Tuntunan Syariat dalam Walimatul Arus (Bagian 1) — Oleh KH Yakhsyallah Mansur

Oleh : Imaamul Muslimin KH. Yakhsyallah Mansur

Dari Anas bin Malik :

أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ رَأَى عَلَى عَبْدِ الرَّحْمٰنِ بْن عَوْفٍ أَثَرَ صُفْرَةٍ فَقَالَ: (مَا هَذَا؟) قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ إِنِّى تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ، قَالَ: (بَارَكَ اللّٰهُ لَكَ، أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ.

“Nabi ﷺ melihat bekas kekuningan pada Abdurrahman bin Auf. Lalu beliau bertanya, “Apa ini?” Ia menjawab: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menikahi seorang perempuan dengan mas kawin senilai satu biji emas. Beliau bersabda: “Semoga Allah memberkahimu, selenggarakan walimah walaupun hanya dengan seekor kambing.” (Muttafaq Alaih dan lafaznya oleh Muslim).
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani (773-852 H) meriwayatkan hadis di atas dengan 17 hadis di dalam kitab Bulughul Maram untuk menjelaskan syariat (وليمة العروس).

I. Pengertian Walimatul Arus

Kata walimah diambil dari kata “walama” yang berarti berkumpul, karena pasangan suami-istri berkumpul pada waktu itu. Sedang kata “arus” mempunyai arti gembira atau perkawinan.
Di dalam kamus Ilmu Fiqih disebutkan walimah adalah makanan pernikahan atau semua makanan yang dibuat untuk disantap para undangan baik untuk pernikahan atau yang lain.

Sedang menurut pengertian syariat yang dimaksud walimatul arus atau yang lazim dikenal sebagai pesta pernikahan adalah jamuan makan yang diselenggarakan berkenaan dengan pernikahan.

II. Hukumnya

Berdasarkan perintah Rasulullah ﷺ kepada Abdurrahman bin Auf , “Selenggarakan walimah walaupun hanya dengan seekor kambing,” pada hadis di atas, Imam Syafi’i dan Mazhab Dzahiri berpendapat bahwa walimatul arus hukumnya adalah wajib, karena dzahir dari sebuah perintah adalah untuk mewajibkan.

Sedang menurut jumhur ulama, dan pendapat yang masyhur dari Mazhab Maliki dan Mazhab Hambali serta sebagian ulama Syafi’iyah, hukum walimah adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan).

Ibnu Qudamah berkata, “Tiada perbedaan pendapat di antara ahli ilmu bahwa hukum walimah adalah sunnah dan disyariatkan (sangat dituntut), bukan wajib.”

III. Tujuannya

Terlepas dari perbedaan para ulama tentang hukum walimah, yang pasti dalam rangkaian ibadah pernikahan walimah memiliki kedudukan yang sangat penting, antara lain:

1. Mewujudkan Rasa Syukur

Walimah tidak dimaksudkan untuk berpesta pora dan ber-megah-megahan. Walimah adalah wujud syukur dari mempelai dan keluarga karena telah menyempurnakan separuh agamanya.

Thabrani dan Al-Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang diberi oleh Allah istri yang shalihah, sungguh dia telah ditolong separuh agamanya, dan hendaknya ia bertakwa kepada Allah pada separuh lainnya.”

2. Mengumumkan Pernikahan

Dari Aisyah , Rasulullah ﷺ bersabda:

أَعْلِنُوْا هَذَا النِّكَاحَ وَاجْعَلُوْهُ فِى الْمَسَاجِدِ وَاضْرِبُوْا عَلَيْهِ بِالدُّفُوْفِ (رواه أحمد والترمذي)

“Umumkan (siarkan) pernikahan ini dan adakanlah di masjid-masjid dan pukullah untuknya rebana.” (H.R. Ahmad dan Tir-midzi)

Mengumumkan (menyiarkan) pernikahan adalah untuk memberitahu orang lain tentang telah terjadinya pernikahan sehingga menghilangkan kecurigaan masyarakat ketika melihat dua orang yang bukan muhrim berduaan.
Untuk mengumumkan (menyiarkan) pernikahan inilah Rasulullah ﷺ memerintahkan diselenggarakan walimatul arus.

3. Memohon Doa Dari Para Undangan

Dari Abu Hurairah bahwa Nabi ﷺ apabila mendoakan se-seorang ketika menikah, beliau membaca:

بَارَكَ اللّٰهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ (رواه أبو داود)
“Semoga Allah memberkahi kamu dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” (H.R. Abu Daud)

Menurut Prof. Wahbah Zuhaili boleh juga mengucapkan selamat kepada kedua mempelai dengan perkataan, “Diberkahi insya Allah, hari yang berkah, dan sebagainya.”

