Wawancara dengan MER-C: Peran dan Misi Kemanusiaan MER-C di Afghanistan

Ketua Presidium MER-C
Ketua Presidium MER-C dr. Sarbini Abdul Murad saat wawancara dengan tim MINA di Jakarta, Rabu (29/9). (Foto: Abdullah/MINA)

Medical Emergency Rescue Committee () merupakan organisasi sosial kemanusiaan yang bergerak dalam bidang kegawatdaruratan medis, dengan berdasarkan prinsip rahmatan lil’alamin.

MER-C telah banyak berkiprah membantu korban bencana atau konflik perang baik di dalam negeri atau pun luar negeri. Dalam catatan internasionalnya, MER-C pernah menjalankan ke , Irak, Iran, Palestina, Lebanon Selatan, Kashmir, Sudan, Filipina Selatan, Thailand Selatan dan lain-lain.

Sebagai sebuah organisasi yang mempunyai pengalaman melakukan misi kemanusiaan di Afghanistan, Lembaga kegawatdaruratan medis Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) berencana melanjutkan misi kemanusiaannya di Afghanistan.

Untuk mengetahui peran, pengalaman dan rencana MER-C selanjutnya dalam membantu Afghanistan, MINA berkesempatan melakukan wawancara dengan Ketua Presidium MER-C dr. Sarbini Abdul Murad atau yang akrab disapa dr. Ben, pada Rabu (29/9) di Jakarta.

Berikut hasil wawancaranya:

MINA: Latar Belakang yang membuat MER-C ikut terjun membantu Afghanistan?

Itu sudah komitmen MER-C dalam membantu negara-negara yang mengalami penderitaan, mengalami tekanan-tekanan dari negara-negara yang dianggap lebih besar, lebih kuat, dan kita juga membantu negara yang memang disitu sangat sedikit orang untuk berpartisipasi, oleh sebab itu MER-C melihat bahwa Afghanistan sebagai negara yang punya hubungan historis dengan Indonesia, kemudian muslim terbesar, dan mengalami penderitaan yang begitu panjang, oleh sebab itu sejak dulu, bukan hanya sekarang, sejak dulu MER-C pernah membantu di Afganistan tahun 2000-2001.

Kemudian beberapa kali pertemuan kita dengan pejabat-pejabat Afghanistan agar MER-C memikirkan sesuatu monumental untuk membantu Afghanistan. Oleh sebab itu mengapa MER-C fokus membantu Afghanistan itu karena mereka sangat membutuhkan bantuan kita, itu dasar-dasar pertimbangan kita. Tapi oleh sebab itu, kita sedang mengukur dulu, menghitung-hitung, kira-kira bantuan apa yang tepat dan cocok buat mereka.

Sebagai organisasi medis ya kita lebih pada kesehatan, apakah itu nanti rumah sakit kita bantu, apakah itu nanti kita bangun klinik, atau kita sumbangkan ambulans, atau ada pelatihan dokter misalnya, itu sesuai dengan hasil pertimbangan-pertimbangan kita nantinya.

MINA: Kegiatan yang dilakukan MER-C saat itu?

MER-C ke Afghanistan itu tahun 2000-2001. Nah di sana kita membantu mengoperasionalkan rumah sakit, mengfusionalkan rumah sakit yang ada di Kandahar dan di Akala. Kita membantu korban-korban yang mengalami luka-luka, ada yang patah dsbnya. Dan MER-C datang ke rumah sakit sebagai basis, basenya kita di situ, dan kita juga memberikan bantuan ambulans pada saat itu kepada rumah sakit yang ada di sana, di Qalat.

MINA: Kendala apa yang dihadapi MER-C?

Setiap negara yang kita kunjungi itu punya kendala yang bervariasi, tapi dalam hal ini kendala yang paling utama ketika itu adalah masih adanya sisa-sisa ranjau, yang ditinggalkan oleh Rusia atau Uni Soviet ketika itu, dan itu sangat beresiko ketika kita masuk melalui jalur darat ke lokasi yang kita tuju, itu sangat beresiko, kendala kedua ketika itu adalah komunikasi, sulit, nah maka ini adalah kendala-kendala yang saya pikir setiap negara itu pasti punya kendala tersendiri, dan itu bagian dari tantangan MER-C, dan bagi kita itu adalah hal yang patut kita nikmati saja.

