Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

YPHI: PEMERINTAH HARUS JAMIN KEAMANAN PRODUK HALAL

Admin - Ahad, 2 Februari 2014 - 14:03 WIB

Ahad, 2 Februari 2014 - 14:03 WIB

1296 Views ㅤ

Keamanan Makanan halal dan baik dalam AlQuran disebut dengan HalalanThoyiban dan dalam bahasa Inggris disebut Halal and Good Food. Bagi umat Islam merupakan hal yang diwajibkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Setiap Muslim berhak untuk mendapatkan pangan, obat-obatan dan kosmetika yang halal dan thoyib, sehingga pemerintah harus melindunginya dengan payung hukum yang pasti mengenai jaminan kehalalan dan kethoyyiban setiap produk yang dikonsumsi.

Ketua Umum Yayasan Produk Halal Indonesia (YPHI), Dr. Muhammad Yanis Musdja, MSc., dalam diskusi dengan Dewan Redaksi Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di Gedung Mer-C, Jakarta, yang dipublikasikan MINA, hari Ahad, mengatakan, payung hukum yang dimaksud yakni, undang-undang  untuk Jaminan Produk Halal (UU-JPH) di Indonesia sampai saat ini masih belum jelas, penetapan dan hasil pembahasan antara pemerintah dan DPR masih mengambang terus. Pada hal pembahasan UU-JPH sudah dimulai sejak 2009 yang lalu.

“Juga belum ada pendekatan-pendekatan yang maksimal pada DPR, sehingga pembahasan RUU-JPH yang digelar baru-baru ini mengalami jalan buntu,” katanya.

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El-Awaisi (3): Kita Butuh Persatuan untuk Bebaskan Baitul Maqdis

Pakar Kimia Farmasi dan Toksiologi pangan itu menekankan, UU-JPH harus bersifat Mandatory (wajib), sebab jika tidak wajib akan membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat Indonesia mengingat hasil pantauan-pantauan dan penelitian-penelitian di laboratorium, menemukan banyak produk yang beredar termasuk produk impor, mengandung unsur-unsur tidak halal dan tidak baik (thoyib) dan sangat berbahaya untuk kesehatan masyarakat Indonesia.

Dalam rangka meningkatkan penanganan produk dan sertifikasi halal di Indonesia, melalui lembaganya YPHI, pakar produk halal yang juga aktif dalam berbagai kegiatan masalah halal di tingkat internasional itu sedang merumuskan pendirian Program Studi (Prodi) Magister (S2) Produk Halal.

Prodi Produk Halal pertama di perguruan tinggi di Indonesia yang akan diselenggarakan Institut Teknologi Indonesia (ITI) bekerjasama dengan Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI).

Berikut wawancara di sela-sela diskusi tersebut :

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (2): Urgensi Rencana Strategis Bebaskan Baitul Maqdis

MINA: Bagaimana pandangan Anda mengenai konsep makanan dalam Islam?

Yanis: Mengkonsumsi makanan halal dan baik (Halalanthayyiban) bagi umat Islam merupakan hal yang diwajibkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebagaimana yang  termaktub dalam Al-Qur’an pada Surat Al-Baqorah ayat 168:Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” dan Surat Al-Maidah ayat 88: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”

Islam itu Rahmatan lil ‘Alaamiin, himbauan untuk mengkonsumsi makanan halal dan thoyib, malahan bukan hanya untuk orang-orang Muslim (beriman dengan Islam) saja tetapi untuk seluruh umat manusia. Pada Surat Al-Baqarah ayat 168, bahwa barangsiapa, Muslim ataupun non-Muslim, yang mengkonsumsi makanan halal dan baik, pasti akan mendapatkan rahmat, berkah, dan karunia yang tidak terhitung dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Selain itu, sebagaimana dinyatakan dalam Hadits Rasulullah bahwa pada umumnya penyakit itu bersumber dari perut. Jika dicermati, ada lima klasifikasi penyakit, Yakni:

Baca Juga: Fenomana Gelombang Panas, Ini Pendapat Aktivis Lingkungan Dr. Sharifah Mazlina

     1. Penyakit yang disebabkan oleh Infeksi ( bakteri, virus, cacing, protozoa, riketsia, jamur).

     2. Penyakit gangguan metabolisme yang disebabkan karena senyawa kimiawi tubuh meningkat/menurun dari kondisi optimal/standar, (Diabetes, tekanan darah    tinggi,Stroke, asam urat, jantung koroner, hiperkolesterol,  defisiensi gizi, dan lain-lain).

     3. Penyakit gangguan genetik (Cacat dari lahir,  tumor, kanker dan lain-lain).

     4.Penyakit gangguan jiwa (Scizhoprenia, gila  dan lain-lain).

Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (1): Peran Strategis Indonesia dalam Pembebasan Baitul Maqdis

     5.Penyakit gangguan fisik (karena kecelakaan, trauma mekanis, syok listrik, dan lain-lain).

Dari lima jenis klasifikasi penyakit tersebut, hanya penyakit karena gangguan fisik yang bukan bersumber dari perut, sedangkan penyakit yang empat lagi bersumber dari dari perut.

Oleh karena itu, Islam sangat menekankan tentang hal ini sebagaimana ayat Al-Quran dan Hadist yang menyatakan:

Al-Quran: Surat ‘Abasa (80) ayat 24.

Baca Juga: HNW: Amanat Konstitusi! Indonesia Sejak Awal Menolak Kehadiran Penjajah Israel

“Palyanzuril insanu ila to’amihi.”

Terjemahnya : “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.”

Hadist Riwayat Abu Daud.

“Nahnu qaumun laa na kulu hattan najuu’a waidza akalna laa nasyba’u.”

Terjemahnya : Kita ini golongan umat yang makan karena sudah  merasa lapar dan apabila kita makan tidak  sampai terlalu kenyang.”

