Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Amanah dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadis

Bahron Ansori Editor : Rana Setiawan - Sabtu, 31 Agustus 2024 - 23:46 WIB

Sabtu, 31 Agustus 2024 - 23:46 WIB

195 Views

Ilustrasi pemimpin umat (Foto: IG)

Amanah merupakan salah satu sifat yang sangat dijunjung tinggi dalam Islam. Secara bahasa, amanah berarti sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang dan harus dijaga serta dikembalikan kepada pemiliknya. Dalam konteks syariat, amanah mencakup segala bentuk tanggung jawab yang harus dijalankan dengan penuh kepercayaan, baik dalam hubungan manusia dengan Allah maupun dengan sesama manusia.

Allah SWT menekankan pentingnya sifat amanah dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Salah satu ayat yang paling jelas menekankan hal ini adalah dalam surah An-Nisa, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil…” (QS. An-Nisa: 58).

Ayat ini menegaskan bahwa setiap amanah harus dikembalikan kepada pemiliknya, dan bahwa keadilan dalam menjalankan amanah adalah kewajiban setiap Muslim.

Selain itu, dalam surah Al-Mu’minun, Allah SWT menyebutkan bahwa salah satu ciri orang beriman adalah menjaga amanah, “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (QS. Al-Mu’minun: 8). Ayat ini menunjukkan bahwa menjaga amanah adalah salah satu ciri utama orang beriman yang akan mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat.

Baca Juga: Memilih Pemimpin dalam Islam

Sementara amanah dalam hadis Rasulullah disebutkan dalam beberapa dalil. Rasulullah SAW juga banyak berbicara tentang pentingnya amanah. Salah satu hadis yang paling sering dikutip adalah,

لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ، وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ

“Tidak ada iman bagi orang yang tidak mempunyai sifat amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji.” (HR. Ahmad). Hadis ini menegaskan bahwa amanah merupakan bagian integral dari keimanan seseorang. Tanpa amanah, keimanan seseorang tidak akan sempurna.

Dalam hadis lain, Rasulullah SAW menyebutkan bahwa tanda orang munafik adalah tidak amanah, “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: apabila berkata ia berdusta, apabila berjanji ia mengingkari, dan apabila diberi amanah ia berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini menunjukkan betapa seriusnya pelanggaran terhadap amanah, yang dapat menempatkan seseorang di kategori orang-orang yang memiliki sifat munafik.

Mengembalikan Barang yang Bukan Miliknya sebagai Wujud Amanah

Baca Juga: Saat Dua Syaikh Palestina Ziarah ke Makam Imaam Muhyiddin Hamidy

Salah satu ciri nyata dari orang yang memiliki sifat amanah adalah kemampuannya untuk mengembalikan barang yang bukan miliknya kepada pemiliknya. Hal ini sejalan dengan ajaran Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda, “Kembalikan amanah kepada orang yang mempercayakan kepadamu, dan jangan khianati orang yang mengkhianatimu.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi).

Hadis ini menegaskan kewajiban mengembalikan amanah, termasuk barang yang bukan milik kita, kepada pemiliknya, meskipun orang tersebut telah mengkhianati kita. Ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga amanah dalam Islam.

Sejarah mencatat bahwa Rasulullah SAW adalah contoh utama dalam hal amanah. Sebelum diutus sebagai Nabi, beliau sudah dikenal sebagai “Al-Amin” (orang yang terpercaya) oleh masyarakat Mekkah. Salah satu contoh keamanahan beliau adalah ketika kaum Quraisy bersepakat untuk meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya, dan mereka mempercayakan tugas ini kepada Rasulullah SAW karena kepercayaan mereka terhadap sifat amanah beliau.

Selain itu, sebelum hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW juga mengembalikan semua barang titipan yang ditinggalkan oleh orang-orang Mekkah, meskipun mereka adalah orang-orang yang memusuhinya. Tindakan ini menunjukkan bahwa amanah harus dijaga dengan baik, terlepas dari kondisi apapun.

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-12] Tinggalkan yang Tidak Bermanfaat

Amanah adalah salah satu sifat yang paling mulia dalam Islam dan merupakan bukti keimanan seseorang. Salah satu manifestasi nyata dari sifat amanah adalah kemampuan untuk mengembalikan barang yang bukan miliknya kepada pemiliknya. Dengan menegakkan amanah, seorang Muslim tidak hanya menunjukkan integritas pribadi, tetapi juga menaati perintah Allah dan mengikuti teladan Rasulullah SAW. Sifat amanah inilah yang menjadi pondasi dalam membangun kepercayaan, baik dalam hubungan antar individu maupun dalam masyarakat secara keseluruhan.

Bahaya Jika Tidak Amanah

Amanah adalah salah satu pilar utama dalam Islam yang menjaga hubungan manusia dengan Allah SWT dan sesama manusia. Ketidakmampuan untuk menjaga amanah tidak hanya merusak reputasi individu, tetapi juga membawa dampak buruk yang lebih luas, baik secara pribadi maupun dalam masyarakat. Berikut adalah beberapa bahaya besar jika seseorang tidak amanah menurut Al-Qur’an dan Hadis.

