Keruntuhan Kerajaan Islam Andalusia, Konspirasi Menghancurkan Ummat Islam

Keruntuhan kerajaan Islam merupakan ayat kauniyah dalam bentuk ciptaan Allah Subhanahu wa ta’ala di alam semesta yang membuktikan kebenaran ayat qouliyah dalam firman-Nya:

إِن يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ ٱلْقَوْمَ قَرْحٌ مِّثْلُهُۥ ۚ وَتِلْكَ ٱلْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ ٱلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَيَتَّخِذَ مِنكُمْ شُهَدَآءَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ

Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”, (QS. Ali Imran[3]: 140)

Ahmad Musthafa Al-Maraghi (w. 1371 H/1952 M) ketika menafsirkan ayat di atas menyatakan: ”Kesimpulannya, jangan sampai kalian ummat Islam berhenti berjihad karena tertimpa kekalahan,sebab musuh-musuh kalian juga pernah merasakan kekalahan yang serupa. Meskipun mereka berada di pihak yang salah (batil), tetapi mereka tidak berhenti dan tidak segan memerangi kalian. Oleh karena itu, kalian lebih pantas untuk memiliki kesungguhan dan tidak mudah menyerah karena kalian mengetahui kemenangan akhir dan kebenaran ada di pihak kalian”.

Sesungguhnya perputaran hari-hari merupakan sunnatulah dalam kehidupan manusia. Suatu hari kemenangan berada di pihak yang batil dan pada hari lainnya kemenangan ada di pihak yang benar. Tetapi akibat (akhir) yang baik hanyalah bagi orang-orang yang mengikuti kebenaran.

Bahwa kemenangan hanya bagi orang-orang yang mengetahui sebab-sebab keberhasilan dan mereka menjaganya secara konsisten. Sebab-sebab kemenangan itu antara lain; kesatuan, tidak saling berselisih, teguh hati, selalu berpikir benar, bertekad kuat, persiapan yang matang dan menyusun kekuatan secara maksimal.

Pekerjaan-pekerjaan itu harus kalian lakukan dengan mantab agar kalian berhasil dan menang. Janganlah kegagalan melemahkan tekad kalian karena roda kehidupan itu selalu berputar, bak kata penyair:

فَيَوْمٌ عَلَيْنَا وَيَوْمٌ لَنَا ،،، وَيَوْمٌ نَسَاءُ وَيَوْمٌ نُسْرُ

Sehari kami menang, sehari kami kalah. Sehari kami susah dan sehari kami senang”.

Perputaran kehidupan dunia seperti itulah yang menjadi sunnatullah dan kasih sayang Allah. Siapa yang memenuhi persyaratan kemenangan, maka ia akan menang dan berhasil, sementara yang tidak mengikuti persyaratan itu, pasti akan menemui kekalahan dan kegagalan. Itulah juga yang dialami para sahabat Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa salam pada Perang Uhud.

Diriwayatkan bahwa Abu Sofyan, pada saat Perang Uhud naik ke sebuah bukit kemudian diam sejenak. Ketika melihat pasukan Islam porak-poranda, ia berkata: ”Di mana anak Abu Kabsyah? (maksudnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam) . Abu Kabsyah adalah suami dari Halimah As-Sya’diyah, ayah susu beliau. Kemudian Abu Sofyan berkata lagi:” Di manakan anak Abu Quhafah (maksudnya Abu Bakar), di manakah anak Al-Khattab (maksudnya Umar)”.

Lalu Umar berkata:” Inilah Rasulullah, inilah Abu Bakar dan inilah saya, Umar”. Abu Sufyan menyahut:” Sehari diganti sehari, hari-hari itu berputar dan peperangan itu bagaikan timba (sekali menang, sekali kalah). Lantas Umar menjawab:” Tidak sama, orang yang terbunuh di kalangan kami akan masuk surga, dan yang terbunuh di kalangan kalian masuk neraka”. Kemudian Abu Sofyan berkomentar:” Sungguh jika kalian punya anggapan demikian, maka kami yang kecewa dan kami merasa rugi”.

Keberhasilan ummat Islam membebaskan Andalusia dan berjaya selama delapan abad, kemudian terusir dari sana, tidaklah lepas dari sunnatullah tersebut. Mereka (kaum Muslimin) berhasil membebaskan Andalusia karena mereka memiliki perangkat keberhasilan seperti; kesatuan, niat yang ikhlas, ketaatan dan kesungguhan.

Sementara musuh-musuh mereka terpecah-belah dan saling menindas di antara mereka sendiri sehingga musuh-musuh Islam kalah. Ketika kondisi itu terbalik, maka musuh-musuh Islamlah yang menang dan ummat Islam yang kalah.

Menurut Prof. Raghib As-Sirjani, pembebasan kaum Muslimin terhadap wilayah-wilayah baru, termasuk Andalusia sama sekali bukan untuk mencari jajahan baru atau wilayah yang ingin dikuasai atau sekadar menumpuk kekayaan. Tujuan utama mereka adalah berdakwah di jalan Allah, mengajarkan agama Islam kepada ummat manusia.

