TOLERANSI YANG HARUS DIPAGARI

Foto: Arsip
Foto: Arsip

Oleh: Ahmad Soleh

Da’i Jama’ah Muslimin (Hizbullah) dan Lembaga Bimbingan Ibadah dan Penyuluhan (LBIPI)

 Islam Dinulhaq Sebuah Axioma

Banyak upaya yang dilakukan para penentang Islam dalam menciptakan keraguan terhadap ajaran-ajaran Islam yang diyakini kebenarannya tanpa ragu (musallamaat) dan berusaha mengubah perkara-perkara yang diyakini (yaqiniyat) kebenarannya dan pasti menjadi perkara-perkara yang tidak pasti dan hipotetif (zhanniyaat), serta hal-hal yang pasti dan kuat (qhathi’at) menjadi tidak pasti dan mengandung berbagai kemungkinan (muhtamalaat), yang dapat diambil atau ditolak, ditarik atau dilepas dan dapat mengikuti pendapat dari timur atau barat. Sebagaimana mereka mengaburkan bagaimana sikap terhadap aqidah lain. Hal ini harus diwaspai dan diluruskan.

Agama atau aturan hidup yang diridhoi Allah subhanahu wa ta’ala hanyalah Islam. Hal ini merupakan axioma bagi umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah menegaskan:

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُم

Artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali setelah dating pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka…” (QS. Ali Imran [3] :19).

Hal ini wajar dan tidak terbantahkan. Penelitian terhadap Al-Qur’an mendukung pernyataan tersebut. Tak seorang pun mampu membuat satu surat atau sepuluh ayat bahkan satu ayat pun yang sebanding dengannya. Bahkan banyak saintis melakukan berbagai penelitian dan mendapatkan aneka penemuan ilmiah karena terinspirasi oleh Al-Qur’an. Ada juga di antara mereka melakukan penelitian di bidang yang ia kuasai dan hasilnya sejalan dengan Al-Qur’an.

Penelusuran terhadap penerapan aturan-aturan Islam oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya menguatkan pembuktian QS. Ali Imran [3] ayat 19 itu.

Ada pun orang yang mengambil selain Islam sebagai agama atau aturan hidupnya, dinyatakan Al-Qur’an, akan ditolak dan di akhirat orang tersebut dalam keadaan merugi dan bangkrut.

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسلام دِيناً فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-oirang yang rugi.” (QS.Ali Imran [3]: 85).

Sikap Islam Terhadap Ahli Kitab

Umat Islam seluruhnya tidak menyangsikan kekafiran Yahudi dan Nasrani serta orang-orang yang tidak mengimani risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini merupakan sesuatu yang sudah pasti kebenarannya, baik secara teoritis mau pun praktis.

Masalah kekafiran Yahudi dan Nasrani tidak hanya ditegaskan oleh satu dua ayat Al-Qur’an, atau hanya sepuluh dua puluh ayat Al-Qur’an, namun oleh puluhan ayat Al-Qur’an dan puluhan hadits Rasulullah. Di antaranya, Allah menegaskan:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُواْ اللّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ

Artinya: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: ”Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu…” (QS. Al-Maidah [5]: 72).

Hadits shahih yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Abu Musa Al-Asy’ariy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:

من سمع بي من أمتي أو يهودي أو نصراني ثم لم يؤمن بي دخل النار

“Siapa yang mendengar (da’wah) ku dari umatku atau dia yahudi atau nasrani kemudian tidak mengimani (risalah)ku, ia akan masuk neraka.”

Sehingga tidak ada individu muslim yang menentang pernyataan Kitab Allah dan nash-nash yang qath’i dengan pendapat dan hawa nafsu.  Ketika terdapat upaya-upaya seruan untuk mencampuradukkan ajaran agama, seorang muslim akan mengatakan, sebagaimana Al-Qur’an menyatakan:

  لكم دينكم ولي دين

Artinya: “bagi kamu agama (syirik) mu dan bagi aku agama (tauhid) ku” (QS. al-Kafirun [109] : 6).

Toleran yang Harus Dipagari

Setiap Desember umat Islam -khususnya di Indonesia- selalu memegang teguh sikap toleransi kepada umat lain, khususnya terhadap umat yang merayakan satu tradisi keagamaannya 25 Desember yang diyakini oleh sebagaian umat Nasrani sebagai hari kelahiran Isa ‘Alaihissallam. -walau sebagian mereka tidak sependapat-. Muslimin pun selalu memberikan tempat dan kesempatan kepada umat tersebut, sehingga tercipta kerukunan dan kedamaian. Namun, sikap toleran itu kini telah menjurus ke arah talbis (pencampur adukan) ajaran agama. Sebagian umat Islam merasa tidak toleran lagi, apabila:

  1. Tidak mengucapkan Selamat dan Tahun Baru.
  2. Tidak berpakaian seperti Sinterklas baik lengkap atau bagian tertentu, tutup kepala misalnya.
  3. Tidak merayakan Natal bersama, dan lain-lain.

Padahal dalam al-Qur’an, juga dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah ditegaskan hal-hal yang menjadi keyakinan umat Islam, bahwa:

  1. Islam adalah agama sempurna dan telah diridhoi Allah (QS. Al-Maidah [5]: 3).
  2. Al-Qur’an menolak talbis (QS. Al-Baqarah [2]: 42; Al-Kafirun [109]: 5).
  3. Umat Islam dapat menjadi kafir kembali jika mengikuti langkah-langkah hidup ahli Kitab (QS. Al-Baqarah [2]: 120; QS. Ali Imron [3]: 100-104).
  4. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia bagian dari kaum itu.” (Al-Hadits).

Untuk itu, umat Islam agar selalu istiqomah dalam meyakini dan mengamalkan syari’at agama-Nya (Islam) dan menjauhi sikap basa basi yang menjurus talbis.

Wallahu A’lam.

(P6/R05)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0