Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KESENDIRIAN PECINTA NABI YANG PALING BENAR UCAPANNYA

Admin - Senin, 15 Juli 2013 - 15:48 WIB

Senin, 15 Juli 2013 - 15:48 WIB

915 Views ㅤ

Oleh: Rudi Hendrik

Jundub bin Janadah, itulah nama asli Abu Dzar al-Ghifari. Ia berasal dari suku Ghifar yang terkenal sebagai kabilah perampok. Bedanya, kabilah ini hanya merampok orang-orang kaya dan penguasa yang kikir.

Suatu hari, saudara sepupunya yang bernama Anis pulang dari Makkah. Ia menceritakan kepada Abu Dzar perihal datangnya seorang Nabi terakhir, yaitu Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam yang menyampaikan risalah Islam. Beliau mewajibkan setiap orang kaya untuk memberikan sebagian hartanya kepada para fakir miskin.

Seperti halnya Abu Dzar, Nabi tersebut juga mengecam orang-orang kaya dan penguasa yang tidak memiliki rasa kesetiakawanan tehadap sesama.

Baca Juga: Transformasi Mardi Tato, Perjalanan dari Dunia Kelam Menuju Ridha Ilahi

Mendengar berita itu, Abu Dzar segera berangkat ke Makkah dan menemui Muhammad untuk menyatakan keislamannya. Abu Dzar termasuk golongan sahabat Assabiqunal Awwalun (generasi pertama yang memeluk Islam).

Ketika kaum Muslimin hijrah ke Madinah, Abu Dzar menyusul membawa rombongan kabilah Ghifar dan Aslam untuk menjumpai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Keberhasilannya menyampaikan dakwah, membuat kedua suku itu tergugah untuk masuk Islam.

Setelah kedua kabilah menyatakan bai’at keislaman, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memandang wajah-wajah yang berseri itu dengan pandangan haru. Seketika beliau bersabda, “Suku Ghifar telah dighafarkan (diampuni) oleh Allah. Suku Aslam telah disalamkan (diselamatkan) oleh Allah.”

Sedangkan terhadap Abu Dzar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Dibawah langit ini, tidak akan pernah lagi dijumpai orang yang lebih benar ucapannya selain Abu Dzar.”

Baca Juga: Dato’ Rusly Abdullah, Perjalanan Seorang Chef Menjadi Inspirator Jutawan

Di tahun kesembilan hijriah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengirimkan pasukannya ke Tabuk. Saat itu sedang berlangsung musim kemarau. Udara sangat panas menyengat. Abu Dzar juga berada dalam rombongan.

Saat perjalanan pulang, keledai yang ditunggangi Abu Dzar mengalami keletihan. Jalannya sangat lambat, membuat Abu Dzar tertinggal jauh dari rombongan. Setelah merasa bahwa keledainya tidak sanggup lagi melanjutkan perjalanan, Abu Dzar memutuskan berjalan kaki. Keledainya ditinggalkan dan ia berjalan kaki dengan memikul semua barang bawaannya sendiri. Tertatih-tatih ia berjalan di tengah terik gurun Sahara yang luas.

Di suatu tempat, rombongan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memutuskan berhenti untuk beristirahat. Para sahabat melihat di kejauhan ada serupa kepulan debu dan noktah kecil.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Mudah-mudahan itu adalah Abu Dzar.”

Baca Juga: Hambali bin Husin, Kisah Keteguhan Iman dan Kesabaran dalam Taat

Setelah mendekat, ternyata benar itu adalah Abu Dzar yang berjalan terseok-seok hingga sampai bergabung dalam rombongan. Begitu sampai di hadapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ia terjatuh. Bibirnya kering kehausan. Beberapa sahabat memapahnya. Namun ketika hendak diberi minum, ia menolak secara halus.

“Aku tidak akan minum sebelum engkau minum,” kata Abu Dzar kepada Rasulullah.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Hai Abu Dzar, engkau datang sendirian, engkau hidup sendirian, bahkan kelak engkau pun akan mati sendirian.”

Penasehat Muawiyyah

Baca Juga: Dari Cleaning Service Menjadi Sensei, Kisah Suroso yang Menginspirasi

Pada masa Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, Abu Dzar melihat sebagian orang-orang yang dahulu dikenal sebagai elit jahiliyah tampil kembali.

Marwan bin Hakam yang pernah diusir Nabi dari Madinah. Kini ia menjadi sekretaris pemerintah.  Sedangkan Al-Walid bin Uqbah yang digelari fasiq dalam Al-Qur’an, diberi 100.000 dirham oleh sanak keluarga Muawiyyah. Ketika itu Muawiyyah menjabat Gubernur Syiria. Daerah Mahzur yang dahulu umat, sekarang didominasikan kepada Marwan bin Hakam. Ladang rumput yang luas dimonopoli oleh keluarga Umayyah.

Ketika Muawiyyah membangun istana yang megah, al-Khadra, Abu Dzar tidak bosan-bosan berteriak di depan gerbang istana.

“Orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, kabarkan kepada mereka siksa yang pedih!” teriak Abu Dzar di depan gerbang istana Muawiyyah.

Baca Juga: Profil Hassan Nasrallah, Pemimpin Hezbollah yang Gugur Dibunuh Israel

Disindir demikian, Muawiyyah keluar menemui Abu Dzar.

“Jika memang rumah ini engkau bangun dari hartamu sendiri, sungguh engkau telah berlebih-lebihan. Tapi jika engkau membangun dengan harta kaum muslimin, sungguh engkau telah berkhianat,” kata Abu Dzar menasehati.

Mendengar demikian, Muawiyyah semakin gelisah. Ia kemudian mengirimkan surat kepada Khalifah Utsman di Madinah, melaporkan bahwa Abu Dzar telah meresahkan masyarakat. Abu Dzar lalu dikirim ke Madinah dalam keadaan diikat di atas kendaraannya. Sehingga sebagian kulit pahanya terkelupas ketika tiba di Madinah.

Akhirnya Abu Dzar diasingkan di tempat yang sangat gersang, Rabadzah. Ali dan keluarganya ikut mengantarkan sampai ke perbatasan. Dengan perasaan hati penuh simpati Ali berkata, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau mengkhawatirkan mereka karena dunia mereka. Sedangkan mereka takut kepadamu karena kayakinanmu.”

Baca Juga: Jenderal Ahmad Yani, Ikon Perlawanan Terhadap Komunisme

Mendengar demikian, Abu Dzar melinangkan air mata. Dengan suara berat ia berkata, “Kalian mengingatkanku kepada Rasulullah.”

Akhirnya di daerah pengasingan itu Abu Dzar menemui ajalnya. Dalam kondisi sekarat, ia berpesan kepada keluarganya, “Jangan kafani aku dengan kain yang dibeli dari upah pegawai penguasa.”

Maka seperti yang dinubuwwahkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Abu Dzar meninggal dalam keadaan sendiri. Meninggal karena mempertahankan keyakinannya dan setia kepada bai’atnya. (P09/R2).

 

Baca Juga: Hidup Tenang Ala Darusman, Berserah Diri dan Yakin pada Takdir Allah

Mi’raj News Agency (MINA) 

 

 

Baca Juga: Hiruk Pikuk Istana di Mata Butje, Kisah dari 1 Oktober 1965

Rekomendasi untuk Anda