan hadits berikut:

أَنَّ سُلَيْمَانَ بْنَ دَاوُدَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَنَى بَيْتَ الْمَقْدِسِ سَأَلَ اللهَ – عَزَّ وَجَلَّ – خِلَالاً ثَلَاثَةً؛ سَأَلَ اللهَ – عَزَّ وَجَلَّ – : حُكْماً يُصَادِفُ حُكْمَهُ، فَأُوتِيَهُ، وَسَأَلَ اللهَ – عَزَّ وَجَلَّ – مُلْكاً لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ، فَأُوتِيَهُ، وَسَأَلَ اللهَ – عَزَّ وَجَلَّ – حِيْنَ فَرَغَ مِنْ بِنَاءِ الْمَسْجِدِ أَنْ لَا يَأْتِيَهُ أَحَدٌ لَا يَنْهَزُهُ إلَّا الصَّلَاةُ فِيْهِ أَنْ يُخْرِجَهُ مِنْ خَطِيْئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ (فِي رِوَايَةٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ : أَمَّا اثْنَتَانِ فَقَدْ أُعْطِيَهُمَا وَأَرْجُو أَنْ يَكُوْنَ قَدْ أُعطِيَ الثَّالِثَةَ(

Artinya : ”Sesungguhnya ketika Nabi Sulaiman bin Nabi Dawud membangun kembali Baitul Maqdis, (ia) meminta kepada Allah ’azza wa jalla tiga perkara. (Yaitu), meminta kepada Allah ’azza wa jalla agar (diberi taufiq) dalam memutuskan hukum yang menepati hukum-Nya, lalu dikabulkan; dan meminta kepada Allah ’azza wa jalla dianugerahi kerajaan yang tidak patut diberikan kepada seseorang setelahnya, lalu dikabulkan; serta memohon kepada Allah bila selesai membangun masjid, agar tidak ada seorangpun yang berkeinginan shalat di situ, kecuali agar dikeluarkan kesalahannya seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya (dalam riwayat lain : Lalu Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Adapun yang kedua, maka telah diberikan. Dan aku berharap, yang ketiga pun dikabulkan)”. (HR An-Nasa’i, Ibn Majah, dan Ahmad).

Di sini dikatakan Nabi Sulaiman bin Nabi Dawud ‘Alihimas Salam membangun kembali Baitul Maqdis. Jadi, bukan membangun yang pertama kalinya.

Pendapat lain juga ada, seperti disebutkan bahwa yang pertama kali membangun Masjidil Aqsha adalah Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam, atau Nabi Dawud ‘Alaihis Salam. Namun, pendapat tersebut terbantahkan oleh dalil-dalil sebelumnya.

Akan tetapi, Nabi-Nabi tersebut, yaitu Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam dan Nabi Dawud ‘Alaihis Salam memang pernah mendiami atau hidup di Yerusalem, Palestina.

Namun yang jelas dan yang jauh lebih penting dari berbagai perbedaan tersebut, yang tetap kita hargai sebagai khazanah keilmuan dari berbagai referensi, adalah bahwa Masjidil Aqsha memiliki kedudukan yang mulia dan terhormat dalam Islam. Karena itu, menjadi kewajiban kita memuliakannya, seperti para Nabi dan Rasul utusan Allah memuliakannya.

Terlebih saat ini kondisi Masjidil Aqsha masih dalam pendudukan, pejajahan, penodaan, Yahudisasi dan progress pembongkarannya. Maka kita semua kaum Muslimin di seluruh dunia mempunyai kewajiban untuk membebaskannya dari cengkeraman penjajah Zionis Israel, dan mengembalikannya ke pangkuan kaum Muslimin.

Itu semua karena Masjidil Aqsha adalah hak milik utama kita semua (haqquna) kaum Muslimin. Al-Aqsha Haqquna ! Allahu Akbar !! (A/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.