Kata Andalusia (الاندلسي) berasal dari nama kabilah “Vandals” yang berasal dari Yunani. Wilayah ini meliputi semenanjung Iberia yang kini menjadi negara dan Portugal.

Sebelum Islam datang, wilayah Andalusia dikuasai oleh bangsa Yunani, kemudian oleh Kekaisaran Romawi. Pada zaman Romawi, orang Kristen meluas di Andalusia. Setelah itu, Andalusia dikuasai oleh oleh kerajaan Vesigoth Andalusia. Sebagaimana wilayah Eropa lain yang pada saat itu hidup dalam masa kebodohan dan keterbelakangan yang luar biasa. Masa ini disebut sebagai masa kegelapan (Dark Age).

Para penguasa menguasai kekayaan negeri, sementara rakyat hidup dalam kemiskinan. Para penguasa hidup di istana dan di dalam gedung, sementara rakyatnya tidak mempunyai tempat berteduh dan rumah yang layak. Kehormatan mereka diinjak-injak. Mereka diperjual-belikan sebagaimana budak dan kehidupan mereka sangat jauh dari layak dan normal.

Kebersihan individu misalnya, sama sekali tidak mereka perhatikan. Mereka tidak mandi, kecuali hanya sekali atau dua kali dalam setahun. Bahkan mereka menganggap semua kotoran dan daki yang menumpuk di tubuh mereka itu merupakan sesuatu yang menyehatkan tubuh dan dianggap sebagai berkah buat mereka. Demikian disebutkan oleh Abu Ubaid Al-Bakri dalam bukunya” Yugrafiyah Al-Andalusia wa Urubba”.

Dalam kondisi seperti terjadi konflik antara Roderik, Raja Visegoth dengan Julian, penguasa Sabtah (Centa). Roderik menodai putri Julian yang bernama Florinda sehingga hamil.

Mengetahui hal itu, Julian sangat marah dan bersumpah untuk menghacurkan Roderik. Untuk itu, ia meminta bantuan militer kepada ummat Islam.

Ketika itu, ummat Islam berada di bawah kepemimpinan Al-Walid bin Abdul Malik (dibaiat tahun 86 H/705 M) dari Dinasti Bani Ummayah. Kemudian Al-Walid menunjuk Musa bin Nushair sebagai amir di Afrika Utara. Pada masa keamirannya, Afrika bagian barat dapat dikuasai kecuali Sabtah (Celia) yang pada waktu itu berada di bawah kekuasaan Byzantium.

Permintaan bantuan militer dari Julian kepada ummat Islam yang ketika itu dipimpin oleh Musa bin Nushair diterima dengan baik setelah mendapat persetujuan dari Khalifah Al-Walid. Kemudian Musa bin Nushair memerintahakan Tharif bin Malik untuk melakukan penjajakan awal dalam rangka membantu Julian dengan membawa 4000 tentara dan 100 pasukan berkuda memasuki wilayah Andalusia pada tahun 710 M.

Setahun setelah misi penjajakan itu sukses, Musa bin Nushair mengirimkan pasukan yang terdiri atas 7000 pasukan yang dipimpin oleh Thariq bin Ziyad, pada bulan Sya’ban 92 H/Juni 711 M.

Ibnu Kardibus menceritakan:” Musa bin Nushair saat melepas pasukan yang dipimpin Thariq bin Ziyad berdoa sambil menangis dan berserah diri kepada Allah dan meminta kepada-Nya untuk memberikan kemenangann kepada kaum Muslimin”.

Dengan menggunakan armada kapal laut yang digunakan oleh Tharif bin Malik dan kapal-kapal bantuan Julian, Thariq berhasil menyeberangkan seluruh pasukannya dari selat (yang sekarang disebut selat Gibraltar) ke Andalusia.

Pasukannya mendarat di sebuah bukit yang kemudian diabadikan dengan namanya yaitu Jabal Thariq (Gibraltar). Dari bukit itu, Thariq menuju ke sebuah kawasan yang luas bernama jazirah Al-Khadhra (green island). Di situ, mereka dihadang oleh pasukan penjaga wilayah selatan Andalusia.

Sebagaimana kebiasaan pasukan Islam jika bertemu musuh, Thariq menawarkan kepada mereka alternatif, yaitu masuk Islam, membayar jizyah, atau berperang. Mereka menolak pilihan apapun kecuali berperang.

Maka terjadilah pertempuran antara kedua belah pihak, hingga akhirnya pasukan Islam berhasil mengalahkan mereka. Mendengar berita kekalahan pasukan Kristen itu, Roderik mengumpulkan seluruh pasukannya yang berjumlah 100 ribu pasukan berkuda (kawaleri) yang ia pimpin sendiri untuk menghadang pasukan Thariq yang hanya berjumlah 7000 dan mayoritasnya adalah infanteri (pejalan kaki) dan sejumlah kecil kawaleri.

