Nama Asing Berbau Arab atau Islam Bakal Dilarang di Tajikistan

Menteri Kesehatan Tajikistan Nusratullah Salimzoda mengatakan undang-undang yang melarang pernikahan antara sepupu pertama juga akan mempersyaratkan pasangan untuk menjalani tes medis sebelum mendaftar pernikahan (Foto: Tajikistannews.net)
Menteri Kesehatan Nusratullah Salimzoda (Foto: Tajikistannews.net)

Tajikistan, 5 Rabi’ul Akhir 1437/15 Januari 2016 (MINA) – Anggota parlemen di Tajikistan telah memutuskan untuk melarang penggunaan nama ‘asing’ berbau Arab serta perkawinan antara sepupu pertama.

Putusan itu diambil lewat amandemen undang-undang untuk membatasi dua praktik umum tersebut, yang telah membuat gusar pemerintah negara mayoritas muslim tersebut, Tajikistannews.net melaporkannya, sebagaimana dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Membacakan amandemen yang diusulkan untuk undang-undang Keluarga dan Catatan Sipil menjelang pemungutan suara di majelis rendah parlemen pada 13 Januari, Menteri Kehakiman Rustam Shomurod beralasan nama ‘asing’ telah menyebabkan perpecahan dalam masyarakat Tajik.

“Pembatasan nama jelas ditujukan untuk memerangi tren yang berkembang di negara Asia Tengah, di mana para orangtua di wilayah itu sering memilih nama Arab dan Islam tradisional untuk bayi mereka yang baru lahir,” bunyi laporan itu.

Putusan majelis rendah ini diperkirakan akan memenangkan persetujuan di majelis tinggi dan harus ditandatangani oleh Presiden Emomali Rahmon untuk menjadi undang-undang yang mengikat.

Kebijakan Presiden Rahmon dikenal kerap mengambil langkah-langkah mempromosikan sekularisme dan mencegah keyakinan dan praktik yang ia lihat seperti asing atau membawa ancaman bagi stabilitas di bekas negara pecahan Uni Soviet itu.

Nama-nama yang berasal dari tokoh dalam Islam, seperti Sumayah, Aisha, dan Asiah, pernah hampir tidak ada di Tajikistan. Tapi nama-nama itu telah menjadi yang paling populer bagi anak perempuan dalam beberapa tahun terakhir.

“Adapun nama-nama seperti Muhammad, Yusuf, dan Abubakr adalah menjadi nama yang paling populer untuk anak laki-laki,” ungkap Tajikistannews.net.

Amandemen undang-undang juga menolak tren menambahkan awalan dan akhiran Islam dan bahasa Arab, seperti mullah, khalifa, shaikh, amir, dan sufi, untuk nama laki-laki.

Komite Bahasa dan Terminologi negara itu baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka telah menyiapkan daftar sekitar 4.000 nama yang direkomendasikan untuk bayi yang baru lahir.

Dikatakan daftar ribuan nama itu sebagian besar terdiri dari nama ‘murni’ Tajik atau Persia dan telah didistribusikan ke kantor-kantor registri di seluruh negeri untuk membantu para orangtua memilih nama untuk bayi mereka.

Selama debat parlemen, ketua majelis rendah Shukurjon Zuhurov mengatakan, memilih nama dari daftar resmi yang disediakan tidak wajib. Namun dia mengatakan orangtua harus memilih nama yang ‘kompatibel dengan budaya Tajik’.

Komite bahasa mengatakan amandemen berlaku untuk etnis Tajik saja dan tidak akan diperluas untuk etnis minoritas. Tajikistan memiliki etnis minoritas Uzbek yang populasinya besar, serta kelompok-kelompok kecil dari Kyrgyz, Rusia, dan lain-lain.

Adapun larangan yang diusulkan tentang pernikahan antara sepupu pertama, yang juga diharapkan untuk memenangkan persetujuan dari majelis tinggi dan Rahmon, telah mendorong perdebatan sengit di negara itu, tempat praktek ini cukup umum terjadi.

Para pendukung larangan tersebut mengatakan, anak-anak dari orangtua yang memiliki hubungan darah memiliki risiko yang lebih tinggi dari cacat lahir dan penyakit genetik. Sementara pihak yang tidak setuju mengatakan mereka ingin lebih banyak bukti tentang keterkaitan risiko tersebut.

Departemen Kesehatan mengatakan pihaknya telah mendaftar lebih dari 25.300 anak-anak cacat, 30-35% dari mereka lahir dari pernikahan kerabat.

Menteri Kesehatan Nusratullo Salimzoda mengungkapkan kepada parlemen bahwa undang-undang juga harus mempersyaratkan pasangan untuk menjalani tes medis sebelum mendaftar pernikahan.

Anggota parlemen Gulbahor Ashurova menyatakan perintah tes medis akan membantu pasangan ‘mengetahui kondisi medis’ calon suami atau istri dan memungkinkan mereka untuk membuat ‘keputusan’.(T/R05)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Syauqi S

Editor: Rana Setiawan

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.