Pertama, Hilangnya Kepercayaan. Salah satu dampak langsung dari tidak amanah adalah hilangnya kepercayaan dari orang lain. Kepercayaan adalah pondasi dalam hubungan sosial dan profesional. Ketika seseorang tidak bisa dipercaya, maka ia akan dijauhi oleh orang lain dan akan sulit untuk mendapatkan kembali kepercayaan tersebut.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-11] Ragu-ragu Mundur!

Dalam surah An-Nisa, Allah SWT berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil…” (QS. An-Nisa: 58).

Ayat ini menegaskan bahwa menjaga amanah adalah tanggung jawab besar. Mengabaikannya berarti menghancurkan kepercayaan yang diberikan oleh orang lain, yang pada akhirnya merusak tatanan sosial.

Kedua, Tanda Kemunafikan. Dalam Islam, tidak amanah adalah salah satu tanda dari orang munafik. Rasulullah SAW bersabda, “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: apabila berkata ia berdusta, apabila berjanji ia mengingkari, dan apabila diberi amanah ia berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menunjukkan betapa seriusnya bahaya tidak amanah, yang dapat membuat seseorang tergolong dalam golongan orang-orang munafik. Kemunafikan adalah penyakit hati yang sangat berbahaya, yang dapat menghancurkan hubungan seseorang dengan Allah dan sesama manusia.

Baca Juga: Muasal Slogan ”Al-Aqsa Haqquna”

Ketiga, Akibat di Akhirat. Bahaya terbesar dari tidak amanah adalah konsekuensinya di akhirat. Allah SWT mengingatkan dalam surah Al-Ahzab, “Supaya Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan, dan supaya Allah menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan…” (QS. Al-Ahzab: 73).

Orang yang tidak amanah akan menghadapi azab yang berat di akhirat jika tidak segera bertaubat dan memperbaiki diri. Amanah adalah ujian dari Allah, dan ketidakmampuan untuk menjaganya bisa membawa seseorang kepada kebinasaan.

Keempat, Merusak Hubungan Sosial. Ketidakmampuan untuk menjaga amanah dapat merusak hubungan sosial, baik dalam keluarga, pekerjaan, maupun masyarakat luas. Ketika amanah dikhianati, rasa hormat dan kasih sayang antarindividu akan hilang, yang pada akhirnya dapat memecah belah hubungan yang ada.

Kelima, Mengundang Laknat Allah dan Rasul. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang menipu kami, maka dia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim).

Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam

Ketidakjujuran dalam menjalankan amanah dianggap sebagai penipuan dan akan mengundang laknat dari Allah dan Rasul-Nya. Orang yang tidak amanah, apalagi jika ia menipu, akan dijauhkan dari rahmat Allah dan tidak akan dianggap sebagai bagian dari umat yang diridhai.

Keenam, Dampak Negatif pada Reputasi dan Kehidupan Dunia. Tidak amanah juga memiliki dampak besar pada kehidupan dunia. Orang yang tidak amanah akan kehilangan reputasi baik, sulit mendapatkan pekerjaan, dan akan menghadapi banyak kesulitan dalam kehidupan sosialnya. Ketidakjujuran dan pengkhianatan amanah bisa merusak karier, bisnis, dan hubungan keluarga.

Ketujuh, Menjadi Sumber Fitnah dan Permusuhan. Ketidakmampuan menjaga amanah sering kali menjadi sumber fitnah dan permusuhan dalam masyarakat. Ketika orang-orang mengetahui bahwa seseorang tidak amanah, mereka akan merasa tidak aman di sekitarnya, yang pada akhirnya dapat memicu konflik dan perpecahan.

Kedelapan, Menghancurkan Integritas Diri. Seseorang yang tidak amanah akan kehilangan integritas diri. Tanpa integritas, seseorang tidak dapat mempertahankan nilai-nilai moral yang tinggi, dan ini akan memengaruhi seluruh aspek kehidupannya, termasuk hubungannya dengan Allah SWT.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal

Kesembilan, Pengaruh Negatif pada Generasi Mendatang. Ketidakmampuan menjaga amanah juga memiliki dampak jangka panjang, terutama pada generasi mendatang. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan di mana amanah tidak dijaga akan cenderung meniru perilaku yang sama, yang akan merusak tatanan moral dan etika masyarakat di masa depan.

Kesepuluh, Kehilangan Berkah dalam Hidup. Orang yang tidak amanah juga akan kehilangan berkah dalam hidupnya. Rasulullah SAW mengingatkan bahwa barang siapa yang tidak jujur dan tidak menjaga amanah, rezekinya akan berkurang, dan hidupnya akan diliputi kesulitan.

Bahaya tidak amanah sangat besar, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Tidak amanah dapat merusak hubungan sosial, menghancurkan reputasi, dan bahkan menjerumuskan seseorang ke dalam golongan orang-orang munafik yang akan menghadapi azab yang berat di akhirat. Oleh karena itu, menjaga amanah adalah kewajiban setiap Muslim, sebagai bukti keimanan dan tanggung jawab terhadap Allah SWT dan sesama manusia.[]

 

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Tausiyah
Breaking News
Tausiyah