Melihat realita ini, Thariq bin Ziyad meminta Musa bin Nushair untuk mengirim pasukan bantuan. Kemudian Musa bin Nushair pun menyetujuinya dengan mengirim pasukan tambahan sebanyak 5000 prajurit di bawah pimpinan Tharif bin Malik. Ia dipilih karena pernah memimpin pasukan penjajakan.

Pada tanggal 28 Ramadhan 92 H/19 Juli 711 M, kedua pasukan berperang di lembah Barbate. Sebelum perang dimulai, Thariq bin Ziyad berpidato di hadapan pasukannya. Ia memberi pilihan kepada para prajuritnya antara kemenangan dan kesyahidan. Ia menyemangati pasukannya mereka untuk meninggikan kalimat Allah dan mengabaikan kemewahan-kemewahan dunia.

Lalu ia membaca firman Allah:

إِنَّ ٱللَّهَ ٱشْتَرَىٰ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَٰلَهُم بِأَنَّ لَهُمُ ٱلْجَنَّةَ ۚ يُقَٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ ۖ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى ٱلتَّوْرَىٰةِ وَٱلْإِنجِيلِ وَٱلْقُرْءَانِ ۚ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِۦ مِنَ ٱللَّهِ ۚ فَٱسْتَبْشِرُوا۟ بِبَيْعِكُمُ ٱلَّذِى بَايَعْتُم بِهِۦ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar”. QS. At-Taubah [9]: 111.

Pasukan kaum Muslimin yang dipimpin Thariq bin Ziyad yang berjumlah sekitar 12 ribu prajurit akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Roderic yang berjumlah 100 ribu orang dan bersenjata lengkap. Pertempuran berlangsung selama kurang lebih delapan hari. Saat Idul Fitri, tentara Kaum Muslimin masih berjibaku di medan perang hingga Ahad, 5 Syawal.

Dalam peperangan itu, 3.000 mujahid gugur, sementara pasukan Roderic hancur lebur dan Roderic sendiri tewas dalam peperangan tersebut.

Kemenangan ini menjadi pembuka bagi pembebasan seluruh wilayah Andalus yang terdiri atas Spanyol, Portugal dan Prancis selatan sekarang.

Pembakaran Kapal

Sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa setelah Thariq bin Ziyad menyeberangi Selat Gibraltar, ia kemudian membakar kapal-kapalnya. Kemudian Thariq berpidato di hadapan prajuritnya:” Wahai pasukanku, lautan ada di belakangmu, dan musuh ada di depanmu. Tidak ada pilihan lain keuali berjuang”.

Menurut Prof. Ragib As-Sirjani, kisah pembakaran itu adalah fiktif (mitos). Para penulis Barat sengaja menulis kedustaan dalam sejarah pembebasan Islam di Eropa untuk mengaburkan fakta yang terjadi sebenarnya, yaitu peristiwa kemenangan pasukan yang lebih sedikit terhadap pasukan yang lebih besar. Padahal sepanjang sejarah Islam, banyak terjadi pasukan yang sedikit berhasil mengalahkan pasukan yang besar, sebagaimana firman Allah:

فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوتُ بِٱلْجُنُودِ قَالَ إِنَّ ٱللَّهَ مُبْتَلِيكُم بِنَهَرٍ فَمَن شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّى وَمَن لَّمْ يَطْعَمْهُ فَإِنَّهُۥ مِنِّىٓ إِلَّا مَنِ ٱغْتَرَفَ غُرْفَةًۢ بِيَدِهِۦ ۚ فَشَرِبُوا۟ مِنْهُ إِلَّا قَلِيلًا مِّنْهُمْ ۚ فَلَمَّا جَاوَزَهُۥ هُوَ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَعَهُۥ قَالُوا۟ لَا طَاقَةَ لَنَا ٱلْيَوْمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِۦ ۚ قَالَ ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَٰقُوا۟ ٱللَّهِ كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةًۢ بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku”. Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: “Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya”. Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar“. QS Al-Baqarah[2]: 249.

 

Di samping itu, ada dua bukti lain yang menegaskan bahwa kisah pembakaran kapal oleh Thariq bin Ziyad adalah fiktif:

  1. Pembakaran kapal itu hanya bersumber dari penulis dan literatur Barat.
  2. Kapal-kapal yang digunakan oleh Thariq bin Ziyad sebagian adalah kapal sewaan dari Raja Julian sehingga kaum Muslimin tidak akan melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan syariat dan tidak bertanggung jawab dengan membakar kapal orang lain yang bukan miliknya.

