Khartoum, MINA – Sudan mengakhiri 30 tahun pemerintahan Islam dan menjadikannya negara demokratis.
Menurut laporan Logical Indian, Ahad (6/9), Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan Abdel-Aziz Adam al-Hilu, pemimpin Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan-Utara menandatangani deklarasi tersebut di Addis Ababa pada Kamis.
“Negara tidak akan mendirikan agama resmi. Tidak ada warga negara yang boleh didiskriminasi berdasarkan agama mereka,” bunyi pernyataan tersebut. VOA News melaporkan.
“Agar Sudan menjadi negara demokratis di mana hak-hak semua warga negara dijunjung, konstitusi harus didasarkan pada prinsip pemisahan agama dan negara, yang tidak ada hak untuk menentukan nasib sendiri yang harus dihormati,” deklarasi tersebut menyatakan.
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
Kedua belah pihak juga sepakat untuk mengadakan lokakarya negosiasi informal yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah kontroversial yang melibatkan hak untuk menentukan nasib sendiri semua warga negara.
Keputusan itu diambil empat hari setelah pemerintah menandatangani kesepakatan damai dengan koalisi pasukan Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan-Utara yang meningkatkan harapan untuk mengakhiri kekerasan yang melumpuhkan wilayah Darfur dan bagian lain Sudan yang telah berlanjut selama bertahun-tahun.
Hamdok dan al-Hilu mengatakan mereka yakin perlu mencapai solusi politik yang komprehensif untuk semua konflik Sudan, yang akan mengatasi akar penyebab krisis yang mengguncang negara itu. (T/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pengadilan Belanda Tolak Gugatan Penghentian Ekspor Senjata ke Israel