JURNALIS WANITA YANG TEWAS SAAT MELIPUT DEMO MENDUKUNG MURSI

Habibah Abdul Aziz, Jurnalis Koran Gulf News Dubai (Foto: Syuhadar4bia)
Habibah Abdul Aziz, Jurnalis Koran Gulf News Dubai (Foto: Syuhadar4bia)

Oleh: Shobariyah Jamilah/ Wartawati Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Syuhada kita kali ini, seorang jurnalis perempuan yang sejak kecil telah akrab dengan kata-kata syuhada, ia tumbuh dari keluarga para mujahid.

Ayahnya adalah seorang pejuang Afganistan melawan Rusia yang bekerja di bagian Media. Begitupun sang ibu, ia ikut menemani sang suami berjuang. Maka tak heran jika, tokoh Syahidah kita kali ini tumbuh dengan cita-cita luhur memburu surga-Nya dengan syahid sebagai cita tertingginya.

Ia adalah Habibah Abdul Aziz (27 tahun). Dan ia pun mendapatkan cita tertingginya tersebut di Lapangan Rabiah Al-Adaweah, Cairo, Mesir, citanya telah dikabulkan dan Allah memilihnya untuk syahid di Lapangan Rabiah pada 14 Agustus 2013, pada “pembantaian” saat  demonstrasi damai pendukung legitimasi dan demokrasi Mesir, demonstrasi mendukung Presiden Muhammad Mursi yang digulingkan dalam kudeta militer. Jurnalis wanita ini tewas akibat tembakan yang mengenai jantung dan tembus ke bagian belakang tubiuhnya.

Habibah binti Abdul Aziz, lahir di Kairo pada tanggal 22 November 1986. Dia bekerja sebagai Jurnalis Koran Gulf News Dubai. Putri dari Dr. Ahmad Abdul Aziz (Penasehat Media Presiden Mursi) masuk bergabung dengan demonstrasi Rab’ah pada tanggal 30 Juli 2013. Di Rab’ah ia bertugas di media center dan menjadi relawan Aljazera Live Mesir.

Habibah tumbuh di medan juang dan telah terbiasa dengan kalimat syahid. Latar belakang perjuangan inilah yang diwarisi oleh Habibah dari orang tuanya, hingga Habibah mewujudkan impiannya yaitu meraih syuhada. Dari penuturan Shabren Manjud, Ibu Habibah menceritakan perjalanan keluarga beliau yang hidup di Medan Jihad, mulai dari Afganistan, Pakistan, hingga di Mesir. Ibunya bercerita bahwa setahun setelah kelahiran Habibah, ia dan keluarganya berangkat ke Pakistan untuk membantu suaminya yang berjihad di Afganistan melawan Rusia. Suaminya membantu perjuangan Mujahidin Afganistan lewat media dan bekerja sebagai direktur Majalah Al-Mujahidin. Di antara pekerjaannya adalah mempublikasikan foto-foto syuhada Arab dan Afganistan dalam perang. Saat itu foto-foto syuhada sebelum dimasukkan ke komputer terlebih dahulu digunting dan ditempel. Habibah senantiasa bersama ayahnya, ikut menyaksikan foto-foto. Terkadang bertanya dan dijawab sesuai dengan kadar akal Habibah saat itu.

Habibah tumbuh besar dan tidak melupakan arti dari kata syahada. Saat Habibah masuk ke sekolah dan mulai belajar sejarah, seluruh sejarah didistorsi dari awal hingga akhir. Maka Habibah pun hanya disuruh oleh ibunya untuk hanya menulis di lembaran soal. Adapun faktanya maka diberikan penjelasan yang benar. Minatnya menggeluti jurnalis telah tumbuh dalam diri Habibah sejak kecil, menurut ibunya, setiap kali Habibah melihat berita, ia selalu bertanya dan ibunya pun menjawabnya sesaui dengan kemampuan Habibah.

Saat jihad Palestina bergema dan munculnya tokoh-tokoh jihad Palestina seperti Syaikh Ahmad Yasin dan Dr. Abdul Aziz Rantisi dan lainnya, Habibah mulai konsen terus mengikuti, setiap yang berkaitan dengan permasalahan Palestina. Saat Habibah masuk ke perguruan tinggi di Universitas Amerika, Habibah pun bergabung di Club Palestina di dalam setiap aksi dan seminar-seminarnya. Ia juga memperkenalkan permasalahan Palestina.

Pada penyerangan Israel ke Gaza tahun 2008, Habibah masih berstatus sebagai mahasiswa. Ia berusaha dengan segala kemampuannya untuk mengumpulkan donasi Palestina dan bergabung dalam team yang akan berangkat ke Jalur Gaza untuk bekerja sebagai relawan, namun pemerintahan Mesir yang saat itu dipimpin oleh Presiden Mubarak menghalangi team relawan ini sebagaimana menghalangi setiap usaha untuk meringankan penderitaan penduduk Gaza.

Ia terus aktif melakukan aksi kepedulian pada dunia Islam, hingga terjadi revolusi Arab Spring di Tunisia, disusul benih-benih revolusi di Mesir juga meledak. Saat itu Habibah telah bergabung dengan Koran Gulf News di Dubai sebagai jurnalis sehingga Habibah belum bisa ikut serta turun dalam peristiwa Revolusi Januari. Ia sempat turun pada peristiwa Muhammad Mahmoud.