 

Islam di Andalusia

Islam di Andalusia mengalami dua kesultanan, yaitu Kesultanan Bani Ummayah dan Kesultanan Bani Abbasiyah. Ketika Kesultanan Bani Ummayah di Damaskus, salah seorang keluarga Bani Ummayah yang bernama Abdurrahman bin Muawiyah bin Hisyam bi Abdul Malik yang bergelar Abdurrahman Ad-Dakhil dan mendapat gelar Rajawali Quraisy (Syaqr Quraisy) berhasil menyelamatkan diri ke Andalusia. Setelah berhasil menghadapi beberapa tantangan, akhirnya Abdurrahman Ad-Dakhil berhasil mengambil alih kekuasaan.

Selama beberapa periode kepemimpinan, para pemimpin Andalusia tidak menyatakan diri sebagai Khalifah, termasuk Abdurrahman Ad-Dakhil sendiri. Mereka hanya menyebut diri mereka sebagai amir karena kepemimpinan Islam yang resmi berada di tangan Dinasti Abasyiyah.

Pemimpin Andalusia baru menyatakan diri sebagai Khalifah baru pada masa kepemimpinan Abdurrahman An-Nashir atau Abdurrahman III pada Dzulhijjah 316 H/Januari 929 M. Andalusia pernah memiliki tiga pemimpin yang sama-sama bernama Abdurrahman, yaitu Abdurrahman Ad-Dakhil, Abdurrahman Al-Ausad dan Abdurrahman An-Nashir.

Selama dalam kepemimpinan Islam, wilayah Andalusia mencapai berbagai kemajuan di segala bidang dan mengalami zaman keemasan di bidang ilmu pengetahuan. Andalusia juga berhasil memunculkan lembaga-lembaga pendidikan terkenal yang kemudian menelurkan ilmuwan-ilmuwan ternama dan bangunan-bangunan monumental dengan arsitektur yang mengagumkan.

Ulama yang lahir dan hidup di Andalusia pada periode itu antara lain: Ibnu Malik yang mengarang kitab “Al-Alfiyah”, Ibnu Tufail menulis buku “Hayy bin Yaqzam”. Ibnu Rusyd menulis buku “Bidayatul Mujtahid”, Ibnu Hazm menulis “Al-Murtadha” (tentang fikih), Ibnu Arabi menulis “AL-Futuhat” Al-Makiyyah (pembebasan Makkah) dan Al-Qurtubi dengan karya monumentalnya yaitu Tafsir Al-Jami lil Ahkam Al-Quran.

Di bidang sains dan teknologi, Andalusia juga mencapai kejayaannya. Banyak karya besar di bidang medis, kedokteran, pertanian, kesenian, geografi, astronomi, ekonomi, dan aerodinamika.

Disebutkan Abbas bin Firdaus (lahir 810 M), ia menghabiskan masa hidupnya di yang merupakan pakar aerodinamika yang pertama membuat desain pesawat terbang berbahan kayu, dilengkapi dengan kedua sayap yang dirajut-rajut dengan sutra dan bulu-bulu. Abbas bin Firdaus terinspirasi dengan firman Allah:

أَوَلَمْ يَرَوْا۟ إِلَى ٱلطَّيْرِ فَوْقَهُمْ صَٰٓفَّٰتٍ وَيَقْبِضْنَ ۚ مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلَّا ٱلرَّحْمَٰنُ ۚ إِنَّهُۥ بِكُلِّ شَىْءٍۭ بَصِيرٌ

Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu”. (QS. Al-Mulk: 19)

Kemajuan di bidang sains dan teknologi itu telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan  bagi rakyat Andalusia dan sekitarnya. Karena kemajuan ekonomi yang dicapai, Andalusia mampu membangun kota yang megah dan mempunyai banyak bangunan-bangunan yang monumental seperti Masjid Cordova, Istana El-Hamra, Jembatan Puente Romano dan lain sebagainya.

Hingga saat ini, bangunan-bangunan megah tersebut masih berdiri tegak dan menjadi obyek-obyek wisata bersejarah yang diakui lembaga PBB yang mengurusi warisan-warisan dunia, UNESCO dan banyak diminati para turis domestik maupun mancanegara.

(Foto: Masjid Cordova)

Dalam kehidupan beragama, para penguasa Muslim Andalusia memperlakukan rakyat non-Muslim dengan baik. Seluruh hak asasi, hak hidup, hak beribadah, kebebasan memiliki harta, jiwa dan kehormatan, semua dberikan kepada mereka. Mendapat perlakukan seperti itu, penduduk Andalusia terkagum-kagum dan mereka berbondong-bondong masuk Islam. Karena selama ini, mereka selalu ditindas oleh para penguasa, meskipun seagama dengan mereka.

Thomas W Arnold, dalam bukunya “The Preaching of Islam” ia menulis: “Kita tidak mendengar adanya orang masuk Islam karena paksaan atau suatu bentuk penekanan lain pada masa berkembangnya permulaan ajaran Islam. Besar kemungkinan, salah satu faktor cepat meluasnya agama Islam di Spanyol adalah justru karena sifat toleransinya terhadap agama Kristen”.