Baca Juga: Basarnas: Gempa, Jangan Panik, Berikut Langkah Antisipasinya

Kemudian pada Hadist yang lain Rasullulah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:

Terjemahnya:

“Seorang anak Adam (manusia)  tidak memenuhkan  suatu tempat  yang lebih jelek dari pada  perut  (lambung). Cukuplah bagi anak Adam itu beberapa  suap makanan  yang sekedar bisa menegakkan  tulang punggungnya. Jika menuntut harus dipenuhi, maka 1/3 untuk makanannya, 1/3 untuk minumannya dan 1/3 lagi untuk pernapasannya.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah dan Hakim)

Pada sisi lain, Makanan yang tidak thoyyib bisa lebih berbahaya dari makanan yang tidak halal, umpamanya orang yang memakan racun (makanan tidak thoyyib), maka orang tersebut dapat meninggal dalam beberapa jam setelah memakan racun tersebut.

Baca Juga: Basarnas Siapkan Sumber Daya yang Siap dan Sigap

Oleh karena itu, Allah menghimbau orang-orang yang beriman pada Surat Al-Baqorah Ayat 172 yang berbunyi:”Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dalam Islam, konsep produk halal dan baik (halalanthoyiban) tidak terpisahkan.

Pada saat ini, ilmu pengetahuan adalah alat yang paling ampuh untuk menyampaikan dakwah Islam kepada masyarakat dunia yang semakin kritis untuk membandingkan kecocokan ajaran agama dengan ilmu pengetahuan. Oleh karena kemajuan ilmu pengetahuan telah membuktikan, bahwa di antara agama-agama yang ada pada saat ini hanya agama Islam yang paling cocok dengan Ilmu Pengetahuan. Hal ini adalah merupakan janji Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al-Quran pada Surat Al-Fushilat Ayat 53: “Bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan memperlihatkan kebenaran ayat-ayat-NYA di segenap ufuk (Horizon)”.

Kebenaran ayat-ayat Allah dalam bidang makanan telah dibuktikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala bahwa hanya konsep makanan yang halal lagi baik (Halalanthayyiban) yang paling cocok dengan ilmu pengetahuan. Kebenaran Ayat-ayat Al-Quran tentang makanan halal dan baik (Halalanthyayyiban) telah mempesonakan orang yang mencari tentang agama yang benar.  

Baca Juga: Cerita Perjuangan dr. Arief Rachman Jalankan “Mission Impossible” Pembangunan RS Indonesia di Gaza (Bagian 3)

Hal ini telah menyebabkan banyak sekali orang-orang non-Islam merubah agama mereka (convert) menjadi Islam di berbagai penjuru dunia. Akibat dari hal ini, menurut hasil survei Muslim Population in the World, angka pertumbuhan jumlah orang Islam, kini paling tinggi di dunia. Sebelumnya, umat Kristen lebih banyak dibandingkan jumlah populasi Muslim di dunia. Sekarang, jumlah umat Islam di dunia sekitar 2,08 milyar melebihi jumlah umat Kristen di dunia sekitar 2,01 milyar.

Sebagaimana konsep Islam tentang makananan halal lagi baik (Halalanthayyiban) yang cocok sekali dengan konsep makanan bergizi dan sehat atau halal dan baik (Halalanthayyiban), sebagaimana dibuktikan oleh Ilmu Pengetahuan modern. Sedangkan makanan yang diharamkan oleh Islam seperti alkohol, babi, bangkai, darah, binatang buas, hewan yang menjijikkan dan hewan yang tidak disembelih tidak atas nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala, berdasarkan hasil penelitian ilmu pengetahuan ternyata banyak sekali memberikan mudarat dan kerugian terhadap orang yang memakannya.  

Oleh karena itu, pertumbuhan populasi Muslim dunia yang semakin pesat tentunya menuntut jaminan halal bagi setiap produk yang dikonsumsinya.

MINA: Bagaimanakah kondisi kehalalan produk makanan, obat, dan kosmetika yang beredar di negara kita?

Baca Juga: Cerita Perjuangan dr. Arief Rachman Jalankan “Mission Impossible” Pembangunan RS Indonesia di Gaza (Bagian 2)

Yanis: Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengingatkan kepada kita dalam Al-Quran pada Surat Al-Mutaffifin tentang orang yang mencari keuntungan yang besar dengan melakukan kecurangan dalam perdagangan.

Makanan, obat, dan kosmetik sangat memainkan peranan penting untuk kesehatan dan keselamatan umat manusia di dunia. Pada era perdagangan bebas dunia saat ini, setiap negara bebas untuk mengekspor dan mengimpor makanan, obat, dan kosmetik dari satu negara ke negara lain, sehingga banyak terjadi penipuan (Adulteration) dan pemalsuan (Fraud) yang dilakukan pengusaha dan pedagang yang curang (Kelompok Mutaffifin), baik berasal dari dalam maupun luar negeri, yang tidak bertanggung jawab, demi untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.

Sangat memprihatinkan, wilayah Indonesia yang sangat luas serta pengawasan yang lemah.

Dalam kenyataannya, Indonesia dijadikan sebagai tempat sampah, beberapa produk yang tidak laku (tidak halal dan tidak baik) di negara lain tapi lolos untuk dipasarkan di Indonesia. Seperti buah yang direndam dalam formalin (Bahan pengawet mayat pemicu kanker) agar lebih lama busuk; daging yang direndam dalam Sodium nitrat  (Natrium nitrat) perusak metabolisme tubuh yaitu tipe garam (NaNO3) yang telah lama digunakan sebagai komposisi bahan peledak dan dalam bahan bakar padat roket agar kelihatan segar; pengusaha dalam negeri yang mencampur daging giling sapi dengan daging babi yang bersifat pemicu berbagai penyakit (Infeksi, obesitas, kardivaskuler, kanker dan lain-lain), karena harga daging babi yang jauh lebih murah dari daging sapi.

Baca Juga: Wawancara dengan MER-C: Peran dan Misi Kemanusiaan MER-C di Afghanistan

Bahan-bahan tambahan makanan (Additive) seperti pengawet, pemanis, penyedap, pewarna, pengental yang bekerja merusak kesehatan digunakan dalam makanan, obat dan kosmetika yang melampaui ambang batas yang diizinkan; pemotongan hewan seperti sapi, kambing, domba, ayam dengan teknik Stunning (pemingsanan) sebelum hewan disembelih yang jelas tidak sesuai dengan syariat Islam.

