Jakarta, 25 Rabi’ul Akhir 1437/4 Januari 2015 (MINA) – Survei yang dilakukan oleh Manulife menunjukkan bahwa investor di Indonesia hanya fokus pada perencanaan keuangan dalam jangka pendek dan tidak memiliki strategi yang jelas untuk jangka panjang.
“Hal ini dapat membahayakan stabilitas keuangan mereka di masa depan,” demikian dikemukakan Rusli Chan, Chief Agency Manager dari PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, dalam pemaparan hasil survei itu hari Kamis, seperti yang disampaikan pada Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Survei juga mengungkapkan bahwa investor tidak mengelola pengeluaran harian mereka secara efektif dan tidak memiliki tujuan keuangan yang jelas, di mana mayoritas (70%) tidak memiliki target jumlah dana simpanan dalam jangka waktu tertentu.
Selain itu, meskipun mayoritas investor mengakui perlunya perencanaan investasi yang lebih baik di tengah kondisi pasar yang berfluktuasi, survei justru menunjukkan bahwa investor terus melakukan kesalahan yang sama, seperti menyimpan terlalu banyak dana tunai di tabungan atau deposito.
Baca Juga: Tim SAR dan UAR Berhasil Evakuasi Jenazah Korban Longsor Sukabumi
Kurang Disiplin
Manulife Investor Sentiment Index mengungkapkan bahwa lebih dari separuh investor (53%) menghabiskan 70% atau lebih penghasilannya setiap bulan, sementara 1 dari 10 investor menghabiskan lebih dari 90% penghasilan bulanannya.
Selain itu, 1 dari 4 investor akan meminjam uang dalam kurun waktu 3 bulan jika mereka kehilangan sumber penghasilan utamanya. Temuan tersebut menunjukkan bahwa mereka sangat mengandalkan penghasilan bulanannya dan hanya memiliki sedikit simpanan. “Terlebih lagi, 40% investor tidak memantau pengeluaran mereka sama sekali. Kondisi ini semakin memperparah pengelolaan arus kas bulanan rumah tangga,” demikian kesimpulan survei.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Walaupun hanya 1 dari 5 investor di Indonesia yang saat ini memiliki utang, pengelolaan keuangan yang buruk dapat menyebabkan terjadinya tren perilaku berutang di masa depan, terutama karena sebagian besar investor menyebut biaya kebutuhan sehari-hari dan gaya hidup sebagai kontributor terbesar utang mereka. Padahal, biaya-biaya tersebut dapat dimitigasi dengan mudah melalui pengelolaan keuangan yang lebih baik.
Selain kurangnya kontrol terhadap pengeluaran harian, survei juga menemukan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia gagal menyimpan dana untuk kebutuhan jangka panjang. Lebih dari 70% investor mengatakan bahwa mereka tidak memiliki target jumlah dana simpanan. Dari investor yang memiliki target dana simpanan, ternyata sebagian besar hanya memiliki tujuan jangka pendek, di mana 76% memiliki target simpanan hanya untuk 1-4 tahun ke depan saja.
Selain itu, investor menempatkan rata-rata sepertiga (33%) dari dana simpanannya di rekening tabungan atau deposito tanpa tujuan tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki tujuan keuangan yang jelas.
Survei juga mengungkapkan bahwa sebagian besar investor Indonesia fokus pada dana simpanan untuk beragam pengeluaran dalam jangka pendek hingga menengah, di mana biaya pendidikan anak atau pernikahan anak dan biaya kesehatan menempati dua prioritas tujuan keuangan. Sedangkan simpanan untuk dana pensiun hanya menempati urutan keempat.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
Rusli Chan, Chief Agency Officer PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia mengatakan, “Survei ini mengungkap beberapa pola pengeluaran yang sangat memprihatinkan. Jika jumlah pengeluaran para investor masih terus lebih besar daripada pendapatan bulanan mereka, maka mereka akan terlilit utang jangka panjang dan terkena dampak finansial yang serius di kemudian hari. Dengan meningkatnya angka harapan hidup masyarakat Indonesia secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir, adalah memprihatinkan jika persiapan dana pensiun tidak menjadi prioritas keuangan yang utama.
“Para investor sebaiknya segera berkonsultasi dengan penasihat keuangan agar mereka dapat mengelola pengeluaran hariannya dengan lebih baik dan menyiapkan rencana keuangan jangka panjang,” katanya.
Mengulangi Kesalahan
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Meski kurang disiplin dalam pengelolaan keuangan, sebagian besar investor menyadari bahwa mereka seharusnya mengelola keuangan dengan lebih baik, dimana 59% investor berharap memiliki perencanaan investasi yang lebih baik.
Secara spesifik, 25% investor menyesali keputusannya menyimpan dana tunai di tabungan atau deposito, sementara 28% lainnya menyesal tidak berinvestasi pada waktu yang tepat.
Walaupun investor memiliki niat yang baik terkait perencanaan keuangan mereka, survei menunjukkan bahwa mereka terus mengulang kesalahan yang sama.
