BERJILBAB SESUAI SYARIAH

jilbabOleh : M. Rendi Setiawan, Reporter Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

­Baru-baru ini istilah jilboobs tengah ramai diperbincangkan di berbagai sosial media. Lalu apa sih jilboobs itu sehingga memicu reaksi kaum muslimin Indonesia khususnya pengguna sosmed, bahkan terjadi pro-kontra di dalamnya?

Gaya busana Jilboos (jil= , boobs=bagian dada wanita), seolah menujukkan kaum hawa di Indonesia yang sedang mencari jati diri ke-Islaman mereka, melalui style yang mereka tampilkan.

Satu sisi ada upaya menutup aurat dengan mengenakan kerudung di kepalanya. Namun di sisi lain, menampakkannya pada bagian lainnya.

Sementara di sisi lainnya lagi, kaum yang mengenakan jilbab serba tertutup dan syar’i merasa prihatin dengan fenomena tersebut, karena dianggap merujuk ke arah yang kurang Islami.

Atau juga, mereka yang seringkali diolok-olok sebagai wanita jilboobs, lantaran kerudungnya yang kurang syar’i. Padahal ada keinginan untuk menutup keseluruhannya, namun bertahap. Lalu, bagaimana untuk mengetahui makna jilbab dipandang dari perspektif Islam?

Syariat Jilbab

Tentang syariat berjilbab bagi kaum muslimah, Al-Qur’an telah mencantumkannya di dalam ayat :

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزۡوَٲجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡہِنَّ مِن جَلَـٰبِيبِهِنَّۚ ذَٲلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَا يُؤۡذَيۡنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورً۬ا رَّحِيمً۬ا

Artinya : “Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Q.S. Al-Ahzab [33] : 59).

Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan di dalam kitab tafsirnya Al-Qur’an Al-‘Adhim menjelaskan bahwa Allah Ta’ala memerintahkan Rasul-Nya agar menyuruh wanita-wanita mukminah, khususnya para isteri dan anak beliau karena kemuliaan mereka untuk mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka guna membedakan dari wanita jahiliyah dan budak.

Abul Farraj ibnu Jauzy (508 H-597 H) rahimahullah mengatakan tentang sebab turunnya ayat ini, beliau mengatkan ketika pada zaman Nabi, orang-orang fasik sering mengganggu wanita-wanita yang keluar pada malam hari, maka apabila mereka melihatnya memakai niqab (cadar). Mereka membiarkanya, tidak mengganggunya, dengan mengatakan ini adalah wanita merdeka. Sedangkan ketika mereka melihatnya tidak memakai niqab, mereka mengatakan, “ini budak wanita”, lalu mereka menyakitinya.

Imam Al-Qurthubi mengatakan di dalam kitab tafsirnya ‘Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an mengenai ikhwal tersebut bahwa,”Ada pula yang berpendapat, wajah tidak termasuk bagian yang ditutup dengan jilbab.

Menurut Ikrimah, jilbab itu menutup bagian leher dan mengulur ke bawah menutupi tubuhnya.”

Pandangan Ulama

Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullahketika ditanya tentang jilbab, beliau menerangkan bahwa jilbab itu tujuannya untuk menutupi bukan untuk berhias.

Bahkan tujuannya adalah untuk menutup diri dari berhias di hadapan laki-laki ajnabi (nonmahram), maka tidak boleh menghiasi jilbab. Ia diberi embel-embel ‘Islami’ supaya laris, padahal ini tidak Islami! Ini hanya supaya laris saja.

Jilbab yang Islami atausesuai syariah itu adalah jilbab yang menutupi, lebar dan panjang serta tidak terdapat lukisan, bordiran dan hiasan-hiasan dan tidak ada hiasan-hiasannya.

Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, seorang master dalam bidang hadits abad ini, telah melakukan penelitian mendetail terhadap ayat-ayat al-Qur‘an dan sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta atsar-atsar salafush shalih mengenai masalah yang urgensi ini.

Beliau mengatakan didalam karyanya Jilbaab Mar-ah Muslimah fil Kitaab was Sunnah (Kriteria Jilbab Muslimah di dalam Al-Quran dan As-Sunnah), bahwa seorang wanita hanya diperbolehkan keluar dari rumahnya begitu juga apabila di dalam rumahnya terdapat laki-laki yang bukan mahramnya dengan mengenakan jilbab.

Syarat jilbab adalah jenis pakaian yang menutupi seluruh tubuh kecuali bagian yang dikecualikan.

Allah Ta’ala berfirman:

وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَـٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَا‌ۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِہِنَّ‌ۖ…..

Artinya : ”Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya….” (Q.S. An-Nuur [24] : 31).

Para ulama salaf dari kalangan sahabat ridwanullah ta’ala anhum dan tabi‘in rahimahumullah memang berselisih pendapat mengenai tafsir “… dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya …”.

Ada yang berpendapat bahwa perhiasan yang boleh nampak adalah pakaian bagian luar yang dikenakan wanita karena tidak mungkin disembunyikan, sebagaimana perkataan al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

Sedangkan Ibnu Jarir rahimahullah lebih memilih wajah dan kedua telapak tangan sebagai perhiasan yang boleh ditampakkan, karena keduanya bukan termasuk aurat.

Beliau juga berpendapat bahwa bolehnya seorang wanita menampakkan wajah dan kedua telapak tangan.Namun beliau mengingatkan bahwa pendapat tersebut dibangun dengan syarat pada bagian wajah dan telapak tangan tidak terdapat perhiasan.