Beberapa roti segar dan produk makanan lainnya diberi pengawet dengan kadar yang banyak untuk menunda waktu kadaluwarsanya; pemakaian pewarna tekstil di beberapa produk makanan agar harga lebih murah serta warnanya lebih menawan; ayam mati kemaren (Tiren) karena Flu burung dijual di pasar tradisional; logo halal yang dibuat sendiri tanpa melalui proses sertifikasi, pemakaian bahan tambahan makanan yang melampaui batas.

Juga banyak sekali obat-obatan yang tidak halal dan baik telah beredar di Indonesia. kecurangan yang banyak terjadi dalam produk makanan, obat, dan kosmetik di Indonesia yang mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat Indonesia yang mengkonsumsinya, dan membuat konsumen yang Islam dan non-Islam sangat terancam kesehatannya karena efek samping dari makanan, obat dan kosmetika yang sudah sangat membahayakan keselamatan bangsa Indonesia, karena kualitasnya sudah sangat jauh melenceng dari konsep halal and good food (Halalanthayyiban).

Tentunya produk yang beredar di Indonesia harus dicermati sebaik mungkin tentang kehalalan dan kethoyibannya. Apalagi dengan kemajuan teknologi, banyak dari bahan-bahan haram tersebut yang dimanfaatkan sebagai bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong pada berbagai produk olahan. Akhirnya yang halal dan yang haram menjadi tidak jelas, bercampur aduk dan banyak pula yang syubhat (samar-samar, tidak jelas hukumnya).

Menurut hasil pegamatan dari beberapa peneliti, banyak produk yang sudah disertifikasi halal tetapi tidak thoyib, beberapa produsen makanan, obat dan kosmetika telah berbohong dan melakukan kecurangan (Mutaffifin),  Sebagaimana diingatkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al-Quran pada surat Mutaffifin bahwa kelompok Mutaffifin tersebut mempunyai filosofi hidup H-3 (HALAL, HARAM, HANTAM), otak mereka hanya ingin mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Pada saat ini, kelompok Mutaffifin ini dari budaya H-3 mereka, maka mereka juga suka melakukan penyuapan (menyogok) aparatur negara yang memberi izin, agar produk-produk mereka yang tidak memenuhi syarat dapat lolos dipasarkan, mereka telah mempelesetkan istilah agama yang agung menjadi istilah yang keji dan dibenci Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yakni istilah DOA telah mereka pelesetkan dengan istilah Duit Ongkos Adminstrasi (DOA).  

Filosofi hidup dan cara-cara mereka benar-benar telah merusak sendi-sendi negara Indonesia, Oleh karena mereka selalu berusaha untuk mempraktikkan budaya DOA (Duit Ongkos Adminstrasi) kepada aparatur negara. Oleh karena budaya ini, hasil Survei yang dilakukan oleh Political & Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong pada tahun 2011, Indonesia menjadi negara paling korups dari 16 negara di kawasan Asia Pasifik.

Hal ini telah mencoreng nama baik bangsa Indonesia dan ajaran Islam yang mengajarkan kejujuran dan kebenaran. Oleh karena itu, dalam UU-JPH harus ada sangsi atau hukuman yang berat kepada kelompok Mutaffifin, para penyuap dan penerima suap, sebagaimana kita ketahui bahwa dalam ajaran Islam ”Penyuap dan Penerima Suap adalah masuk neraka” Oleh karena konsep Halalanthayyiban tidak hanya dari produk akhir (Final Produtcts) tapi harus dari keseluruhan aspek adalah halal dan thoyyib.

MINA: Sejauh mana peran MUI sebagai lembaga penjamin kehalalan suatu produk?

Yanis: Saya salut dengan kiprah dan perjuangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk melaksanakan sertifikasi halal melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI, namun upaya itu kurang didukung peralatan dan SDM yang memadai. Oleh karena itu, kelemahan dan fasilitas yang kurang pada MUI harus kita atasi secara bersama-sama, kita harus bekerja dalam bentuk berjamaah dan bersinergi antara Pemerintah, MUI, ICMI, YPHI, dan lembaga-lembaga lain untuk menghasilkan produk-produk halal dan baik (Halalanthayyiban) untuk Indonesia khususnya dan untuk dunia umumnya.

Dalam hal ini, untuk sertifikasi halal harus dilakukan terlebih dahulu analisis laboratorium yang membuktikan bahwa makanan tersebut benar-benar halal dan baik (Halalanthayyiban) sebagaimana yang dilaksanakan di Thailand, Malaysia, dan negara-negara Organisasi Kerja sama Islam (OKI) yang memahami bahaya kerja kelompok para pecundang (Mutaffifin) terhadap makanan, obat-obatan dan kosmetika.

Oleh karena kecanggihan teknologi, pada saat ini kelompok Mutaffifin atau kelompok-kelompok yang melakukan penipuan dan pemalsuan dalam bidang makanan, obat dan kosmetika benar-benar lihai dan hebat sekali. Beberapa Perguruan Tinggi yang bekerja sama dengan MUI pada umumnya belum mempunyai peralatan yang standar atau handal dan umumnya tidak terakreditasi untuk memeriksa makanan yang halal dan baik (Halalanthayyiban). 

Oleh karena itu, Indonesia harus punya beberapa laboratorium yang memenuhi syarat dan terakreditasi untuk melakukan pemeriksaan makanan yang halal dan baik (Halalanthayyiban) untuk mendukung pelaksanaan UU-JPH yang akan diterapkan pada masa yang akan datang.