Satu-satunya keberatan yang dirasakan oleh penduduk Kristen terhadap pemerintahan Islam adalah adanya semacam perlakuan berbeda mengenai pembayaran pajak negara. Mereka harus membayar pajak perkapita 28 dirham dari orang kaya, 24 dirham dari orang menengah dan 12 dirham bagi mereka yang hidup dengan gaji bulanan.

Pajak ini dimaksudkan sebagai pengganti dari kewajiban tugas militer, hanya dikenakan bagi warga negara pria yang sehat jasmaninya, sedangkan para pendeta, orang sakit, orang buta, orang gagu, pengemis dan budak, mereka dibebaskan dari pajak sama sekali sehingga sebenarnya hal itu lebih ringan dari pada peraturan pajak yang dikumpulkan oleh para pejabat Kristen.

Andalusia di bawah kekuasaan Islam mengalami perkembangan pesat dan menjadi pusat pengembangan sains dan teknologi sehingga menjadi tujuan para pencari ilmu di abad pertengahan.

(Foto: Jembatan Puente Romano)

Banyak pemuda Kristen yang belajar dari ilmuwan Muslim di berbagai universitas di Cordova, Sevilla, Malaga, Granada dan lain-lain. Selama belajar, mereka aktif menerjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab dari ulama-ulama Muslim dari berbagai bidang, seperti ilmu kedokteran dari Ibnu Sina, filsafat dari Al-Farabi, astronomi dari Ibrahim bin Yahya, Kimia dari Abbad bin Farnas, geografi dari Ibnu Yubair, dan lain-lain.

Setelah berhasil mendapatkan ilmu, mereka kemudian pulang dan mendirikan beberapa universitasdi Eropa seperti: Universitas Paris pada 1231 M.

Kekuasaan yang berlangsung hampir 800 tahun itu (711 -1610 M) berangsur-angsur hancur dan akhirnya hilang. Kehancuran Andalusia bukanlah sesuatu yang mendadak dan tiba-tiba. Tragedi ini disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.

Secara internal, menurut Dr Thariq Suwaidan, tragedi itu dimulai ketika Khalifah Al-Hakam Al-Muttashir (366 H/977 M) menunjuk anaknya, Hisyam yang belum baligh, sebagai putra mahkota yang kelak menggantikan kedudukannya sebagai Khalifah. Bahkan menurut sejumlah sejarawan, Hisyam sudah ditunjuk sebagai calon khalifah sejak masih dalam kandungan ibunya. Hisyam kemudian naik tahta pada usia 13 tahun.

Munculnya Mulukut Thawaif (dinasti-dinasti kecil) yang saling berperang mempercepat runtuhnya Andalusia. Pada tahun 400 H/1010 M, muncul beberapa kelompok atau keluarga yang tampil mengumumkan kemerdekaannya dari atu kota dan sekelilingnya. Andalusia terpecah menjadi 22 dinasti kecil akibat konflik internal. Di antara dinasti-dinasti itu saling berperang, bahkan memakzulkan khalifah yang mereka angkat.

Menurut Prof. Raghib As-Sirjani, akhlak masyarakat, pejabat dn ulama Andalusia di awal masa kerutuhannya sangat memprihatinkan. Khamr (minuman keras) diperjual-belikan, dikonsumsi, dan bahkan diproduksi secara terang-terangan tanpa ada ulama yang mengingatkan.

Pajak dan berbagai pungutan besar di luar zakat yang membebani masyarakat dipungut dengan cara tidak benar (tidak sesuai syariat) tanpa adanya satu ulama pun yang mencegahnya. Beberapa pejabat sewenang-wenang dan berlaku zalim kepada rakyatnya, tanpa adanya satu ulama pun yang memprotesnya.

Di sana ada alat-alat musik dan tarian yang secara terbuka memamerkan auratnya, tanpa adanya ulama yang mengingatkannya. Kaum wanita keluar rumah dengan membuka aurat tanpa hijab, namun para ulama justru asyik membicarakan golongan Murjiah, golongan Mu’athilah dan masalah-masalah lain yang mengandung perdebatan kosong dan jurang perpecahan yang tajam. Mereka yakin bahwa hal-hal seperti itulah yang seharusnya menyibukkan kaum Muslimin, bukan masalah-masalah lain.

Di tengah situasi internal ummat Islam yang seperti itu, secara eksternal, selama enam abad, kaum Kafir di sekeliling Andalusia tanpa kenal lelah terus berusaha merancang rencana untuk menghancurkan ummat Islam dari Andalusia.

