Agungkanlah Allah: Kajian Al-Baqarah 185

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Pada Surat Al-Baqarah ayat 185 pada ujung ayat, disebutkan:

…..وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّڪُمۡ تَشۡكُرُونَ

Artinya: “dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur.”

Makna ayat ini menurut Ibnu Katsir adalah “hendaknya kalian berdzikir kepada Allah setelah menyelesaikan ibadah kalian”.

Ibnu Katsir juga menjelaskan, “Sebagian ulama berdalil dengan ayat ini tentang disyari’atkannya takbiran ketika hendak shalat idul fitri”.

Ibnu Katsir juga menambahkan maknanya, “Yaitu jika kita telah menegakkan perintah Allah dengan menunaikan ketaataan-ketaatan dan kewajiban-kewajiban, meninggalkan yang haram, menjaga batasan-batasan agama, maka semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang bersyukur”.

Allah Ta’ala telah memberi manusia nikmat yang berlimpah, yang tidak bisa kita hitung banyaknya. Bahkan orang yang merasa paling menderita di dunia pun tidak akan bisa menghitung nikmat Allah kepadanya.

Bentuk dan bukti rasa syukur seseorang atas nikmat-nikmat tersebut adalah dengan menjalankan berbagai ketaatan terutama hal-hal yang diwajibkan baginya.

Sebagaimana apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam:

أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ حَتَّى تَتَفَطَّرَ قَدَمَاهُ، فَقَالَتْ عَائِشَةُ: لِمَ تَصْنَعُ هَذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَقَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ؟ قَالَ: أَفَلاَ أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْدًا شَكُورًا

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam biasa shalat malam hingga kakinya bengkak. ‘Aisyah pun lalu bertanya, mengapa engkau melakukan ini wahai Rasulullah? Bukankah Allah telah mengampuni dosamu baik yang telah lalu maupun yang akan datang? Beliau menjawab: ‘Bukankah aku akan bahagia jika menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?’” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Hendaklah bersyukur pada Allah di sini adalah ketika telah sempurna menjalankan ibadah pada bulan suci Ramadhan. Itu semua adalah taufik dan kemudahan dari Allah pada hamba-Nya.

Begitulah, mengagungkan Allah dalam kalimat “Allahu Akbar”, Allah Maha Besar.

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Artinya: “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar, segala puji bagi-Nya”.

Dengan mengangungkan Allah, maka yang lain menjadi kecil tiada arti. Maka, sekiranya hawa nafsu kita, baik berupa jabatan, pangkat, derajat, kedudukan, harta, dan wanita itu lebih besar pengaruhnya kepada kita dibanding dari utusan Allah, dibanding perintrah Allahu Akbar, maka bisa dikatakan kita lebih taat kepada nafsu dibandingkan kepada Allah.

Dengan demikian, kita telah menuhankan nafsu. Hal ini menjadikan ucapan “Allahu akbar”, menjadi sia sia. Karena tidak lebih hanya ucapan di mulut, sementara dalam perbuatan masih membesarkan yang lain.

Wallahu a’lam bish shawwab. (RS2/B05)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.