Peralatan (Instrumentasi) yang harus dimiliki oleh Laboratorium untuk Analisis Halal dan baik (Halanthayyiban) Makanan, obat dan kosmetika yang baik, harus mempunyai, yakni:

1. PERALATAN UNTUK SKRINING.

  1. Fourier Transform Infra Red (FTIR) adalah alat yang ampuh untuk mengidentifikasi jenis ikatan kimia dalam molekul dengan menghasilkan spektrum serapan inframerah yang seperti “sidik jari molekul”.
  2. Differential Scanning Calorimetry (DSC) adalah  alat untuk mempelajari perilaku suatu senyawa saat dipanaskan, dimana setiap senyawa mempunyai   perilaku yang berbeda-beda. Dengan demikian akan dapat mengetahui senyawa apa yang  dianalisis.
  3. Electronic Nose: Alat pembau elektronik yang bisa mengetahui berbagai aroma atau makanan, termasuk makanan-makanan haramPorcine Rapid Test Kit, Alat untuk mengetahui secara cepat adanya kandungan porcine babi.

  2. PERALATAN UNTUK ANALISIS HALAL

  1. Polymerase Chain Reaction (PCR): untuk Test DNA hewan-hewan haram,
  2. Head Space-Gas Chromatography Flame Ionization Detection (HS-GCFID), atau Head Space Gas Chromatography-Mass Spectrometry (HS-GCMS) untuk melakukan test alkohol dalam dosis rendah.
  3. Gas Chromatography (GC) atau Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GCMS) adalah alat untuk melakukan test berbagai jenis lemak (lipid).
  4. Liquid Chromatography Mass Spectrometry (LCMS) adalah alat untuk mengetahui berbagai jenis  Phospholipids.
  5. Liquid Chromatography Mass Spectrometry Mass Spectrometry (LCMS-MS) adalah alat mengetahui berbagai jenis protein.

 3. PERALATAN UNTUK ANALYSIS THAYYIBAN

  1. Liquid Chromatography Mass Spectrometry (LCMS): LCMS adalah alat untuk mengetahui obat-obat sintetis palsu.
  2. LCMS-MS adalah untuk mengetahui bahan tambahan makanan (Additive).
  3. Atomic Absorption Spectrum (AAS) adalah alat untuk  mengetahui logam-logam berat.
  4. Microbial Limit Test adalah alat  untuk mengetahui berbagai kontaminasi berbagai jenis mikroba.

Di samping peralatan tersebut, suatu laboratorium harus mempunyai peralatan konvensional yang biasa digunakan di laboratorium.

Pada saat ini di negara ASEAN, Perguruan tinggi yang punya peralatan tersebut baru laboratorium makanan halal, obat, dan kosmetika Chulalongkorn University Thailand dan laboratorium makanan halal, obat dan kosmetika Universiti Putra Malaysia (UPM), Malaysia, sedangkan perguruan tinggi (PT) di Indonesia belum ada yang mempunyai alat standar makanan halal tersebut.

Oleh karena untuk membangun peralatan seperti tersebut dibutuhkan dana sekitar Rp. 70 milyar hanya untuk pembelian peralatan saja.

Pada draft UU-JPH RI sudah disebutkan bahwa negara Indonesia untuk menjamin terlaksananya UU-JPH juga akan ada nanti suatu lembaga yang mempunyai peralatan seperti disebutkan di bawah Kementerian Agama/Presiden yang akan bekerja sama dengan MUI dan lembaga lainnya di Indonesia.

Jika Indonesia betul-betul ingin melaksanakan Jaminan Produk Halal yang sesuai dengan konsep makanan halal dan baik (Halalanthayyiban), tidak mungkin hal ini hanya diserahkan kepada MUI, oleh karena untuk pelaksanaan ini dibutuhkan dana yang besar dan SDM yang profesional (mumpuni) untuk melaksanakan hal ini, Malaysia dan Thailand sudah didukung oleh tenaga-tenaga profesional lulusan Pasca Sarjana Produk Halal, oleh karena negara mereka mempunyai Pasca Sarjana Produk Halal, sedangkan Indonesia baru dalam tahap persiapan untuk pendirian Pasca Sarjana Produk Halal yang akan didirikan atas kerja sama Institut Teknologi Indonesia (ITI)-ICMI dan YPHI di Serpong.

Oleh karena di masa yang akan datang Sertifikasi makanan halal tidak boleh hanya seperti melaksanakan ISO (International Standardization Organization), hanya pada manajemen saja. Proses sertifikasi tidak boleh hanya melalui wawancara terus datang ke tempat produsen makanan, obat dan kosmetika, tanpa ada analisis laboratorium, sehingga tidak tahu apa sebetulnya kandungan dalam produk yang disertifikasi. Oleh karena makanan yang tidak halal dan baik (Halalanthayyiban) adalah sangat membahayakan kesehatan bangsa Indonesia.

Pada saat ini, negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga sudah merancang suatu Draft untuk membuat satu logo halal dan satu standar makanan untuk dunia Islam (One Halal Logo and One halal Standart for Islamic Countries). Hal ini telah dibicarakan dalam Kongres Negara-negara OKI di Sarjah pada tanggal 16-18 Desember 2013 yang lalu, di mana Saya adalah mewakili bangsa Indonesia sebagai pembicara pada Kongres tersebut dengan topik Presentasi Saya “STANDARDIZATION OF HALAL FOOD ISSUES AND CHALLENGES FOR OIC COUNTRIES” (Isu-isu Standarisasi Makanan Halal dan Tantangan untuk negara-negara OKI).

MUI harus kita dukung. YPHI bekerja sama dengan pemerintah, MUI dan berbagai lembaga lainnya dalam hal ini terus melaksanakan edukasi, informasi, produksi, perdagangan serta riset, dan pengembangan produk halalanthayyiban yang terpercaya ditingkat nasional dan internasional.

Sehingga adanya sinergi dari unsur-unsur itu menjadi landasan YPHI mendirikan Program Pasca Sarjana Produk Halal di negara ini.

MINA: Bagaimana pemberlakuan produk halal untuk negara-negara berpenduduk minoritas Muslim?

Yanis: Dalam konsep untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan baik (halalanthayyiban) saat ini sudah diterima oleh masyarakat internasional, termasuk negara-negara non-Muslim.

Saat ini, daging halal di Eropa lebih mahal dari daging-daging lain. Karena Majelis Ulama di Eropa memfatwakan bahwa umat Islam Eropa tidak boleh mengkonsumsi daging sapi dari hasil rekayasa teknologi, karena sapi rekayasa teknologi tersebut untuk pertumbuhan dan penggemukannya menggunakan hormon pertumbuhan yang berasal dari babi yakni hormon porcine somatotropin.