Usaha itu menemukan momentumnya pada tahun 1469 M. Ratu Isabella dari Castille menikah dengan Raja Ferdinand dari Aragon. Kedua kerajaan Kristen Castille dan Aragon, dengan bantuan Inggris, atas perintah Paus, ditambah bantuan dari Portugal, mereka bersatu padu menghadapi ummat Islam yang sedang terpecah-belah.

lima kekuatan itu, yaitu Castille, Aragon, Inggris, Portugal dan Paus berhasil mengalahkan ummat Islam. Pada tanggal 2 Rabiul Awal 897 H (2 Januari 1492 M) ummat Islam dipaksa meninggalkan Granada melalui sebuah “perjanjian damai” yang dikhianati oleh Raja Ferdinand dan Ratu Isabella.

Jatuhnya Granada menjadi awal dari tragedi sangat memilukan bagi ummat Islam di Andalusia. Sesuai dengan isi perjanjian damai, jutaan Ummat Islam memilih tinggal di Granada setelah jutaan lainnya memilih pergi mengungsi. Raja dan Ratu Spanyol menepati isi perjanjian selama beberapa waktuuntuk menjamin kepentingannya.

Di saat kepentingannya sudah tidak ada, maka mereka menghianati isi perjanjian itu. Hal itu menunjukkan kebenaran firman Allah :

كَيْفَ يَكُونُ لِلْمُشْرِكِينَ عَهْدٌ عِندَ ٱللَّهِ وَعِندَ رَسُولِهِۦٓ إِلَّا ٱلَّذِينَ عَٰهَدتُّمْ عِندَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ ۖ فَمَا ٱسْتَقَٰمُوا۟ لَكُمْ فَٱسْتَقِيمُوا۟ لَهُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَّقِينَ

Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil haraam? maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa”. (QS. At-Taubah[9]: 7)

Perjanjian damai pengerahan Granada berisi sejumlah syarat kesepakatan yang terperinci, jelas dan tertulis. Hingga kini, teks perjanjian masih tersimpan di Museum Perang di Madrid, Spanyol. Di perjanjian itu ada 67 syarat yang tertera, antara lain:

Setiap Muslim, baik dewasa maupun anak kecil, pemimpin maupun rakyat biasa diberi jaminan keamanan atas diri, keluarga dan anaknya. Mereka semua tetap diperbolehkan menempati rumah mereka masing-masing. Syariat Islam diprakterkkan terhadap mereka. Syariat apapun selainnya tidak diterapkan untuk memutuskan perkara mereka.

Masjid akan tetap beroperasi sebagaimana biasanya. Hari-hari besar Islam akan tetap dilestarikan. Orang Kristen tidak akan masuk ke rumah Orang Islam dan tidak akan merampas tanah mereka.

Tidak seorangpun akan dipaksa memeluk agama Kristen. Namun bagi siapa saja yang memeluk agam Kristen akan dibiarkan beberapa hari,kemudian penguasa Muslim dan Kristen akan menanyainya. Jika tetap bersikeras memeluk agama Kristen, maka ditetapkan seperti itu.

Masih banyak syarat-syarat lain yang berkaitan dengan hak-hak ummat Islam. Perjanjian itu ditandatangani oleh Raja Ferdinand dan Ratu Isabella. Keduanya berjanji akan menghormati dan melaksanakan seluruh isi perjanjian. Ferdinand dan Isabella kemudian menerima kunci kota Granada secara resmi. Para pastor dan pendeta segera menempati masjid agung kota yang sejak hari itu juga diubah menjadi gereja.

Ummat Islam menyangka, Ferdinand dan Isabella akan menepati perjanjian, tetapi faktanya semua isi perjanjian mereka langgar dan khianati. Bahkan mereka dan seluruh kerajaan-kerajaan Kristen yang lain di sekitar Andalusia membuat sejumlah peraturan untuk membinasakan ummat Islam, di antaranya:

Orang Kristen boleh mencambuk orang Islam dengan cemeti dengan atau tanpa sebab dan mereka tidak akan ditanya, mengapa hal itu mereka lakukan?.

Orang Islam tidak boleh masuk ke rumah Orang Kristen bagaimanapun keadaannya, kecuali dokter. Waktu itu, profesi dokter hanya dimiliki oleh kaum Muslimin karena secara keseluruhan orang Kristen masih bodoh dan tidak berpengetahuan.

Setiap Muslim akan dibunuh jika mengucapkan kalimah Syahadat secara terang-terangan atau mengucapkannya di depan orang banyak. Orang Islam tidak berhak melarang anak-anaknya yang berpindah agama ke Kristen. Jika mereka tetap melarang, maka akan disiksa dengan keras

Seluruh pengadilan agama Islam yang memutuskan perkara ummat Islam ditiadakan. Ummat Islam harus menyelesaikan perkaranya di pengadilan Kristen.

Dalam perkembangan selanjutnya, dengan dukungan Dewan Gereja, Ratu Isabella menandatangani maklumat Dewan Inkuisisi (Mahkamah Taftisy) untuk menyelidiki dan memerintahkan semua orang yang bukan Kristen harus meninggalkan Spanyol atau harus menjadi orang Kristen.