MINA: Sebelumnya di tahun 2016 MER-C berencana membangun RS di sana, apakah sudah ada progres nyata saat ini?

Memang setelah kita mendirikan rumah sakit Indonesia di Gaza, dan kemudian ada seorang pejabat kesehatan Afghanistan yang mencoba mengontak dengan MER-C, dan mereka minta agar MER-C juga mempertimbangkan, salah satu atau menjadi prioritas bangun rumah sakit di Afghanistan. Nah ketika itu alm. Jose rizal menjanjikan untuk membangun rumah sakit dengan pertimbangan-pertimbangan, dan untuk meyakinkan kami, saat itu pejabat kesehatan ini menghubungi Dubes Afghanistan di Jakarta, kemudian mereka juga mempertemukan kita dengan Menlunya Afghanistan, namanya pak Shalahuddin, dan kita diskusikan masalah ini. Karena banyak pertimbangan-pertimbangan segala macam, dan tertunda, kemudian ada peristiwa di Rohingya. Saya pikir kita prioritaskan halaman tetangga terdekat kita dulu ya, Rohingya, dan ini juga Alhamdulillah selesai bangun rumah sakit. Kemudian kita pikir untuk fokus ke Afghanistan.

Jadi, saat itu kami sampaikan ke pejabat Afghanistan bahwa bagaimanapun juga Rohingya menjadi prioritas kami, karena mereka negara yang menderita, selain itu juga mereka adalah tetangga kami yang paling dekat, oleh sebab itu kami prioritaskan dulu pembangunan RS di Rohingya, dan kami sampaikan sabar dulu.

MINA: Apakah sudah ada rencana matang untuk melanjutkan misi kemanusiaan di sana?

Alhamdulillah perencanaan sudah ada dan kita kemarin bertemu dengan Dubes Arief Rachman membicarakan ini, kita membicarakan kira-kira lokasi di mana, dan dikatakan mungkin tidak di Kabul, di Kabul kan sudah ada klinik Indonesia, sudah ada sekolah Indonesia, dan daerahnya padat, dan mungkin di situ juga fasilitas kesehatan sudah cukup, nah kita mempertimbangkan diluar kabul, apakah itu di Kandahar apakah itu di Herat, atau di Mazare Sharif, nanti akan kita diskusikan dengan pejabat kesehatan mereka.

Inikan baru stabil mereka, bahkan belum. Saya katakan kita akan ke sana kalau ada pemerintah yang efektif, jadi pertimbangan keselamatan tim, untuk transportasi, bawa barang dan segala macamnya kan ini harus dipastikan clear artinya lancar gitu. Jadi ini kenapa kita belum bergerak-gerak, karena ini masih menjadi diskusi kita, apakah kapan, bagaimana dan itu diskusi yang kita masih diskusikan bersama.

MINA: Langkah seperti apa yang akan dilakukan MER-C ke depannya di Afghanistan?

Langkah seperti biasa, artinya kita tidak mengirim medis, kalau mengirim tim medis kan gampang apalagi ke Afganistan kan gampang, dibanding ke Gaza, tapi inikan tim tim konstruksi, dan mungkin nanti juga teman-teman dari Al-Fatah juga yang akan kita libatkan sebagai tukang, insinyur atau sebagai supervisi, dan yang bekerja mereka (orang Afghanistannya), jadi dipikiran kami sudah ada langkah-langkah apa yang harus kita lakukan, tapi sekali lagi kita wait and see.

Kita ngga bisa buru-buru, kita juga harus lihat situasi, kondisi di Afghanistan yang hari ini memang terlepas dari apakah ada intervensi asing, tapi terlepas dari itu semua bahwa mereka ini belum stabil, dan itu juga menjadi bagian dari pertimbangan kita.

MINA: Harapan MER-C pada pemerintahan baru Afghanistan saat ini?

Harapan kita adalah agar mereka bisa membentuk pemerintahan yang stabil, yang inklusif, kemudian yang sedikit memenuhi permintaan internasional. Memang dunia internasional, apakah Amerika, Eropa dan lain-lain itu meminta ada harapan atau permintaan kepada Afghanistan. Tapi menurut kami adalah ada hal yang bisa diterima, didiskusikan, apalagj Afghanistan punya corak tersendiri, punya sistem tersendiri, kita juga harus hormati itu.

