Bantuan Dana Hanya untuk Sekolah Palestina Kurikulum Israel

Oleh Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Di saat puluhan ribu anak-anak Palestina di Al-Quds (Yerusalem Timur) yang dijajah memulai tahun ajaran baru pada tanggal 1 September yang baru lalu, para guru, orang tua dan kelompok hak asasi manusia telah menyuarakan keprihatinan mereka atas proposal pendanaan sekolah yang kontroversial, yang nantinya hanya akan menguntungkan sekolah berkurikulum Israel.

Menteri Urusan dan Warisan Yerusalem sejak bulan Juni 2015, mengatur untuk menawarkan lebih dari 20 juta shekel ($ 5,3 juta) kepada sekolah-sekolah di Al-Quds dengan syarat mereka mengajarkan .

Di Al-Quds, terdapat 180 sekolah, baik lembaga pemerintah maupun sekolah swasta, yang menerima dana dari Kementerian Pendidikan Israel.

Sebagian besar sekolah di Al-Quds yang dijajah oleh kolonial Israel, hampir semua penduduknya adalah warga Palestina. Mereka mengikuti kurikulum Palestina yang diadopsi sejak berdirinya Otoritas Palestina (PA) pada tahun 1994. Siswa juga mengambil ujian matrikulasi PA.

Tahun lalu hanya 10 sekolah yang menawarkan kelas kepada ujian matrikulasi Israel.

Sebelumnya, sekolah-sekolah mengikuti sistem Yordania sejak Al-Quds diduduki oleh Israel pada 1967.

Namun, rencana Kementerian Pendidikan Israel dikritik oleh kelompok hak-hak sipil dan belum dilaksanakan. Kelompok hak-hak sipil mempertanyakan legalitas rencana yang akan berada di bawah hukum Israel dan internasional.

“Anda tidak dapat mengkondisikan alokasi anggaran dengan memberlakukan kurikulum Israel di di Yerusalem Timur (Al-Quds), khususnya di daerah ini karena merupakan daerah yang diduduki. Sejak tahun 1967 telah dipertahankan status quo politik di sekolah,” kata Sawsan Zaher, seorang pengacara organisasi Adalah, pusat hukum bagi hak-hak minoritas etnis Arab di Israel.

“Berdasarkan hukum internasional, penduduk setempat memiliki hak untuk mempertahankan cara reguler hidup mereka dan kekuatan pendudukan tidak diperbolehkan ikut campur dalam hal itu, kecuali ada kebutuhan militer,” katanya kepada Al Jazeera.

Tahun ajaran baru telah dinamai tahun ‘Yerusalem bersatu’ oleh Menteri Pendidikan Israel Naftali Bennett, untuk memperingati 50 tahun militer Israel menguasai Al-Quds.

Namun, dalam hal sumber daya dan fasilitas, kesenjangan antara sekolah di timur dan barat Al-Quds sangat jauh.

Menurut Ketua Komite Orangtua Yerusalem Timur Ziad Shamali, ada kekurangseriusan untuk mengadakan ruang kelas yang layak di sekolah Al-Quds. Sebagian bangunan yang disewa oleh pemerintah kota untuk digunakan sebagai sekolah, tidak layak untuk tujuan sekolah itu sendiri.

“Menyewa bangunan tua yang dibangun untuk tempat tinggal dan bukan untuk digunakan sebagai sekolah, bukan membangun sekolah baru. Dalam bangunan ini, siswa yang duduk di ruangan ramai dan meja saling begitu berdekatan, mungkin sekitar 20cm (jaraknya)  satu sama lain,” ujar Shamali.

Menurutnya, banyaknya siswa dalam satu ruangan kelas membuat guru dan siswa lebih sulit untuk mengajar dan belajar efektif.

“Sebagian besar sekolah sudah sangat tua dan bangunan perlu renovasi serius. Kita perlu pendanaan yang tepat untuk memperbaiki situasi ini,” katanya kepada Al Jazeera.

Ia mengungkapkan ketidaksenangannya terhadap prospek pendanaan renovasi yang tergantung pada dirubahnya kurikulum kepada kurikulum Israel.

Menurut LSM Israel Ir Amim, meski kota Al-Quds timur sedang meningkatkan laju pembangunan ruang kelas baru, tapi itu gagal bersaing dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dalam beberapa tahun terakhir.

“Kekurangan ruang kelas dalam sistem resmi di Al-Quds, membuat Mahkamah Agung telah memutuskan bahwa hal itu merupakan pelanggaran terhadap hak konstitusional untuk pendidikan bagi anak-anak Yerusalem Timur yang memprihatinkan,” kata Direktur Komunikasi dan Advokasi Ir Amim, Betty Herschman.

Betty Herschman mengungkapkan, tahun ajaran baru akan dimulai dengan lebih dari 2.600 ruang kelas yang tidak ada di Al-Quds.

Kelas di sekolah dasar di Al-Quds yang memakai kurikulum Palestina. (Foto: Jillian Kestler D'Amours/Al Jazeera)
Kelas di sekolah dasar di Al-Quds yang memakai kurikulum Palestina. (Foto: Jillian Kestler D’Amours/Al Jazeera)

Namun di sisi lain, walikota justeru memuji terobosan yang dibuat di bawah pemerintahannya. Hanya sebanyak 261 ruang kelas yang telah dibangun, sementara permintaan kebutuhan ruang kelas terus bertambah.

Di tahun 2016, sekolah etnis Arab menerima delapan juta shekel ($ 2,1 juta) untuk renovasi dibandingkan dengan 42 juta shekel ($ 11,1 juta) yang dialokasikan untuk sekolah-sekolah agama sekuler dan negeri.

Misalnya, total anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah kota untuk SMA Beit Hinuch di Al-Quds barat pada 2016 adalah 16,3 juta shekel ($ 4, juta), sedangkan SMA Ras Al-Amud dengan jumlah murid yang sama di Al-Quds timur hanya akan menerima 2,9 juta shekel ($ 766,993).

Sementara itu, murid SMA di Al-Quds timur memiliki angka putus sekolah sebesar 13 persen, jauh lebih tinggi daripada di Al-Quds barat yang hanya 1 persen pada September 2012.

Dalam pendidikan pasca-SD Arab di Israel secara keseluruhan, angka putus sekolah adalah 4,6 persen.

“Fasilitas buruk di sekolah berperan dalam meningkatkan angka putus sekolah. Ketika ruang kelas ramai, banyak siswa kehilangan niat untuk belajar,” jelas Shamali.

Ia mencatat bahwa alasan lain untuk angka putus sekolah termasuk kondisi ekonomi yang buruk atau keluarga yang enggan mengirim anak-anak mereka ke sekolah selama masa ketegangan sehingga situasi tidak aman.

Betty Herschman mengatakan, ada kesenjangan yang mengejutkan dalam tingkat putus sekolah dan alokasi sumber daya pencegahan antara Al-Quds timur dan barat. Terlebih di Al-Quds timur tingkat kemiskinan 80 persen.

Pengacara Sawsan Zaher mengatakan, menurut standar hukum Israel, proposal yang diusulkan itu merupakan pelanggaran.

Zaher mencatat bahwa banyak keputusan Mahkamah Agung Israel dan catatan alokasi anggaran dari negara yang alokasinya harus berdasarkan kriteria yang sama, jelas dan tertulis. (P001/P2)

Sumber: tulisan Nigel Wilson di Al Jazeera

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.