Maka, beribu-ribu ummat Islam, orang Yahudi, (dan bahkan orang-orang Kristen Romawi yang kebingungan) mereka semua diperiksa keimanannya oleh Dewan Inkuisisi. Mereka yang memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan keinginan Dewan disiksa, dibunuh, bahkan dibakar hidup-hidup.

Dewan Inkuisisi itu bertahan selama beberapa ratus tahun yang menyebabkan ummat Islam musnah di Andalusia.

Di samping aturan dan undang-undang yang sangat mendzalimi ummat Islam di atas masih banyak aturan dan undang-undang lainnya yang dibuat para pengganti Ferdinand dan Isabella untuk memberangus ummat Islam di Andalusia, antara lain:

  1. Pengharaman Bahasa

Pada tahun 935 H/1529 M pada masa pemerintahan Raja Charles, ummat Islam dilarang berbicara dengan Bahasa Arab. Siapa saja yang mengucapkan kata-kata atau kalimat-kalimat Bahasa Arab  akan dihukum mati.

  1. Larangan Mandi

Pada masa Raja Philip II (974 H) sebuah peraturan paling aneh dalam sejarah diterbitkan yang isinya melarang ummat Islam mandi. Dahulu, orang Kristen tidak pernah mandi dan tidak memperdulikan hal ini (kebersihan badan).

Jadi, mereka tidak menyukai Kaum Muslimin mandi sehingga melarang mereka mandi. Akibat peraturan ini, pemandian umum dihancurkan. Setiap Muslim yang ketahuan mandi, atau dikabarkan mandi, atau terdapat bekas mandi pada badannya, maka akan dibunuh.

  1. Larangan memakai Pakaian Arab

Bagi siapa saja yang mengenakan pakaian Arab atau pakaian Islami, maka ancamannya akan dibunuh.

  1. Kewajiban Memakai Topi Sanbenito

Sanbenito adalah topi berbentuk kerucut (lancip di ujung bagian atas dan berbentuk lingkarang di bagian bawahnya) yang dipakai sebagai simbol pemurtadan. Untuk membedakan ummat Islam yang sudah murtad atau belum, orang Kristen mewajibkan ummat Islam memakai topi Sanbenito tersebut.

Topi itu dipakai saat mereka keluar rumah, termasuk ke pasar. Bagi ummat Islam yang memakainya, maka ia selamat, namun bagi mereka yang tidak memakainya, maka ancamannya akan dibunuh.

Saat ini, bentuk topi Sanbenito itu banyak dipakai oleh orang-orang yang hendak merayakan Tahun Baru Masehi.

  1. Melegalkan Kebohongan kepada Ummat Islam

Untuk menghabisi ummat Islam di Andalusia, orang Kristen diperbolehkan membunuh orang Islam, tanpa ada ancaman dan tuntutan hukum. Tragedi yang sangat memilukan ummat Islam itu merupakan hasil dari dilegalkannya kebohongan yang hingga saat ini terkenal dengan apa yang disebut sebagai “April Mop” (The April Fals Day).

Menurut harian Republika yang terbit pada Senin, 2 April 2012, suatu hari, tentara Salib Spanyol meneriakkan pengumuman dangan lantang:” Ummat Muslim di Granada bisa keluar rumah dengan aman dan diperbolehkan berlayar dengan membawa berang-barang keperluan mereka. Kapal-kapal yang akan membawa kalian dari Spanyol sudah kami persiapkan di pelabuhan. Kami menjamin keselamatan kalian jika ingin keluar dari Spanyol. Setelah hal ini, kami tidak akan lagi memberi jaminan,” demikian bujuk tentara Salib.

Kaum Muslimin sebagian besar merasa curiga dengan tawaran itu. Tetapi, ketika sebagian mereka diperbolehkan melihat kapal-kapal yang dipersiapkan di pelabuhan, keesokan harinya, ribuan penduduk Muslim Granada yang mayoritas terdiri atas kaum wanita dan anak-anak (karena kaum laki-laki dewasa sudah hampir habis mereka bunuh) keluar dari rumah-rumah mereka dengan membawa seluruh barang-barang keperluannya secara beriringan berjalan menuju pelabuhan.

Ketika sudah sampai di pelabuhan, mereka hanya bisa terpana karena rumah-rumah yang mereka tinggalkan, dengan beberapa orang yang bertahan dan segala isinya dibakar oleh tentara Salib. Sementara kapal-kapal yang dijanjikan akan mengangkut mereka keluar dari Spanyol juga dibakar di tengah kondisi kegelisahan seperti itu.

Dengan satu teriakan dari pemimpinnya, para tentara Salib membantai ummat Islam tanpa rasa belas kasihan. Seluruh ummat Islam yang ada di pelabuhan dibunuh. Darah menggenang di mana-mana. Air laut yang berwarna bitu berubah warna menjadi merah kehitam-hitaman. Tragedi ini bertepatan dengan tanggal 1 April.