4. Melaksanakan Sunnah Rasulullah ﷺ

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa hadis tentang walimah ini sangat banyak. Hal ini menunjukkan bahwa walimah merupakan bagian dari ibadah dan sunnah Rasulullah ﷺ yang sangat penting untuk dilaksanakan. Bahkan Imam Syafi’i ber-kata:

وَلَا أَعْلَمُ أَنَّهُ ﷺ تَرَكَ الْوَلِيْمَةَ

“Dan saya tidak tahu bahwa beliau ﷺ meninggalkan (tidak melaksanakan) walimah.”
Annas berkata, “Ketika Rasulullah ﷺ menikahi seorang perempuan, beliau meminta aku supaya mengundang beberapa orang untuk makan.” (H.R. Bukhari)

5. Menjalin Shilaturahmi

Dengan adanya walimah akan berkumpul handai taulan, keluarga, sanak kerabat, tetangga dan kenalan sehingga terjalin hubungan silaturahmi baik dengan sesama orang yang masih ada hubungan kerabat maupun dengan orang lain.
Ketika menjelaskan bahaya memutuskan hubungan persaudaraan (Q.S. Muhammad [47]: 25).

أُولٰئِكَ الَّذِيْنَ لَعَنَهُمُ اللّٰهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ

“Mereka itulah orang yang dikutuk Allah, lalu dibuat tuli dan dibutakan penglihatannya.”

Ibnu Katsir menukilkan hadis yang diriwayatkan Imam Al Bukhari, dari Abu Hurairah , dari Nabi ﷺ bersabda, “Allah menciptakan makhluk dan setelah selesai menciptakannya bangkitlah rahim lalu berpegangan dengan telapak kaki Tuhan Yang Maha Penyayang, Gagah, dan Perkasa,” maka Dia berkata, “Mah (apakah keinginanmu)?” Rahim menjawab, “Ini adalah tempat memohon perlindungan kepada-Mu dari orang memutuskan persaudaraan.”

Maka Allah berkata, “Tidakkah kamu puas bila Aku berhubungan dengan orang yang menghubungkanmu dan memutuskan hubungan dengan orang yang memutuskanmu.”

Rahim berkata, “Benar, kami puas.” Allah berkata, “Itu untuk mu.” Lalu Abu Hurairah berkata, “Bacalah oleh kalian jika kalian menghendaki firman Allah sebagai berikut, “Maka apakah jika kalian berkuasa, kalian akan berbuat kerusakan dan memutuskan hubungan kekeluargaan.” (Q.S. Muhammad [47]: 22).

6. Menunjukkan Islam adalah Agama samhah (lapang)

Rasulullah mengatakan :

(َحَبُّ الدِّيْنِ إِلَى اللهِ الْحَنِيْفِيَّةُ السَّمْحَةُ (رواه البخاري)

Agama yang paling dicintai Allah adalah yang lurus dan lapang.” (H.R. Bukhari)

Dalam walimatul arus diperkenankan mendendangkan lagu yang mubah atau memukul rebana atau gurauan yang diperbolehkan.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Pembeda antara yang halal dan haram dalam pernikahan adalah suara dan rebana.” (H.R. Na-sa’i).

Ibnu Majah meriwayatkan dari Aisyah bahwa dia menikah-kan seorang perempuan yatim dengan seorang lelaki dari kaum Anshar. Aisyah termasuk orang ikut mengantarkannya ke suaminya. Dia berkata, “Tatkala kami pulang, Rasulullah ﷺ bertanya kepada kami, “Apa yang kamu katakan wahai Aisyah?” Dia menjawab, “Kami mengucapkan salam dan berdoa ke-pada Allah agar memberi berkah kemudian pulang.” Rasulu-llah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya kaum Anshar senang hiburan. Wahai Aisyah, mengapa engkau tidak mengucapkan:

أَتَيْنَاكُمْ… أَتَيْنَاكُمْ… وَحَيَّانَا… وَحَيَّاكُمْ…

“Kami mendatangi kalian!, kami mendatangi kalian!maka kami ucapkan selamat kepada kami dan pada kalian”

Imam Al-Ghazali (w. 505 H) berkata, “Dalil teks dan qiyas semuanya menunjukkan akan kebolehan mendengar nyanyian dan alat musik seperti: stik, gendang, rebana dan lain-lain. Tidak ada dikecualikan dari hal itu melainkan nyanyian yang buat lupa kepada Allah, alat musik berdawai serta seruling yang diharamkan oleh syariat.” (A/Ast/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.