Sinetron Islami Tapi Menyesatkan

Ilustrasi. (Foto: Rin Ismi)

Oleh Rudi Hendrik, jurnalis MINA.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

وَلَا تَلۡبِسُواْ ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَـٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ ٱلۡحَقَّ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ

 

Artinya, “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2] ayat 42).

Jika mengikuti perjalanan persinetronan televisi Indonesia, maka akan kita dapati nuansa Islami yang kental. Muslimah berjilbab sudah sering tampil sebagai tokoh utama, ditambah adanya tokoh ustaz. Adegan membaca Al-Quran pun sudah tidak menjadi tabu di , plus tebar salam yang semakin marak. Hal yang sama juga bisa kita jumpai di film televisinya.

Namun, meski persinetronan dan film televisi Indonesia semakin Islami, tapi sungguh disayangkan, tema kebatilan tetap menjadi cerita utama yang sering diusung.

Contoh sinetron seri bergenre komedi horor di salah satu stasiun televisi. Tema pesugihan menjadi cerita utama. Meski bernuansa Islam dengan adanya pemain berhijab, selalu salam di saat datang dan pergi, dan adanya seorang ustaz, tapi penonton selalu disuguhi cerita pesugihan, hantu orang yang mati, dan berbagai trik kejahatan demi mendapatkan keuntungan. Tidak hanya tayang setiap hari, tapi dalam sehari tayang tiga seri cerita.

Di stasiun yang lain, sinetron bergenre anak tayang setiap hari. Sama dengan nuansa Islam yang kental, tapi sayang cerita utamanya tentang anak-anak yang memiliki kekuatan supranatural.

Di sinetron yang lain, nuansa Islami pun ada, tapi sinetron yang tayang hampir setiap malam itu hanya menunjukkan perkelahian geng motor dengan berbagai gaya kehidupan anak muda, lengkap dengan cerita berpacaran.

Berbeda dengan sinetron luar negeri yang lebih berkualitas, sinetron Indonesia lebih cenderung menampilkan klenik, komedi dan karakter kedunguan. Begitu populernya drama komedi yang identik karakter dungu, sampai-sampai sinetron tersebut dibuat sampai seribu lebih episode.

Tidak dapat dipungkiri, konten-konten yang ada di televisi tidak selamanya memberikan pengaruh baik bagi penontonnya, terutama anak-anak.

Tayangan, adegan drama, dan ide cerita yang berulang-ulang jelas bisa mempengaruhi penonton. Terlebih drama Indonesia sekarang memiliki banyak bumbu Islami, seolah-olah menjadi pembenaran tentang pacaran, pembenaran tentang supranatural, pesugihan, perkelahian dan kedunguan.

Seharusnya, televisi bisa menjadi sarana belajar bagi khalayak, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Tayangan televisi justru memiliki dampak yang buruk terhadap perilaku masyarakat. Banyak tingkah laku dalam program televisi yang sangat tidak layak untuk ditirukan atau diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Televisi adalah sebuah media yang tergolong paling unik dalam sejarah penemuan media saat ini. Jalur komunikasi yang memadukan dua unsur yaitu audio dan visual membuat media ini lebih mudah untuk dinikmati dibandingkan dengan media lain yang hanya memadukan satu jalur komunikasi saja. Masyarakat lebih tertarik menonton televisi ketimbang membaca koran yang hanya bisa dinikmati visualnya dengan cara membaca, atau radio yang hanya bisa dinikmati audionya saja.

Pengaruh televisi terhadap perkembangan zaman sudah sangat besar. Namun dari sinilah keprihatinan kita bermula, karena televisi sangat besar pengaruhnya untuk membentuk pola pikir masyarakat.

Pola pikir masyarakat yang sudah ketergantungan pada sinetron, akan terus membuat sinetron menjadi pilihan utama mereka. Pola pikir masyarakat ini yang menjadikan sinetron sebagai tempat hiburan mereka ketika lelah beraktifitas seharian.

Begitu besarnya efek negatif dari pertelevisian, ulama berbeda pendapat dalam menyikapinya. Televisi akan menjadi haram jika acara-acara yang ditayangkan adalah program yang merusak. Namun sebaliknya, televisi akan sangat bermamfaat jika acara-acara yang ditampilkan bersifat edukatif.

Untuk menyaingi acara-acara jahiliyah yang disuguhkan oleh berbagai televisi swasta, kini telah menjamur berbagai televisi dakwah. Televisi dakwah yang menayangkan berbagai acara pengajian, ceramah dan program membaca Al-Quran.

Namun sayang, belum ada pengusaha Muslim maupun organisasi Islam yang sanggup membidani lahirnya stasiun TV Islam nasional. Alhasil, wacana tersebut tidak mendapat respons positif dan perlahan hilang dari peredaran.

Masalah utamanya terletak pada keuangan, karena mendirikan stasiun televisi harus memiliki modal yang besar.

Stasiun televisi dakwah memang sudah banyak, tapi belum bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat. Televisi-televisi ini baru bisa diakses dengan parabola atau streaming.

Pada akhirnya, kita hanya berharap televisi-televisi dakwah bisa lebih maju dan ada peningkatan sehingga mudah untuk diakses oleh masyarakat umum. Juga kita berharap, para rumah produksi bisa lebih mementingkan kualitas dan edukasi dari pada mengejar rating semata, tanpa peduli bahwa apa yang mereka suguhkan justru menyesatkan masyarakat.

Meski tidak ada deklarasi secara terang-terangan, televisi –khususnya film dan sinetron- adalah sarana ampuh bagi musuh-musuh Islam mengubah gaya hidup masyarakat.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

وَلَن تَرۡضَىٰ عَنكَ ٱلۡيَہُودُ وَلَا ٱلنَّصَـٰرَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَہُمۡ‌ۗ قُلۡ إِنَّ هُدَى ٱللَّهِ هُوَ ٱلۡهُدَىٰ‌ۗ وَلَٮِٕنِ ٱتَّبَعۡتَ أَهۡوَآءَهُم بَعۡدَ ٱلَّذِى جَآءَكَ مِنَ ٱلۡعِلۡمِ‌ۙ مَا لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن وَلِىٍّ۬ وَلَا نَصِيرٍ

Artinya, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)’. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2] ayat 120).

(A/RI-1/RS3)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.