Kemudian banyak sapi hasil rekayasa teknologi karena proses penggemukannya terlalu dipaksakan menggunakan porcine somatotropin dari babi sehingga sapi yang baru berumur enam bulan sudah bisa menyamai berat sapi yang tumbuh secara alami dengan umur dua tahun. Umumnya sapi hasil rekayasa teknologi lebih rentan terhadap berbagai penyakit. Salah satu penyebab sapi rekayasa teknologi ini terkena penyakit sapi gila (Mad Cow) adalah sapi yang masih berumur enam bulan volume otaknya yang masih kecil tidak mampu mengontrol organ-organ dan berat badan yang terlalu besar.

Penyakit Sapi Gila/Mad Cow atau Bovine Spongiform encephalopathy/BSE adalah salah satu penyakit pada otak sapi yang tergolong dalam kelompok penyakit Transmissible Spongiform Encephalopathy (TSE). Penyakit ini disebabkan oleh suatu jenis protein (tanpa asam nukleat) yang bersifat infeksius yaitu PRION (Proteinaceous Infectious).

Secara normal, protein prion dihasilkan oleh tubuh (disingkat PrPc/cellular PrP), sedangkan isoform dari protein prion yang infeksius penyebab TSE disebut Prion Protein Scrapie (PrPSc), adapun bentuk PrPc dan PrPSc sama, bobot molekul sama, sekuensnya juga sama. Perbedaan yang paling menonjol dari kedua protein prion tersebut adalah bahwa PrPSc (bcid) tahan terhadap Proteinase K suatu enzim yang dapat mendegradasi protein, sedangkan PrPc (ahelix) tidak tahan.

Penyakit ini menjadi sangat menarik bagi dunia kedokteran karena dua hal yaitu secara ilmiah karena berada di antara dua sifat genetik dan infeksius (suatu posisi yang unik dan merupakan paradigma baru pada disiplin biomedis). Etiologi (asal usul penyakit) sapi gila belum diketahui secara pasti. Akan tetapi salah satu hipotesis yang paling kuat karena penggunaan hormon pertumbuhan porcine somatotropin yang berasal dari babi. Oleh karena babi adalah hewan yang seumur hidupnya selalu terinfeksi oleh virus dan prions. Prion adalah penyebab penyakit sapi gila (Mad Cow).

Pada saat ini, umumnya produk-produk rekayasa bioteknologi pada hewan, umumnya menggunakan hormon pertumbuhan (Porcine Somatotropin) yang berasal dari babi. Oleh karena itu, sangat tepat sekali kebijakan yang diambil oleh Majelis Ulama Eropa, bahwa daging hewan hasil produk rekayasa bioteknologi adalah haram. Sedangkan, daging halal (halal Meat) adalah daging hewan yang berasal dari hewan-hewan yang tumbuh secara alami, sehingga sangat bermanfaat untuk kesehatan umat manusia.

Pada sisi lain, Thailand yang mempunyai populasi penduduk Muslim hanya sekitar 8% atau 4,8 juta jiwa, tapi merupakan negara nomor dua terbesar dalam ekspor makanan halal untuk negara Organisasi Kerja sama Islam (OKI) dengan jumlah makanan yang sudah disertifikasi 88%.

Seharusnya Indonesia yang mempunyai prestasi seperti Thailand, oleh karena kita punya populasi muslim sekitar 88% atau ada sekitar 250 juta orang Muslim di Indonesia, atau merupakan negara dengan populasi Muslim paling terbesar di dunia. Kita kalah dengan Thailand oleh karena mereka sedikit tapi terorganisir dengan baik, kita besar tapi tidak terorganisir dengan baik sebagaimana yang diisyaratkan oleh Firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Baqorah Ayat 249. Betapa banyak kelompok kecil yang mengalahkan kelompok besar, oleh karena kelompok kecil terorganisir dengan baik, sedangkan kelompok besar tidak terorganisir dengan baik.

Perlu diketahui, yang mengelola produk halal di Thailand adalah cucu KH. Ahmad Dahlan, yaitu Prof. Winai Dahlan, Pendiri The Halal Science Center Thailand, kini menjabat Ketua Halal Centre dan Dosen Food Processing Dept., Chulalongkorn University, Thailand.

MINA: Lalu bagaimana dengan pemberlakuan produk halal di negara Malaysia?

Yanis: Malaysia dengan populasi Muslim sekitar 55% Muslim, atau jumlah penduduk Muslim sekitar 19 juta jiwa, merupakan negara pengekspor makanan halal nomor Sembilan ke negara OKI. Bahkan, biaya sertifikasi produk halal di sana ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah, jumlah produk yang sudah disertifikasi saat ini sudah sekitar 95%. Di Malaysia UU-JPH sudah bersifat wajib (Mandatory) tidak lagi bersifat sukarela (Voluntary).

Di Malaysia penduduk non-Muslim yang berjumlah sekitar 45% juga sangat memahami manfaat makanan Halalanthayyiban. Oleh karena itu, penduduk Muslim dengan Non-Muslim saling bahu membahu untuk membuat produk Halal. Kemudian, Malaysia sudah mempunyai Standar Operation Procedure/SOP (Prosedur Operasi Standar), bahwa setiap makanan yang akan mendapat Sertifikasi Halal dari JAKIM (Jabatan Kemajuan Islam Malaysia) harus dilakukan uji produk akhir (Final Product) bahwa makanan tersebut benar-benar Halalanthayyiban.

Makanan yang tidak melakukan uji produk akhir dan tidak lolos dari hasil uji Halalanthayyiban tidak akan mendapat Sertifikasi Halal dari JAKIM. Dalam hal Jaminan Produk Halal kita bangsa Indonesia sudah jauh ketinggalan dengan Malaysia, untuk mendukung Jaminan Produk Halal Malaysia didukung oleh Instansi dan Organisasi Non-Pemerintah (Non-Goverment Organization/NGO), lembaga-lembaga halal pemerintah dan NGO tersebut antara lain; milik pemerintah adalah JAKIM dan Garden Halal yakni gabungan laboratorium yang bergerak dibidang Sains dan Teknologi di Kuala Lumpur, seperti PUSPIPTEK (Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang ada di Serpong, Tangerang Selatan Indonesia.

