Guru Besar UGM: Ketidaktegasan PBB dan Standar Ganda Negara Barat Pemicu Serangan Iran ke Israel

Ilustrasi: Anggota Korps Garda Revolusi Islam melakukan latihan militer dengan rudal balistik dan kendaraan udara tak berawak di Gurun Garam Besar, di tengah Dataran Tinggi Iran, pada 15 Januari 2021 di Iran. (Foto: Sepahnews/Handout – Anadolu Agency)

Jakarta, MINA – Guru Besar Bidang Hukum Internasional, Fakultas Hukum , Prof. Sigit Riyanto, S.H., L.L.M, mengatakan, ketidaktegasan PBB sebagai pemegang hak sengketa antar negara, serta adanya standar ganda dari negara-negara Barat dan Eropa menjadi salah satu pemicu meluncurkan serangan ke situs-situs militer di .

Prof Sigit menilai, dari segi Hukum Internasional, serangan Israel sebelumnya yang menewaskan 12 orang (termasuk dua jenderal) di pihak Iran, jelas merupakan pelanggaran. Namun, pelanggaran ini justru dibiarkan oleh Dewan Keamanan PBB tanpa sanksi yang tepat. Hal ini tentu membuat Iran frustrasi.

“Konsulat Iran yang diserang lebih dulu. Negara-negara barat juga tampak hipokrit/standar ganda. Mereka mengecam Iran, tapi membiarkan Israel (saat melakukan agresi ke Gaza hingga saat ini),” kata Prof Sigit saat dihubungi MINA, Ahad (14/4).

Militer Iran meluncurkan serangan ke wilayah Israel dengan puluhan drone dan rudal pada Sabtu (13/4/2024) pagi waktu setempat. Ini merupakan respons atas serangan Israel yang menyasar gedung konsulat Iran di Suriah hingga menewaskan 12 orang pada Senin (1/4/2024).

Peristiwa ini juga menandai pertama kalinya Iran melancarkan serangan militer langsung ke Israel, meski keduanya telah bermusuhan selama beberapa dekade sejak 1979.

Prof Sigit mengatakan, negara seperti Amerika, Inggris, the Czech Republic, Denmark, Francis, Meksiko, Belanda dan Norwegia malah mengecam serangan Iran tersebut.

Menurutnya, serangan Iran untuk membalas serangan Israel sebelumnya dengan mendasarkan pada hak untuk membela diri berdasarkan Pasal 51 Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Konsep tersebut juga digunakan oleh Israel saat melancarkan agresi di Gaza hingga saat ini.

“Saya kira Iran ingin menyampaikan pesan ke Israel dan sekutunya, bahwa Iran tak tinggal diam atas serangan Israel ke Konsulatnya di Damaskus,” ujarnya.

Prof Sigit mengatakan, ketegangan di Timur Tengah akan berlanjut mengingat ada potensi perang regional di kawasan tersebut meski masih belum pasti.

“DK PBB, tampaknya akan menggelar rapat darurat/emergency meeting Senin ini,” katanya.

Dia juga menilai kapasitas militer Iran tak bisa dianggap remeh atau main-main. Ini dibuktikan pemimpin negara-negara barat langsung ramai bereaksi. Artinya, mereka sangat khawatir, Iran melangkah lebih jauh.

Serangan Balasan Iran Sah Menurut Hukum Internasional

Selain itu, pakar hukum internasional UGM lainnya, Fajri Matahati Muhammadin, S.H., LL.M., Ph.D. mengatakan, dalam hukum internasional dibolehkan untuk melakukan balasan atas pelanggaran hukum oleh negara lain. Ketika Israel menyerang kedutaan Iran, maka boleh balas menyerang.

“Secara umum, serangan ini nampak merupakan aksi “countermeasures yang sah” oleh Iran sebagai balasan serangan ke kedutaan mereka oleh Israel,” kata Fajri kepada MINA.

Terkait risiko terjadinya perang dunia III, menurut Fajri, masih terlalu jauh untuk menyimpulkannya. Menurut Fajri, serangan Iran ini sebagai serangan balasan yang menyasar situs-situs militer di Israel belum berdampak terlalu signifikan.

“Seharusnya yang bisa memicu perang dunia ketiga adalah agresi Israel ke Gaza kemarin (yang dampaknya besar sampai saat ini). Seharusnya, hal tersebut memicu negara-negara Arab dan Islam lainnya untuk bergerak. Lalu Israel dibantu teman-temannya (AS, dan lain-lain), lalu Rusia bantu negara-negara Islam dan lainnya. Maka pertanyaan yang lebih rasional (dan pahit) adalah: kenapa belum ada perang dunia III akibat genosida Israel?” pungkasnya. (L/R1/RS2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.