Apabila terdapat perhiasan pada dua bagian tubuh tersebut seperti cincin, make up, dan lain-lain maka keduanya harus ditutupi, berdasarkan keumuman firman Allah ta’ala, “… dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya …”.

Selanjutnya, tujuan utama perintah memakai jilbab adalah untuk menutupi perhiasannya. Oleh karena itu, jilbab yang dikenakan seorang wanita tidak boleh diperindah dengan perhiasan sehingga menarik perhatian dan pandangan kaum laki-laki.

Fenomena memperindah pakaian yang dikenakan seorang muslimah ketika keluar rumah banyak terjadi di tengah masyarakat, contohnya adalah bordiran warna-warni, payet, pita sulam emas serta perak yang menyilaukan mata, dan lain sebagainya.

Adapun warna pakaian selain putih dan hitam bukanlah termasuk kategori perhiasan, berdasarkan riwayat-riwayat yang menceritakan bahwa isteri-isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengenakan jubah berwarna merah.

Satu hal lagi yang penting adalah, agar dapat tercapai tujuan tertutupnya aurat, maka jilbab yang dikenakan harus tebal,tidak transparan yang dapat memperlihatkan warna kulit dan rambut, serta tidak membentuk lekuk tubuh.

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Khimar adalah sesuatu yang dapat menyembunyikan kulit dan rambut.”

Selain tebal, pakaian tersebut juga tidak menggambarkan lekuk tubuh. Terkadang ada bahan pakaian yang tebal namun sangat halus sehingga melekat pada tubuh, atau bisa jadi karena ukurannya yang ketat sehingga nampak lekuk tubuh si pemakai.

Usamah bin Zaid berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku, ‘Mengapa engkau tidak mengenakan baju Qubthiyah yang telah kuberikan?’ ‘Aku memberikannya kepada isteriku,’ jawabku.Maka beliau berpesan, ‘Perintahkanlah isterimu agar memakai pakaian bagian dalam sebelum mengenakan baju Qubthiyah itu. Aku khawatir baju itu akan menggambarkan lekuk tubuhnya.’” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi, hasan).

Menyerupai Wanita Kafir

Meniru-niru penampilan lahiriah kaum musyrikin akan menghantarkan pada kesamaan akhlak dan perbuatan.

Terdapat kaitan erat antara penampilan luar seseorang dengan keimanan yang ada dalam batin, keduanya akan saling mempengaruhi.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan :

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Artinya : “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”. (H.R. Ahmad dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu anhuma).

Karenanya, Jilbab yang dipakai wanita muslimah tidak boleh mengundang sensasi atau nyeleneh, sehingga menjadi pusat perhatian orang. Baik pakaian tersebut pakaian yang sangat mewah maupun murahan.

Syaikh Utsaimin mengatakan didalam kitab “Syarh Al-Kabaair lidz Dzahabi” ,“Celana panjang sebenarnya khusus untuk laki-laki. Wanita seharusnya memakai pakaian yang tertutup. Sedangkan celana panjang seperti kita ketehaui bersama, akan menampakan lekukan tubuh seorang wanita. Akan terlihat lekukan paha, betis, dan anggota tubuh lainnya. Kecuali tentu celana panjang itu dipakai di dalam jilbab.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memberikan peringatan di dalam hadits :

صِنْقَانِ مِنْ اَهْلِ النَّارِ لَمْ اَرَهُمَا قَوْمٌ سِيَاطٌ كَا الاَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ . وَ نِسَاءٌ كَا سِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ رَؤَوْسَهُنَّ كَأَشْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلاَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَ لاَ يَخِذْ نَ رِيْحَهَا لَيُوْخَذُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذاً وَ كَذاً

Artinya:Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya, yaitu 1) kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam, 2) perempuan-perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka itu tidak bisa masuk surga dan tidak akan mencium bau surga padahal bau surga itu dapat tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (H.R. Muslim).

Mereka semua adalah wanita-wanita yang berpakaian, tetapi telanjang. Ada yang berpendapat bahwa mereka berpakaian secara lahiriyah, tetapi batinnya telanjang dari ketakwaan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلِبَاسُ ٱلتَّقۡوَىٰ ذَٲلِكَ خَيۡرٌ۬‌ۚ

“…Dan pakaian takwa itulah yang baik…”(Q.S. Al-A’raf [7] :26).

Berdasarkan ayat ini, makna hadis tersebut mencakup seluruh wanita fasik dan buruk tabiatnya, walaupun mereka berpakaian serba tebal. Karena mereka hanya menutupi lahiriyahnya saja, tetapi mereka telanjang dari ketakwaan. Orang telanjang dari ketakwaan, maka orang tersebut akan telanjang.

Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “Berpakaian tapi telanjang” Adalah orang yang berpakaian tidak menutupi seluruh auratnya, baik karena terlalu ketat, terlalu tipis, atau karena terlalu pendek. Semua jenis pakaian yang disebutkan tersebut, cocok untuk disematkan kepada para wanita yang memakainya bahwa merekalah yang berpakaian, tetapi telanjang.

Ini merupakan dalil kuat yang menunjukkan haramnya cara berpakaian seperti itu, karena para pelakunya diancam akan dijauhkan dari surga. Hal ini juga menunjukkan bahwa perbuatan tersebut termasuk dosa besar.Sebagaimanpara wanita yang menyerupai penampilan laki-laki, termasuk perbuatan dosa besar.

Semoga niat para muslimah untuk berjilbab dapat tetap berjilbab sesuai syari’ah. Insya Allah. (T/P011/P4).

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0