Itulah yang diperingati oleh dunia Kristen pada setiap tanggal 1 April sebagai April Mop karena mereka berhasil membohongi Ummat Islam.

Setelah mengalami berbagai macam tragedi memilukan, akhirnya ummat Islam di bumi Andalusia benar-benar secara total lenyap. Konspirasi kaum Kristen memang berhasil melenyapkan ummat Islam di bumi Andalusia, tetapi ummat Islam tidak lenyap di bumi Eropa. Karena sekitar 40 tahun sebelum jatuhnya Andalusia, terjadi sesuatu peristiwa yang sangat menakjubkan, yaitu terbebasnya Konstantinopel oleh Sultan Muhaamd Al-Fatih dari Dinasti Turki Utsmani pada tahun 857 H/1459 M.

Tenggelamnya matahari Islam di pojok Eropa Barat (Andalusia), bertepatan dengan terbitnya matahari Islam di Eropa Timur (Konstantinopel). Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantikan orang-orang yang menjual agama dan para penguasa Granada yang gila harta di Andalusia dengan ummat Islam Turki yang ikhlas berjuang.

Melalui pembebasan Konstantinopel (Istambul/Islambul) itu, Islam mengalami perkembangan pesat di Eropa Timur melebihi yang terjadi di Andalusia.  Itulah bukti kebenaran firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَىٰٓ إِلَى ٱلْإِسْلَٰمِ ۚ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim”. (QS. As-Shaf [61]: 7)

Ibnu Katsir menjelaskan perumpamaan orang yang berupaya menolak perkara yang haq dengan perkara yang bathil seperti orang-orang yang ingin memadamkan cahaya matahari dengan hembusan mulutnya. Itu adalah hal yang mustahil. Begitu juga dengan orang yang ingin memadamkan cahaya Allah (Islam) merupakan hal yang mustahil pula.

Ketika menafsirkan ayat ini, Prof HAMKA menulis:” Perhatikan sejarah! Sejak mulai timbulnya Islam, sejak mula diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Salam, sampai sekarang sudah 14 abad lamanya, inilah agama yang selalu hendak dihembus dan dipadamkan cahayanya dengan mulut-mulut orang Kafir.

Berbagai upaya dilakukan oleh musuh-musuh Islam, mulai dari Suku Quraisy Makkah maupun orang-orang Yahudi Madinah untuk memusnahkan Islam, tidak henti-hentinya mereka berusaha, sampai Bangsa Mongol, Tartar yang meghancurkan Baghdad, menghabisi Khalifah Bani Abbasiyah pada tahun 656 H/1258 M.

Selanjutnya pada tahun 1492 H habislah kekuasaan Islam di Spanyol oleh raja-raja Spanyol, yaitu pasangan Raja Ferdinand dari Aragan dan Isabella dari Casatilla. Namun setelah itu, banarkah semua Ummat Islam musnah dari muka bumi dan jalan ke Makkah ditutup?

Untuk menjawab pertanyaan itu, HAMKA menyalin tulisan Sir Thomas Walker Arnold dalam pendahuluan bukunya “The Preaching of Islam” sebagai berikut: ”Meskipun imperium yang besar itu mulai runtuh dan sendi-sendi politik Islam mulai goyang, namun penyerbuannya dari segi rohani tetap berjalan dan tiada putus-putusnya. Setelah bangsa Mongol menghancurkan Baghdad (1258 M) dan menenggelamkan kemegahan kerajaan Bani Abbas dalam genangan darah dan meskipun Raja Ferdinand dan Ratu Isabella serta Leon telah mengusir Islam dari Cordova (1236 M) dan beberapa lama kemudian kerajaan Islam di Granada membayar upeti kepada kerajaan Kristen, namun di berbagai- wilayah-wilayah lainnya, Islam bertambah kokoh tonggaknya. Salah satu wilayah yang Islam tegak di sana adalah di Pulau Sumatera (Nusantara). Dari sana, Islam berjaya dan berkembang ke pulau-pulau lainnya di negeri Melayu itu.  Maka, di saat-saat kehidupan dan kekuatan politik ummat Islam di sebuah negeri melemah, maka kita melihat di tempat-tempat lainnya, Islam mengalami perkembangan, mencapai kemenangan yang gilang gemilang, termasuk dari sisi kerohaniannya,” demikian menurut Thomas W Arnold.

Sementara itu, menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pew Reseach Center pada abad ini, Islam adalah agama yang paling cepat pertumbuhannya di dunia. Menurut penelitian tersebut, diperkirakan antara tahun 2010 hingga 2050, populasi Muslimin di seluruh dunia akan meningkat hingga 73 persen, diikuti populasi Kristen 35 persen, dan populai Hindu 34 persen. Pada akhir abad ini, Islam akan menggeser Kristen sebagai agama terbesar penganutnya di dunia. (A/IM/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)