“Ya, di Australia banyak polisi wanita yang berjilbab khusus dikota Melbourne. Pemerintahan setempat dan institusi terkait juga telah meresmikan undang-undang tentang polisi berjibab, kata Imam masjid di Islamic Council of Victoria itudalam sebuah wawancara eksklusif dengan wartawan Mi’raj News Agency (MINA) di Jakarta, Rabu (11/12).
Setelah lulus SMA di Melbourne, Syeikh Ramy melanjutkan studi arsitektur dan mendapat gelar Diploma. Setelah itu, ulama keturunan Lebanon asal Melbourne, Australia itu pergi ke negara yang terkenal menghasilkan banyak kaum intelektual Islam, Yaman, untuk mempelajari Islam selama dua tahun. Untuk mendalami Islam, dia juga pergi ke Suriah selama setahun dan ke Lebanon selama delapan bulan. Dia pun selalu menyempatkan berkunjung ke Indonesia di masa-masa itu, sejak tahun 2005.
Kini ia menjadi ulama kharismatik yang selalu dimintai nasehat oleh para petinggi di Melbourne dalam hal menjembatani dialog antara Islam dan Barat.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Berikut Petikan wawancara Syeikh Ramy Najmeddine dengan wartawan MINA:
MINA: Apakah di Australia ada Polwan berjilbab?
Syeikh Ramy: Ya, di Australia banyak polisi wanita yang berjilbab khusus di kota Melbourne. Pemerintahan setempat dan institusi terkait juga telah meresmikan undang-undang tentang polisi berjibab.
Awal peraturan itu dibuat dilatarbelakangi oleh besarnya populasi Muslim di beberapa kota di Australia, khususnya di Melbourne. Pemerintah setempat merasa perlu melayani komunitas Muslim di sana. Lantas mereka merekrut polisi wanita untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, khususnya Muslim.
Alhamdulillah, di Australia banyak kita jumpai polisi Muslim, termasuk polisi wanita yang berjilbab.
MINA: Bagaimana perkembangan Islam di Australia pasca tragedi WTC 2001?
Syeikh Ramy: Perkembangan muslimin di Australia cukup pesat. Saya menangani beberapa masjid di kota Melbourne dan sedikitnya ada sekitar delapan sampai sepuluh orang masuk Islam setiap bulannya.
Saat ini, ada sekitar satu setengah sampai dua juta muslim yang tersebar di beberapa wilayah di Australia. Itu artinya lima persen penduduk Australia adalah Muslim. Sedangkan perbandingan muslim perempuan dan laki-laki, 80 : 20.
Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (2): Urgensi Rencana Strategis Bebaskan Baitul Maqdis
Di antara mereka yang memeluk Islam, ada yang karena perkawinan, namun persentasenya hanya sepuluh persen saja. Sedangkan 90 persen lainnya masuk Islam karena mereka belajar Al-Quran, berteman seorang muslim, mempunyai teman bisnis muslim atau bertetangga dengan muslim. Jadi, mereka banyak bertanya tentang Islam kepada kami.
Pertanyaan mereka biasanya adalah, mengapa kamu memakai sarung? Mengapa kamu memelihara jenggot? Mengapa kamu berpuasa (pada bulan Ramadhan)? Mengapa kamu merayakan hari jumat? dan lain sebagainya.
Pertanyaan itu membuat mereka penasaran dan berusaha mencari jawabannya. Kami mencoba menjawab semua pertanyaan itu dan mereka pun mau datang ke masjid, kita juga beberapa kali diundang ke sekolah non muslim untuk mengadakan seminar tentang Islam.
MINA: Apakah ada kegiataan-kegiatan yang dilakukan komunitas Muslim di Australia dalam rangka berdakwah?
Baca Juga: Fenomana Gelombang Panas, Ini Pendapat Aktivis Lingkungan Dr. Sharifah Mazlina
Syeikh Ramy: Di Australia ada sebuah perkampungan Islam. Konsepnya dari seorang arsitek dan berapa pengusaha Muslim yang membuat rencana membeli sebuah lokasi tanah. Selanjutnya dibuat sebuah perumahan khusus bagi orang Islam. Kita beranggapan jika tetangga kita Muslim, kanan, kiri, belakang, dan depan rumah kita seorang Muslim, maka kita akan merasa aman.
MINA: Australia mendapat kemerdekan dari Inggris. Apakah ada tekanan politik dari pemerintah Inggris kepada pemerintah Australia?
Syeikh Ramy: Banyak hukum di Australia yang diambil dari hukum di Inggris. Mereka telah lama menjajah Australia. Jadi hukum-hukum Inggris banyak diterapkan di negara itu. Namun sekarang, hukum–hukum tersebut telah banyak disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, sesuai dengan kondisi masing-masing.
Beberapa tahun lalu, memang ada seorang Muslim yang dihukum karena melakukan rencana pengemboman. Kita semua menyayangkan hal itu, karena dia seorang muslim. Sementara apa yang dia lakukan tidak sesuai dengan ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad. Islam tidak mengajarkan untuk membahayakan orang lain walaupun itu non muslim.
Memang tugas kita menghormati hukum pemerintah setempat karena hal itu sudah menjadi kesepakatan bersama. Kita sudah diberi ijin tinggal dan bekerja di Australia. Jadi sudah sepantasnya kita menghormati kesepakatan peraturan yang berlaku di sana.