Kemudian meledak juga revolusi di Suriah dan kami menyaksikan pembantaian yang dilakukan oleh rezim tirani di Suriah. Habibah juga tergerak mendukung saudara-saudaranya di Suriah dengan segala cara melalui media dan relawan kemanusiaan. Saat itu, Habibah telah bersiap-siap berangkat ke Suriah membawa bantuan kemanusiaan, tetapi terhalang di tempat kerjanya.

Saat terjadi kudeta militer, Habibah pun bergabung dengan legitimasi anti kudeta, dan ikut demonstrasi sit-in di Rab’ah. Pada awal aksi bertahan Rab’ah, Habibah ingin ikut bergabung, namun baru bisa bergabung pada tanggal 30 Juli 2013 dengan dimulainya liburan akhir tahun. Habibah pun langsung bergabung dengan orang-orang bertahan di Rab’ah dan bertekad untuk tidak menyerah memperjuangkan hak dan kebebasan rakyat Mesir.

Di Rab’ah, Habibah bertugas di media center, namun ia ingin pekerjaan yang lebih. Ia pun bergabung dengan Aljazeraa Live Mesir sebagai relawan dan bekerja dengan membawa kamera siaran langsung.

Menurut temannya,  Habibah hanya perlu belajar dua jam untuk memegang kamera live. Habibah ikut merekam pembantaian pembubaran demonstrasi Rab’ah. Menurut saksi mata, saat terjadi pembubaran demonstran, Habibah berada di baris terdepan. Habibah juga menyaksikan sniper sebagaimana yang ia tulis dalam statusnya di facebook.

Saat terjadi kejahatan pembantaian demonstrasi damai Rab’ah Al-Adawiyah, Habibah maju hingga mendekati pos tentara As-Sisi untuk merekam secara live dengan segala kemampuannya, dan menampakkan kejahatan yang dilakukan pihak kudeta. Orang-orang sekeliling Hebah berteriak dan memintanya untuk balik, namun Habibah tetap maju untuk merekam semua peristiwa pembantaian. Semua yang yang direkam oleh Habibah dengan kameranya digunakan oleh Aljazeera untuk membuat dokumentasi pembakaran Rab’ah di channel Aljazeera.

Ini terjadi hingga prajurit As-Sisi menghentikannya. Ia tertembak pas di bagian jantung dan tembus keluar di bawah punggungnya. Inilah Habibah Abdul Aziz yang merindukan syahid di setiap fase umurnya. Allah telah mengaruniai Habibah apa yang diinginkannya. Dua Hari sebelum pembantaian Rab’ah, ia berpesan kepada kerabatnya: “Sisi akan melakukan pembantaian yang sangat besar, dan aku termasuk salah satunya. Setelah itu akan datang kemenangan.” Pembantaian pun telah terjadi, dan sekarang kita sedang menanti datangnya kemenangan.

Habibah di Mata saudari-saudarinya

Habibah adalah koresponden dan cameraman di Koran News Imarat. Habibah gugur karena dia memegang kameranya!! Dia mengikuti setiap perkembangan yang terjadi di dalamnya, dan semua niat Habibah menyampaikan kebenaran dan fakta. Habibah menjalani hidupnya seperti lazimnya tiap gadis, ia adalah gadis yang sederhana, semua orang menyenangi Habiba. Semua ini Habiba lakukan untuk membela kami dan untuk membela kebenaran yang dilihatnya akan lenyap.

Habibah menjadi syahidah karena terkena tembakan peluru di hati, yang menyebabkan himpitan otot organ dadanya. Habiba betul-betul menjadi kecintaan (Habibah) bagi seluruh saudari-saudari dan teman-temannya. Habiba yang kami semua mencintainya, dan mungkin kami tidak pernah menjumpai Habibah, kecuali kami mendapatkan di mata Habibah penuh dengan kebaikan dan kemurnian.

Beberapa saat sebelum terjadi pembubaran demonstrasi, Habibah sempat merasa lapar dan dia melihat Pizza yang ada pada teman-temannya. Habibah meminta agar ia bisa makan bersama dengan teman-temanya, namun Habiba juga tidak ingin mengambil bagian yang besar. Saya katakan kepadanya, sepotong ini cukup bagiku wahai Habibah. Habibah saat itu serasa menikmati makanan dari surga. Saat itu Habiba sempat menelpon ibunya dan meminta agar ibunya mendoakannya, agar Allah menguatkan hatinya, agar ia ditegarkan di atas kebenaran.

Di dalam profilnya, Habibah menulis, ia sedang merasa kurang sehat, dan ia merasa dingin yang sangat. Ia juga senantiasa bercita-cita mati meraih gelar syahidah. Ya, Habibah telah menaklukkan kedzaliman. Jika kalian mengunjungi profilnya, maka engkau akan tahu kedudukan Habiba di mata setiap manusia.

Engkau sungguh benar wahai Habibah, engkau telah mengharumkan namamu seperti artinya.

Habibah, hatiku mencintaimu, walau mataku tak lagi melihatmu, namun aku sangat mencintaimu. Seorang gadis muslimah yang penuh kecintaannya terhadap perjuangan Islam untuk mendapatkan  syurga. Demikian  cuplikan dari “syuhadar4bia”. (T/P005/P2)

Sumber:

http://syuhadar4bia.com/2014/04/habibah-jurnalis-perempuan-pemburu-surga.html

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Wartawan: Admin

Editor: Ismet Rauf

Comments: 0