Kemudian Malaysia punya Pasca Sarjana yang bergerak di bidang Halalanthayyiban, Yakni Pasca Sarjana Universiti Putara Malaysia (UPM), Universiti Islam Antar Bangsa/Islamic International University Malaysia (IIUM), Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Universiti Malaya (UM) dan sekarang beberapa Universitas di beberapa negara bagian Malaysia juga bergerak di bidang Produk Halal.

Sementara lembaga Non-Pemerintah (NGO) juga saling bersinergi dengan pemerintah Malaysia di antaranya; Halal Development Industry Cooperation (HDC), Dagang Halal, Kasehdia. Di samping itu, Malaysia juga akan membuat 20 kawasan industri halal, di mana pada saat ini, Malaysia sudah mempunyai empat kawasan industri halal yang beroperasi seperti PKFZ Halal Flagship di Pulau Indah, Selangor Halal Hub di Pulau Indah, Serkam Halal Park di Melaka dan Pedas Park di Negeri Sembilan.

MINA: Pada 2011 lalu pemerintah telah menandatangani Piagam Penetapan Indonesia sebagai Pusat Halal Dunia. Bagaimana prospek Indonesia ke depan untuk mewujudkan hal itu?

Yanis: Indonesia merupakan negara yang mempunyai penduduk Muslim paling besar di dunia. Di samping itu, Indonesia telah ditunjuk menjadi kantor pusat Dewan Makanan Halal Dunia oleh negara-negara anggota Organisasi Kerja sama Islam (OKI).

Oleh karena itu, banyak sekali perhatian, pengharapan, serta pedoman yang diharapkan oleh negara-negara Muslim lainnya kepada Indonesia, termasuk penerapan konsep produk halal dan baik (halalanthayyiban) untuk kesehatan dan  keselamatan umat manusia di dunia.

Indonesia juga merupakan negara yang paling terkaya di dunia dalam soal keanekaragaman hayati (biodiversity) dan keanekaragaman makanan tradisional dari berbagai suku dari wilayah nusantara yang mempunyai potensi sangat besar untuk ekspor makanan halal.

Namun, posisi Indonesia dengan populasi Muslim sekitar 88% Muslim untuk pengekspor makanan halal ke negara OKI tidak termasuk dalam 50 negara yang mengekspor makanan halal ke OKI, karena jumlah makanan yang sudah disertifikasi masih sekitar 15% dan sangat miskin dengan penelitian-penelitian mengenai produk halal serta kemampuan SDM untuk bergerak di biadang Industri Halal masih lemah.

Oleh karena itu, kita harus cepat bangkit untuk mengejar ketertinggalan kita. Bila kita bisa mengorganisir umat Islam Indonesia yang mempunyai potensi sangat besar dari jumlah serta kekayaan alam yang melimpah, Insya Allah kita akan bisa menjadi negara terkemuka dalam berbagai hal, termasuk dalam membuat produk-produk halal yang sangat didambakan oleh umat Islam dunia.

MINA: Bagaimana pembahasan Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU-JPH) DPR dengan pemerintah saat ini?

Yanis: Pada tanggal 18 Nopember 2013 yang lalu, kami (YPHI) dan MUI serta beberapa departemen (pemerintah) diundang oleh Kemenag untuk membahas Draft RUU-JPH di Hotel Milenium Tanah Abang. Pada saat itu dengan hasil diskusi yang lebih mendalam, Akhirnya pendapat sebagian perwakilan pemerintah yang tadinya menginginkan UU-JPH bersifat sukarela (Voluntary) sudah berubah menjadi UU-JPH yang bersifat Wajib (Mandatory).

Dari kesepakatan tersebut, bahwa UU-JPH yang akan dibahas oleh DPR kita minta agar ditetapkan bersifat Wajib (Mandatory), akan tetapi pada 21 Januari 2014 yang lalu pemerintah gagal bersama DPR menetapkan UU-JPH tersebut. 

Untuk menghasilkan UU-JPH yang bermanfaat untuk bangsa Indonesia di masa yang akan datang, bahwa kita harus mempertimbangkan kebenaran-kebenaran objektif dengan mengesampingkan politik dan kepentingan golongan serta belajar dari sejarah dan kelemahan kita bangsa Indonesia.

Kelemahan Bangsa Indonesia di masa lalu tentang UU-JPH

1. MUI adalah lembaga yang sangat berjasa untuk merintis dan melaksanakan sertifikasi Halal di Indonesia, MUI selama 20 tahun terakhir telah berperan dalam menentukan kehalalan suatu produk. Sayangnya usaha MUI tidak didukung sepenuhnya oleh pemerintah, produsen, dan masyarakat Indonesia.

2. Setelah 20 tahun MUI dalam melaksanakan Sertifikasi halal, kita ketahui bahwa, jumlah produk makanan yang terdaftar di BPOM RI adalah 57924 jenis (data 2 Pebruari 2014 sumber: Data Base BPOM RI), Di sisi lain, jika kita buka Website LPPOM MUI pada: www.halal.or.id. (diunduh pada tanggal 2 Pebruari 2014) jika kita klik pada Website tersebut “Daftar Belanja Produk Halal LPPOM MUI” maka akan ditemukan Not Found, The requested URL /images/stories/pdf/daftarproduk/Daftar Produk Halal September 2011.

Berapa sebetulnya jumlah makanan yang sudah disertifikasi oleh LPPOM MUI, kita tidak tahu dengan pasti, karena tidak ada data yang UP TO DATE bisa kita dapatkan.

Kita sangat berharap LPPOM MUI dapat mengaktifkan segera Website yang dapat memberikan Informasi kepada bangsa Indonesia tentang produk halal yang sudah disertifikasi oleh LPPOM MUI. Sehingga masyarakat bisa mengetahui produk-produk mana saja yang sudah mempunyai sertifikasi halal MUI.