Jika ada peraturan yang tidak sesuai dengan prinsip kita, janganlah kita membuat kerusuhan di tempat tersebut.
MINA: Seiring memburuknya hubungan Australia-Indonesia, apakah Anda mengalami masalah saat berkunjung ke Indonesia?
Syeikh Ramy: Tidak bermasalah dengan kunjungan saya ke Indonesia. Semua berjalan lancar dan saya sampai di Indonesia dengan aman. Ada pun masalah memburuknya hubungan pemerintah Indonesia dengan Australia, itu urusan para politisi dan saya tidak terlibat di dalamnya. Memang sudah seharusnya kita tidak dicampurkan urusan politik dengan urusan agama.
Baca Juga: HNW: Amanat Konstitusi! Indonesia Sejak Awal Menolak Kehadiran Penjajah Israel
Kedatangan saya ke Indonesia untuk berdakwah, bukan untuk urusan politik. Jadi, Alhamdulilah perjalanan saya ke Indonasia baik-baik saja, tidak terpengaruh dengan kondisi politik yang ada.
MINA: Bagaimana cara Muslim Australia dalam mendidik anak-anaknya, apakah ada sekolah Muslim di sana?
Syeikh Ramy: Terdapat sekitar tujuh sekolah Muslim di kota Melbourne. Mereka terdiri atas berbagai tingkatan, mulai TK hingga SMA. Memang, biaya pendidikan di sekolah Islam lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah milik pemerintah. Walaupun begitu, peminatnya cukup banyak, bahkan kalangan non muslim pun tertarik menyekolahkan anaknya ke sekolah Islam. Namun, ada juga orang tua Muslim yang menyekolahkan anaknya ke sekolah milik pemerintah (negeri). Kebanyakan mereka beralasan karena mahalnya biaya pendidikan.
MINA: Selama Anda berdakwah, apakah ada perbedaan antara Muslim Indonesia dengan Australia?
Baca Juga: Basarnas: Gempa, Jangan Panik, Berikut Langkah Antisipasinya
Syeikh Ramy: Perbedaannya sangat TAJAM. Jika masyarakat Australia, mereka sibuk dengan pekerjaannya. Hampir seharian mereka bekerja di kantor atau perusahaannya. Tapi, di Indonesia hal itu bisa di kondisikan.
Di Australia, jika kita bekerja di perusahan non muslim, kita tidak diberi waktu untuk menunaikan ibadah shalat. Tapi, di Indonesia lebih toleran dan mereka memberi waktu untuk menunaikan ibadah shalat.
Jika saya ceramah di Australia paling banyak pendengarnya 100 orang itu pun 90 persen wanita. Namun, saat berceramah di Indonesia, bisa ribuan orang yang mendengarkannya.
MINA: Anda seorang dai. Bagaimana Anda memenuhi kebutuhan sehari-hari, apakah dari profesi dakwah, atau ada bisnis lain?
Baca Juga: Basarnas Siapkan Sumber Daya yang Siap dan Sigap
Syeikh Ramy: Ya, saya punya bisnis selain pekerjaan utama saya, berdakwah. Termasuk kunjungan saya ke indonesia dalam rangka bisnis walaupun utamanya untuk berdakwah.
Kita semua tahu Islam berkembang ke Indonesia dan Australia dari para padagang. Selain berdagang, mereka juga berdakwah. Masyarakat akan merasa senang apabila meraka berbisnis dengan Muslim karena Islam mengajarkan jujur dan saling menguntungkan dalam berdagang.
Jadi, mereka merasa senang karena puas dengan pelayanan dan mendapat keuntungan jika berdagang dengan seorang Muslim. Akhirnya, mereka masuk Islam.
MINA: Terkait isu Palestina, apa yang dilakukan Muslim Australia dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina dan pembebasan Masjid Al-Aqsha?
Syeikh Ramy: Masjid Al-Aqsha harus ada di hati setiap muslim. Masjid Al-Aqsha milik Muslimin dan kewajiban setiap Muslim untuk membebaskan Masjid Al-Aqsha dan mendukung perjuangan rakyat Palestina dari penjajahan Israel, di mana pun mereka berada.
Sayangnya, Muslim di Australia tidak biasa berbuat banyak untuk menekan Israel dengan Amerika terkait kebijakannya terhadap Palestina dan Masjid Al-aqsha. Kami sedang hidup di daerah yang pemerintahannya mendukung sistem Amerika dan Israel.
Upaya yang kita lakukan di sana, menyadarkan Muslimin tentang pentingnya pembebasaan masjid Al-Aqsha dan dukungan kepada rakyat Palestina dalam berjuang melawan penjajah Israel.
MINA: Apa pesan Anda bagi Muslim di Indonesia?
Syeikh Ramy: Pesan saya terhadap Muslimin, di mana pun mereka berada, khususnya di Indonesia. Mari jadikan masjid sebagai pusat setiap kegiatan sebagaimana di jaman Rasullulah. Masjid menjadi pusat pendidikan. Bahkan, ketika mengirim pasukan, Rasul mengumpulkan mereka di masjid terlebih dahulu. Jadi, kita harus memakmurkan masjid dan menjadikannya sebagai pusat setiap kegiatan.(L/P04/P012/P02)
Mi’raj News Agency (MINA)