SUKSES hakiki bukan sekadar memiliki kekayaan materi, tetapi juga mencakup kekayaan hati dan kekayaan akhirat. Dalam Islam, kesuksesan sejati diukur bukan hanya dari harta yang melimpah, tetapi juga dari ketenangan batin dan bekal menuju kehidupan setelah mati. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, “Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. An-Nahl: 97). Ayat ini menegaskan bahwa kesuksesan sejati berlandaskan amal saleh dan keimanan, bukan hanya sekadar harta duniawi.
Kaya harta dalam Islam bukanlah sesuatu yang tercela, asalkan diperoleh dengan cara yang halal dan digunakan untuk kebaikan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang pedagang yang sukses sebelum diangkat menjadi Nabi, dan banyak sahabatnya yang kaya raya, seperti Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Namun, mereka tidak terikat dengan harta mereka, melainkan menjadikannya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Islam tidak melarang seseorang menjadi kaya, justru mendorong umatnya untuk bekerja keras dan mencari rezeki dengan penuh kesungguhan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik harta yang baik adalah yang dimiliki oleh orang saleh.” (HR. Ahmad).
Kaya hati adalah kekayaan yang lebih tinggi nilainya daripada sekadar harta benda. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati.” (HR. Bukhari dan Muslim). Orang yang kaya hati adalah mereka yang memiliki rasa syukur, qana’ah, dan tidak bergantung pada dunia. Mereka tidak gelisah jika kehilangan sesuatu dan tidak sombong jika diberi nikmat. Dengan kekayaan hati, seseorang bisa merasa cukup dengan apa yang dimilikinya dan hidup dengan penuh ketenangan serta kebahagiaan sejati.
Islam mengajarkan bahwa harta dunia hanya sementara, sementara yang abadi adalah bekal akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan dalam haditsnya, “Apa yang dimiliki manusia hanyalah tiga hal: makanan yang telah dimakan, pakaian yang telah dipakai, dan amal saleh yang ditabung untuk akhirat.” (HR. Muslim). Oleh karena itu, seorang Muslim yang cerdas adalah yang menjadikan kekayaannya sebagai sarana untuk menyiapkan bekal akhirat. Bersedekah, membantu orang lain, dan berinfak di jalan Allah adalah bentuk investasi yang tidak akan merugi.
Baca Juga: 7 Kunci Keberkahan Hidup: Kaya Harta, Bahagia Jiwa
Kesuksesan hakiki mencakup keseimbangan antara dunia dan akhirat. Allah Ta’ala berfirman, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu lupakan bagianmu dari dunia…” (Qs. Al-Qasas: 77). Ayat ini menunjukkan bahwa seorang Muslim harus memiliki orientasi akhirat tanpa meninggalkan tanggung jawabnya di dunia. Islam tidak mengajarkan hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan, tetapi mengarahkan umatnya agar menjadikan dunia sebagai ladang amal menuju kehidupan yang lebih baik di akhirat.
Salah satu kunci sukses hakiki adalah keikhlasan dalam beramal. Banyak orang kaya yang tidak merasakan kebahagiaan karena hatinya dipenuhi dengan ketamakan dan kekhawatiran akan kehilangan harta. Sebaliknya, orang yang kaya hati senantiasa merasa bahagia karena memiliki ketenangan batin. Keikhlasan dalam menggunakan harta untuk kebaikan akan membawa keberkahan yang luar biasa, sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh bulir; pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 261).
Selain itu, kesuksesan hakiki juga erat kaitannya dengan sifat amanah dan kejujuran. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersama para nabi, orang-orang yang benar, dan para syuhada di hari kiamat.” (HR. Tirmidzi). Hal ini menunjukkan bahwa dalam mencari kekayaan, seseorang harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan integritas. Harta yang diperoleh dengan cara yang haram hanya akan membawa kesengsaraan di dunia dan akhirat.
Sukses hakiki juga memerlukan kesabaran dan keteguhan hati dalam menghadapi ujian. Tidak selamanya kekayaan dunia menjadi tanda kesuksesan sejati. Ada kalanya Allah Ta’ala menguji seseorang dengan kesulitan agar mereka lebih mendekat kepada-Nya. Allah berfirman, “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ dan mereka tidak diuji?” (Qs. Al-Ankabut: 2). Oleh karena itu, seseorang yang sukses hakiki adalah yang mampu menghadapi ujian dengan kesabaran dan tetap teguh dalam keimanannya.
Baca Juga: Bekerja Sesuai Keahlian
Keseimbangan antara kaya harta, kaya hati, dan kaya akhirat juga ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam kehidupan sehari-harinya. Beliau memiliki kesempatan untuk hidup dalam kemewahan, tetapi memilih kehidupan yang sederhana. Meskipun begitu, beliau tidak melarang umatnya untuk mencari harta, selama tidak melalaikan kewajiban kepada Allah. Para sahabat yang kaya seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab juga menjadikan harta mereka sebagai sarana untuk menolong agama Islam.
Pada akhirnya, sukses hakiki bukan diukur dari seberapa banyak harta yang dikumpulkan, tetapi dari seberapa banyak keberkahan yang didapat dan seberapa besar manfaat yang diberikan kepada sesama. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad). Oleh karena itu, seseorang yang ingin mencapai kesuksesan sejati harus memastikan bahwa kekayaannya bukan hanya membawa manfaat bagi dirinya, tetapi juga bagi masyarakat dan agamanya.
Kesuksesan hakiki adalah perpaduan antara kekayaan materi yang halal, ketenangan hati yang bersumber dari keimanan, serta persiapan untuk kehidupan akhirat. Tanpa keseimbangan ini, seseorang hanya akan terjebak dalam ilusi kesuksesan duniawi yang sementara. Dengan memahami konsep ini, seorang Muslim dapat menjalani hidup dengan penuh makna, meraih kebahagiaan sejati, dan mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah Ta’ala di akhirat kelak.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Siklus Ramadhan