Kemudian ada berita yang dimuat pada www.republika.co.id. yang dimuat dalam Republika Online edisi 11 Januari 2014, menurut Lukmanul Hakim Kepala LPPOM MUI bahwa makanan yang sudah disertifikasi oleh MUI sejak 5 tahun terakhir ini ada 13.136 jenis termasuk makanan impor, jumlah tersebut sekitar 70% adalah makanan dalam negeri, atau 70% dari makanan sertifikasi MUI yang berjumlah 13.136 adalah 9195. Maka dalam hal ini, persentase makanan dalam negeri yang sudah disertifikasi oleh LPPOM MUI dibandingkan dengan jumlah makanan yang terdaftar di BPOM sebanyak 57924 adalah 9195 dibagi 57924 adalah 15,88%. Angka ini sangat jauh dengan angka persentase Sertifakasi Malaysia sebesar 95% dan Thailand sekitar 88%.

Dari jumlah makanan yang disertifikasi oleh MUI berapa yang dilakukan uji produk akhir (Analisis final produk) kita tidak bisa mendapatkan datanya.

Rendahnya angka persentase setifikasi halal untuk makanan, obat dan kosmetika di Indonesia disebabkan:

1. UU-JPH belum ada di Indonesia. Padahal jika kita belajar dari kesuksesan Malaysia untuk menjadi Pusat (Hub) makanan Halal dunia adalah karena Malaysia telah menerapkan UU-JPH menjadi wajib (Mandatory). Kemudian Malaysia juga sudah merubah kebijaksanaan UU-JPH, di mana sertifikasi (Pensijilan) sebelum 1 Agustus 2009 diserahkan kepada lembaga swasta yakni Halal Development Industry Cooperation (HDC), maka sejak 1 Agustus 2009 sertifikasi (Pensijilan) untuk  Makanan Halal, diambil alih oleh pemerintah yang diserahkan kepada Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) atau di Indonesia sama dengan kementerian Agama.

2. Sertifikasi makanan hanya bersifat sukarela (Voluntary), hal ini telah menyebabkan produsen makanan, obat dan kosmetika tidak tertarik untuk melakukan sertifikasi.

3. Dana dan SDM yang dimiliki oleh LPPOM MUI sangat kurang sekali, hal ini tentu membatasi ruang gerak LPPOM MUI untuk melakukan berbagai aktivitas untuk sertifikasi halal.

4. LPPOM MUI tidak punya laboratorium yang memenuhi syarat untuk uji Halal dan baik (Halalanthayyiban), padahal untuk validitas suatu produk perlu pembuktian dengan analisis produk akhir (Final Product).

5. Perguruan Tinggi dan lembaga penelitian di Indonesia pada umumnya belum mempunyai laboratorium yang memenuhi syarat untuk analisis makanan halalanthayyiban, sehingga upaya Perguruan Tinggi untuk membantu LPPOM  MUI sangat terbatas sekali.

6. Kurangnya kesadaran produsen untuk melakukan sertifikasi halal, karena sebagian produsen menganggap hanya akan menambah panjangnya rantai birokrasi serta menambah biaya perizinan saja kepada produsen. Sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Sofyan Wanandi, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dikutip dari Antara News edisi 2 Pebruari 2014.

7. Umumnya, masyarakat Indonesia berpendapat makanan yang beredar di Indonesia adalah halal, oleh karena penduduk Indonesia mayoritas adalah orang Muslim. Pendapat masyarakat awam ini adalah keliru. Oleh karena produsen makanan kelas kakap di Indonesia adalah mayoritas non-Muslim.

8. Masyarakat Muslim dan non-Muslim mayoritas tidak mengerti tentang banyaknya manfaat untuk mereka, jika mereka mengkonsumsi makanan halal dan baik (Halalanthayyiban), sebagaimana diingatkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, agar semua umat manusia mengkonsumsi makanan halal lagi baik (Halalanthayyiban), maka akan membawa rahmat dan berkah yang banyak untuk mereka.

Jumlah obat yang disertifikasi yang terdaftar di Website Online MUI (www.halal.or.id) diunduh pada tanggal 2 Pebruari 2014 adalah seperti dibawah ini:

Produsen

No Sertifikat

Kadaluarsa (Thn-Bln-Tgl)

Nama Produk

Saraka Mandiri Semesta, PT

00140054220310

2012-03-02

Lumbricum

Novartis Vaccine and Diagnostics, S.r.l

00140055550710

2012-07-15

Vaksin; MENVEO MENINGOCOCCAL Group A, C, W135

Jaswa International, PT

00140055560710

2012-07-15

Vaksin; MEVAC ACYW 135

Air Mancur, PT

00140009281298

2013-02-16

 

Hanya ada empat obat yang terdaftar, ke semua yang terdaftar tersebut semua juga sudah kadaluarsa pada tahun 2012 dan tahun 2013 yang lalu. Padahal jenis obat yang beredar di Indonesia ada sekitar 30.000 jenis.

Harapan bangsa Indonesia kepada DPR, Pemerintah, dan MUI untuk UU-JPH yang akan ditetapkan di masa mendatang.

1. UU-JPH yang akan dibuat dan di sahkan oleh DPR di masa mendatang harus bersifat wajib (Mandatory). Oleh karena UU-JPH yang bersifat wajib (Mandatory) akan menguntungkan untuk penduduk Muslim dan non-Muslim. Oleh karena kualitas makanan halalanthayyiban jauh lebih baik dari makanan yang hanya baik (thoyyib). Oleh karena hasil penelitian ilmiah tentang makanan haram sangat merusak kesehatan umat manusia, Pada saat ini telah terungkap bahaya mengkonsumsi makanan haram seperti bahaya Alkohol, efek jelek mengkonsumsi babi, darah, binatang buas, hewan yang disembelih tidak sesuai syariat Islam umumnya tidak baik ditinjau dari aspek kesehatan.

2. Untuk menerapkan UU-JPH yang baik harus didukung oleh dana dan sarana, terutama laboratorium yang memenuhi syarat untuk uji halalanthayyiban dan SDM yang profesional untuk melaksanakannya.

