Banda Aceh, MINA – Tiga terpidana WNI asal Aceh mendapat pengampunan dari Raja Malaysia atau Yang di-Pertuan Agong, setelah proses panjang yang dilakukan Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, dan peran Presiden sejak era Susilo Bambang Yudhoyono hingga masa Joko Widodo ini.
Ketiganya yakni Bustamam bin Bukhari, Tarmizi bin Yaacob dan Sulaiman bin Ismail, dijatuhi hukuman mati yang bersifat final dan mengikat di Mahkamah Persekutuan Malaysia pada tahun 2010.
Tiga terpidana mati asal Aceh itu dinyatakan bersalah dalam kasus peredaran narkoba jenis ganja di Malaysia.
Dua tahun kemudian ketiganya dapat keringanan hukuman dari hukman mati menjadi hukuman 20 tahun penjara, tapi dengan bantuan pemerintah mereka terus berjuang mendapatkan keringanan hukuman.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Dengan pengampunan kedua kalinya ini pada pertengahan 2019, ketiganya bebas dan dapat pulang kembali ke tanah air, Jumat (9/8).
Lantas, bagaimana awal perjalanan mereka hingga mendekam dibalik jeruji besi ?
Kepada awak media, mereka bertiga bercerita awal mula datang ke Malaysia hingga masuk bui.
Awalnya, Bustamam bekerja sebagai tukang bangunan. Begitu pun Tarmizi. Lantas banyaknya permintaan ganja, membuat keduanya tergiur untuk menjual barang haram tersebut.
“Saat tu ada Si Ben (Istilah yang digunakan WNI untuk Polisi Malaysia) menyamar jadi pembeli. Ya lepas tu saya cari barang tu, sama Tarmizi,” kata Bustamam dengan logat Melayu.
Bustamam dan Tarmizi ditangkap berbarengan di Kuala Lumpur pada tahun 1996. Saat itu, umur Bustamam baru 19 dan Tarmizi 23 tahun.
Didampingi kuasa hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah RI, Bustaman dan Tarmizi akhirnya bebas setalah mendekam dipenjara selama 23 tahun dengan tuntutan awalnya hukuman mati.
Sementara itu, Sulaiman, ditangkap pada tahun 2004. Dia mengaku, datang ke Malaysia pada awalnya memang memilih jalan keliru dengan berjualan ganja. Namun ‘barang haram’ yang dijualnya itu bukan dibawa dari Aceh.
Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (2): Urgensi Rencana Strategis Bebaskan Baitul Maqdis
“Itu ‘rumput’ (istilahnya terhadap ganja) datang dari Vietnam sebenarnya. Cuma melalui Thailand masuknya. Makanya di Malay tu terkenalnya ganja Thailand,” ungkapnya.
Setelah lolos beberapa kali menjual ganja di Malaysia, Sulaiman pada akhirnya masuk perangkap pihak keamanan di sana. Berdasarkan penuturannya, dia dijebak oleh orang kepercayaannya yang juga berasal dari Aceh.
“Saat tu saya lagi kemas ‘rumput’ tiba-tiba dah dikepung rumah. Ya saya tak bisa buat apa lagi. Saya dijebak oleh orang kepercayaan, yang makannya sama saya, saya kasih tempat tinggal, tapi dia makan saya. Masalahnya tu kalau orang sana yang jebak tak sakit begini lah, ini orang kampung sendiri,” ujarnya mengenang.
Mereka bertiga di penjara terpisah. Bustamam mengatakan, dia sempat dipindahkan beberapa kali ke Lembaga Permasyarakat di Malaysia. Bahkan jarak pindahnya antar negara bagian. Begitupun dengan Tarmizi dan Sulaiman.
Baca Juga: Fenomana Gelombang Panas, Ini Pendapat Aktivis Lingkungan Dr. Sharifah Mazlina
“Saya paling betah di Penjara Trengganu. Di sana ada kolam ikan, saya bisa bekerja pelihara. Waktu mau dipindah lagi, saya minta jangan, tapi ya dipindah juga,” kata Bustamam.
Lantas pada 2010, setelah sekian lama mendekam di penjara, akhirnya mereka divonnis Hukuman Mati oleh Mahkamah Persekutuan Malaysia.
“Makan tak enak, tidur tak enak, semua tak enak, saya cuma ingat Allah,” ungkap Bustamam, mengenang saat-saat divonis mati.
Mereka bertiga, didampingi kuasa hukum yang ditunjuk KBRI kemudian mengajukan banding. Mulanya tahun 2012 mereka mendapatkan pengampunan dari Yang di-Pertuan Agong Malaysia sehingga hukumannya diturunkan dari hukuman mati menjadi hukuman penjara selama 20 tahun.
Di dalam penjara, ketiganya berkelakuan baik. Sulaiman bahkan mengaku bertaubat dan kerap memanfaatkan waktu di penjara dengan ibadah. Dia dapat ruang khusus, satu kamar sendiri lengkap dengan fasilitas kipas angin, karena sering menjadi imam dan penceramah di mushala penjara.
Begitu pun Tarmizi dan Bustamam di penjaranya masing-masing. Mereka giat beribadah. Hingga pertengahan 2019, Yang di-Pertuan Agong Malaysia kembali memberikan pengampunan untuk kedua kalinya. Alhasil, ketiga WNI tersebut dapat langsung bebas.
“Saya, kami bertiga nih lah, boleh tak menyampaikan sesuatu? Boleh direkam dan disebar ya, Kami ingin bilang sangat berterima kasih kepada Pemerintah,” tutup Bustamam. (L/AP/P1 )
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: HNW: Amanat Konstitusi! Indonesia Sejak Awal Menolak Kehadiran Penjajah Israel