Terbukti, walapun para investor mengatakan bahwa mereka menyesal menyimpan dana tunai di tabungan dan deposito dalam jumlah yang terlalu banyak, investor meningkatkan jumlah simpanan dalam bentuk dana tunai sejak tahun lalu. Simpanan dana tunai naik dari 30% pada Q4 2014 menjadi 38% pada Q4 2015. Tidak tertutup kemungkinan bagi para investor untuk terus mengulangi kesalahan-kesalahan keuangan yang sama, karena dalam membuat perencanaan keuangan para investor mengandalkan penilaian dan pengetahuan pribadi (77%) atau saran dari pasangan (75%). Sementara saran dari perencana keuangan/ahli investasi memiliki pengaruh yang lebih sedikit (11%), bahkan lebih rendah bila dibandingkan dengan pengaruh media (20%).
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Dikemukakan pula selanjutnya, sebagai dampak dari turunnya nilai tukar rupiah dan kekhawatiran terhadap kondisi pasar yang berfluktuasi, harapan investor terhadap imbal hasil investasi menjadi lebih realistis, turun signifikan dari rata-rata 14,8% di Q4 2014 menjadi 11,8% untuk tahun 2016. Namun investor masih terus menerapkan pendekatan tradisional dalam pengalokasian portofolio mereka. Hal ini ditunjukkan dengan fakta bahwa ketika mereka ditanyakan mengenai rencana investasi mereka di masa depan, secara menakjubkan, 92% mengklasifikasikan simpanan di rekening bank dan deposito sebagai investasi, meskipun fakta menunjukkan bahwa pendekatan ini tidak mungkin dapat membantu mereka meraih imbal hasil yang diharapkan. Selain itu, survei juga mengungkap bahwa investor menganggap dana tunai (72%) dan emas (67%) sebagai metode perlindungan terbaik untuk menghadapi kejadian yang tidak diharapkan, sementara alternatif lainnya tidak begitu diminati.
“Dalam kondisi pasar seperti apapun, walaupun ketika pasar kelihatannya tidak menguntungkan, investor disarankan untuk tetap melakukan investasi pada beragam portofolio daripada hanya menyimpan dananya di tabungan atau deposito. Karena pada akhirnya, investor tetap membutuhkan perencanaan keuangan yang menyeluruh, yang mencakup pengelolaan pengeluaran harian, memiliki portofolio investasi yang terdiversifikasi, serta tujuan keuangan yang lebih terarah, agar keuangan mereka dapat lebih terjamin dalam jangka panjang,” kata Legowo Kusumonegoro, Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia.
“Kita harus menyadari bahwa anak-anak kita meniru dan belajar dari perilaku keuangan orang tuanya. Untuk menghindari terulangnya kesalahan pengelolaan keuangan, maka pendidikan keuangan harus dilakukan di setiap keluarga. Orang tua harus harus berusaha untuk menaikkan tingkat kecerdasan finansialnya dan menerapkannya dalam gaya hidup mereka agar kekayaan rumah tangga dapat lebih meningkat dan pada saat yang sama orang tua bisa menjadi teladan bagi anak-anak mereka dalam pengelolaan keuangan yang baik,” tambah Legowo.
Manulife Investor Sentiment Index (MISI) di Asia adalah survei eksklusif yang dilakukan Manulife setiap semester untuk mengukur dan melacak pandangan investor di delapan pasar di kawasan tersebut mengenai perilaku mereka terhadap kelas-kelas aset utama dan hal-hal lain yang terkait dengan perencanaan keuangan pribadi. Indeks dihitung sebagai skor bersih (persentase “waktu yang sangat baik” dan “waktu yang baik” dikurangi persentase “waktu yang buruk” dan “waktu yang sangat buruk”) untuk setiap kelas aset. Indeks keseluruhan adalah hasil rata-rata angka indeks dari setiap kelas aset. Nilai positif berarti sentimen yang positif, indeks nol berarti sentimen yang netral, dan indeks negatif berarti sentimen yang negatif.
Baca Juga: Israel Bom Sekolah di Gaza, Delapan Warga Syahid
MISI didasarkan pada 500 wawancara online di Hong Kong, Tiongkok, Taiwan, Jepang, Singapura, Malaysia, dan Filipina. dan wawancara tatap muka di Indonesia. Para responden adalah investor kelas menengah hingga atas, berusia 25 tahun ke atas yang menjadi pengambil keputusan utama dalam hal-hal terkait keuangan di rumah tangga dan saat ini sudah memiliki produk investasi.
MISI merupakan seri penelitian yang telah lama dilakukan di Amerika Utara. MISI sudah mengukur sentimen investor di Kanada selama 17 tahun terakhir, dan memperluas survei ini ke perusahaan John Hancock di Amerika Serikat pada tahun 2011 dan Asia pada tahun 2013. Kelas-kelas aset yang diamati dalam perhitungan MISI Asia adalah saham/ekuitas, real estate (rumah utama atau investasi properti lainnya), reksa dana, investasi pendapatan tetap, dan uang tunai. (P022/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Uganda Bertekad Gelorakan Semangat KAA