3. Harus ada sangsi berupa hukuman yang berat (Punishment) terhadap produsen dan pedagang yang curang yang menyebabkan gangguan kesehatan terhadap masyarakat.

4. Untuk menunjang Pelaksanaan UU-JPH harus ada anggaran yang disediakan oleh pemerintah, Oleh karena makanan, obat dan Kosmetika yang Halalanthayyiban akan dapat meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.

5. Harus ada Laboratorium Rujukan Nasional yang handal untuk dapat dimanfaatkan sebagai penetapan Standar, Uji Halal dan Thoyyib untuk berbagai macam produk makanan, obat, dan kosmetika di Indonesia.

6. Harus ada Pasca Sarjana Produk Halal di Indonesia yang akan menghasilkan SDM serta melakukan pengkajian berbagai Produk Halal di Indonesia.

7. Untuk sertifikasi Produk Halal sebaiknya dilakukan oleh pemerintah yang dibantu oleh MUI dan lembaga-lembaga Sosial Masyarakat lainnya. Oleh karena untuk melaksanakan Keselamatan makanan Halal (Halal Food Safety) diperlukan dana yang besar dan SDM yang profesional serta partisipasi dari masyarakat luas.

8. Harus ada lembaga yang bekerja malakukan audit terhadap kebenaran kerja Lembaga sertifikasi Produk Halalanthayyiban sehingga apa yang dilaksanakan adalah benar.

Tidak adanya audiensi dan saran-saran yang berharga yang disampaikan kepada DPR menjadikan pembahasan RUU-JPH baru-baru ini masih buntu. Dalam waktu dekat YPHI bersama dengan lembaga-lemabaga masyarakat lainnya akan melakukan audiensi dengan DPR untuk menyampaikan usul-usulan yang sangat bermanfaat untuk bangsa Indonesia di masa yang akan datang. 

MINA: Apa saja kegiatan Yayasan Produk Halal Indonesia yang Anda pimpin?

Yanis: YPHI yang didirikan 7 Januari 2013 itu melakukan berbagai macam aktivitas untuk produk halal dan baik (halalanthayyiban) melalui kerja sama dengan pemerintah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan berbagai lembaga lainnya dalam melaksanakan edukasi, informasi, produksi, perdagangan serta riset dan pengembangan produk halalanthoyyiban yang terpercaya ditingkat nasional dan internasional.

YPHI dibentuk oleh anggota ICMI dan wakil-wakil dari beberapa perguruan tinggi, peneliti, dan pemerhati terhadap kehalalan makanan, obat-obatan, dan kosmetika di Indonesia.

YPHI melakukan aktivitas dengan mengambil salah satu dari 99 sifat Allah yakni (HASIB) atau aktivitas YPHI adalah  Halal, Science, Industry, dan Busines (HaSIB), di mana ruang lingkupnya dengan melakukan berbagai macam aktivitas untuk produk halal dan baik (halalanthayyiban) dengan bekerja sama dengan pemerintah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan berbagai lembaga lainnya dalam melaksanakan edukasi, informasi, produksi, perdagangan serta riset dan pengembangan produk halalanthoyyiban yang terpercaya ditingkat nasional dan internasional.

MINA: Bagaimana perumusan pendirian Program Studi Pasca Sarjana Produk Halal yang  dirintis YPHI?

Yanis: Saat pertama kali diluncukannya konsep halal dan baik (thoyyib) oleh MUI, namun tak ada satu pun perguruan tinggi yang bergerak di bidang ini. Sementara, sebagian besar perguruan tinggi di Malaysia sudah membuka Program Studi Pasca Sarjana (S2) Produk Halal dan mempunyai lima universitas yang membuka Program Studi Pasca Sarjana (S2) Produk Halal.

Untuk itu, Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Produk Halal Indonesia (YPHI) bekerjasama dengan Perguruan Tinggi Institut Teknologi Indonesia (ITI) sedang merumuskan pendirian Program Studi Pasca Sarjana Produk Halal.

Pendirian Program Pasca Sarjana Produk Halal ITI dirumuskan dalam piagam kerjasama yang ditandatangani Ketua Presidium ICMI Dr. Marwah Daud dan ITI Dr. Ir. Isnuwardianto di Serpong, Tangerang Selatan, pada 20 November 2013 lalu.

Kedua Pihak sepakat mengadakan kerja sama untuk membentuk Pusat Kajian Halal dalam rangka mempersiapkan Program Pasca Sarjana Produk Halal tersebut.

Alhamdulillah, ICMI memberikan amanah kepada Saya untuk menjadi ketua panitia pendirian Program Studi Pasca Sarjana Produk Halal di ITI tersebut.

Program Magister (S2) Produk Halal akan menjadi Pasca Sarjana Produk Halal pertama kali didirikan di Indonesia itu akan dilaksanakan tepatnya di kampus Institut Teknologi Indonesia Serpong, Tangerang Selatan, Banten, dan direncanakan mulai menerima pendaftaran baru pada Agustus 2014 mendatang. Sekarang dalam tahap pembuatan proposal.

Rumusan pendirian Program Studi Pasca Sarjana tersebut sudah disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Hatta Rajasa dan Pendiri ICMI B.J. Habibie.

Program Studi Pasca Sarjana Produk Halal ITI menerima mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu dan tidak dibatasi usia, diikat dengan menerapkan konsep produk halal dan baik (halalanthayyiban) sehingga terbentuknya masyarakat Islami yang madani, sejahtera lahir dan batin.

Bahkan diharapkan semua mahasiswa diberikan beasiswa penuh yang didukung pemerintah melalui Kementerian Agama dan Islamic Development Bank (IDB) serta donatur-donatur lainnya. Mahasiswa non-Muslim juga diterima dalam Program Studi Pasca Sarjana itu, oleh karena dalam Al-Quran Surat Al-Baqorah ayat 168, makanan halalanthayyiban tidak hanya untuk umat Islam akan tetapi untuk sekalin manusia.(L/P02/P012/P015/E01)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda