Fahri Hamzah: Aksi Damai 411 bukan untuk Kudeta

Jakarta, 8 Safar 1438/8 November 2016 (MINA) – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menegaskan aksi damai pada Jumat, 4 November atau 411, yang berakhir rusuh itu bukan untuk mengkudeta Presiden RI.

Hal itu disampaikannya saat diskusi dialektika demokrasi “Siapa Aktor Demo 411” bersama Direktur Eksekutif IndoBarometer Mohammad Qodari di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (8/11), demikian siaran pers yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

“Jadi tidak benar kalau dianggap kudeta. Selama TNI tidak sepakat, maka tak ada yang namanya kudeta. Seperti di Thailand, Mesir, Turki, Philipina dan lain-lain. Maka, Presiden Jokowi jangan menggunakan terminologi Orde Baru. Demo 411 itu juga tak bisa ditunggangi, sehingga kalau tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk menjatuhkan Presiden RI, maka jangan bilang ditunggangi,” kata Fahri.

Menurut Fahri, aksi damai 411 itu hanya merupakan gerakan massa, yang marah karena pemerintah dianggap lambat dan cenderung melindungi kasus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang diduga melakukan penistaan agama.

Sebaliknya Fahri menilai Presiden Jokowi yang ditunggangi, karena dalam proses hukum terhadap Ahok lambat. Tapi, pihaknya tidak akan menanggapi tuduhan tunggangan politik tersebut kalau belum definitif.

“Kalau tuduhan itu definitif, baru saya akan tanggapi. Jangan sampai Presiden menerima informasi dari sumber yang tidak jelas,” ujarnya.

Fahri pun mengakui jika dirinya sudah biasa menghadiri undangan aksi dimana pun. Bahkan, ia mengaku pernah diundang demo di Solo, NTB, dan Jakarta.

Fahri menegaskan bahwa dalam demokrasi, gerakan massa itu biasa. Prosedurnya diatur, maka kalau geger dengan demo 411 itu berarti pemain baru.

“Siapa yang memulai? Jeda sebelum aksi itu cukup panjang karena Ahok tidak segera diproses hukum. Puncaknya eskalasi massa di 411, sampai MUI berfatwa. Jadi, negara dan agama harus dikelola secara harmoni,” kata dia.

Sementara itu, dalam kesempatan tersebut, Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari mempertanyakan sikap Jokowi bertemu NU dan Muhammadiyah. Karena sebagai ormas keagamaan, kedua ormas terbesar itu tidak turun aksi damai 411. Sementara Fahri satu mobil dengan Habib Rizieq, Haidar Nasir, Zaitun Rasmin dan lain-lain.

“Idealnya kalau tidak cocok dengan situasi, pimpinan DPR itu tetap satu mobil dengan Said Aqil Siradj dan Haidar Nasir,” katanya.

Yang pasti kata Qodari, demo 411 tersebut membawa empat kepentingan sekaligus, yaitu pertama, tersinggung dengan pernyataan Ahok terkait surat Almaidah 51.

Kedua, kaum miskin kota yang terdampak akibat kebijakan Ahok di Jakarta. Ketiga, untuk menjatuhkan elektabilitas Ahok dalam Pilkada. Apalagi Bachtiar Nasir selalu bilang Jokowi menciptakan pemimpin kafir di Solo, dan juga di Jakarta.

“Habib Rizieq pun menyebut Wiranto menjadi Wiranti karena Hanura mengusung Ahok dalam Pilkada DKI,” ujarnya.

Keempat, adalah kepentingan lawan-lawan politik Jokowi-JK agar elektabilitas pemerintahannya turun. Khawatirnya lagi menurut Qodari, kalau kondisinya kritis dalam demo 411 tersebut bisa disusupi ISIS.

Untuk itu, dia meminta semua pihak untuk hati-hati dan tidak menyepelekan aksi-aksi besar yang bisa disusupi ISIS.

“Kita harus belajar dari Timur-Tengah. Kini Irak, Iran, Suriah, Mesir, Pakistan, Afghanistan, bahkan Saudi Arabia dll dibuat hancur dengan ISIS. Penduduk negara tersebut mengungsi sampai tenggelam di laut, atau mati akibat bom dan lainnya,” jelasnya.

Karena itu Qodari meminta masyarakat untuk ikut menjaga Indonesia yang majemuk ini sebagai keajaiban Allah SWT. Qodari tidak menampik bahwa Ahok memang salah karena buruk dalam memilih diksi atau kosa-kata dalam berucap surat Al-Maidah ayat 51, dan itulah kelemahannya.

“Memang tidak ada yang sempurna dalam setiap orang, untuk itu pula tidak ada yang perlu dibela,” pungkasnya. (T/P011/R03)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)