Jadi harapan kita adalah, pemerintahan mereka stabil, ekonomi jalan, politik bisa tenang, dan kemakmuran bisa kembali, kemudian masyarakat bisa hidup dengan tentram, kita ketahui mereka telah melalui perang yang begitu panjang, 40 tahun, jadi saya pikir saat inilah harus membangun dan saran kami juga untuk Taliban agar bisa belajar dari pengalaman terdahulu, kemudian bisa mendiskusikan dengan banyak negara, terutama dengan Indonesia yang kita punya prular, punya ratusan suku yang stabil yang luar biasa, dan ini jadi dasar juga Indonesia mengirim tim diplomat ke sana atau mereka datang dan diskusi. Ya sharinglah walau pun tidak terlalu ideal seperti harapan mereka, minimal mereka punya gambaran-gambaran yang spesifik, apa itu corak Afghanistan, dan MER-C sebagai organisasi medis, kami hanya bisa membantu dari sisi medis.

MINA: Selama MER-C di sana, bagaimana MER-C melihat kondisi kesehatan dan pelayanan publik di Afghanistan?

Ya waktu kita ke sana tahun 2000-2001 itu kan belum stabil, artinya sistemnya belum berjalan, rumah sakitnya masih kosong, pasiennya juga masih sangat kurang, tapi sekarang-sekarang mulai ke sini itu sudah mulai ada sedikit perbaikan, ketika mereka sedikit ada pemerintahan yang stabil kemarin itu, nah ada sedikit perbaikan dibandingkan awal-awal pemerintahan Taliban. Jadi, walaupun jika dibandingkan dengan kita Indonesia, saya pikir masih sangat kuranglah, kalau dibandingkan dengan kita jelas masih kurang di sana.

Tapi untuk ukuran mereka itu mungkin sedikit agak memadai, jadi MER-C masuk hanya untuk mengisi sisi-sisi lain yang bisa kita bantu, ya walaupun tidak terlalu sempurna, minimal kita punya sumbangsih walaupun sedikit pada pemerintahan di sana.

MINA: Selama MER-C di sana, apakah tim MER-C bisa mengobati perempuan? Atau apakah itu menjadi kendala tersendiri?

Sebenarnya perempuan Afghanistan itu orang modern, orang maju mereka, jadi burka itu sebenarnya pakaian tradisional mereka, jadi bukan pakaian sesuatu yang dipaksakan baru dan sebenarnya kita lihat bahwa media internasional tidak fair, meng framing ini.

Jadi memang, mungkin ada satu dua kasus tapikan jangan diklaim itu Taliban, kan mereka juga sudah mengumumkan secara resmi bahwa mereka menghormati perempuan, memberikan amnesti pada orang-orang yang dulu bekerja dengan amerika, dan kasus satu dua itu tidak bisa diklaim, kalau dalam istilah kita inikan berarti ada oknum, dan oknum itu tidak mewakili sebuah institusi.

Saya ingat betul waktu pertemuan di sebuah sekolah dengan perempuan Taliban yang guru-guru, dan agak lucu, pas kita datang itu, kata kepala sekolah ‘Anda coba kasih istilahnya kuliah untuk guru-guru’. Tapi jangan dibayangkan kita kuliah di ruang besar, tidak, mereka pakai burka dan pas datang orang Indonesia ya dibuka burkanya, jadi mereka tidak pakai burka, tetap pakai jilbab. Nah, jadi kita juga harus hati-hati dengan framing ini, pada awal saya katakan bahwa Taliban juga harus belajar, jadi kita tidak mengatakan Taliban ini sempurna tidak, tapi namanya pemerintah pasti ada plus minusnya, realita hari ini mereka menguasai, itu realitanya kan, jadi coba mereka harus belajar bagaimana diskusi dengan banyak negara misalnya, kemudian mereka mencari format kira-kira untuk kami (negara Afghanistan) bagaimana sih, dan tapi jangan kita paksakan harus seperti Indonesia, karena setiap negara punya corak yang beda-beda, dan kita harus menghormati corak mereka, kan demokrasi gitu menghormati pilihan mereka, tak bisa dipaksakan harus kaya Amerika, Eropa atau Indonesia misalnya. Saya pikir terlalu berlebihan kalau kita paksakan kehendak harus mengikuti kaya negara lain gitu. (W/R6/RS3)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: siti aisyah

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.