Keutamaan Bekerja

bekerjaOleh: Rana Setiawan, Redaktur Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (10)

Artinya: “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS Al-Jumu’ah [62]: 10).

Pada ayat ini, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerangkan bahwa setelah selesai melaksanakan sholat Jum’at boleh bertebaran di muka bumi melaksanakan urusan duniawi, berusaha mencari rezeki yang halal, sesudah menunaikan yang bermanfaat untuk akhirat.

Ayat ini juga menerangkan agar manusia giat , tidak hanya berpangku tangan. Bekerja tidak harus selalu diorientasikan dengan urusan makan minum atau kebutuhan dunia lainnya, tapi lebih ditujukan pada begaimana menjaga harga diri dan martabat kemanusiaan kita sebagai manusia yang memang sudah digariskan lebih tinggi dari makhluk lainnya.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam sangat menganjurkan umatnya untuk bekerja. Banyak sekali hadits yang menyebut tentang bekerja dan hinanya meminta-minta.

Dalam Kitab 9 Kunci Bisnis Rasulullah saw. dan Khadijah ra., menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam sendiri sangat memuliakan manusia-manusia yang bekerja sehingga disejajarkan dengan orang yang sedang berjihad fii sabilillah.

Dalam satu kisah, ada seseorang yang berjalan melalui tempat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para sahabat kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, andai kata bekerja semacam orang itu dapat digolongkan jihad fii sabilillah, maka alangkah baiknya.” Mendengar itu Rasul pun menjawab,”Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah fii sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah fii sabilillah; kalu ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, itu juga fii sabilillah.” (HR. Ath-Thabrani)

Bahkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam mencium telapak tangan Sa’ad bin Muadz yang melepuh karena mencangkul dan mengatakan kepada Sa’ad, “inilah tangan yang tidak akan disentuh api neraka”.

Sangatlah jelas bahwa Rasulullah begitu memuliakan orang yang bekerja, apa pun pekerjaannya asalkan bukan yang dilarang Allah. ”Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: sungguh, seandainya salah seorang di antara kalian mencari kayu bakar dan memikul ikatan kayu itu, maka itu lebih baik, daripada ia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya ataupun tidak.”(HR. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam sebagai suri teladan yang baik, ketika baliau memerintahkan umatnya agar giat bekerja dan tidak meminta-minta dengan segala keuntungan dan keutamaannya, maka sesungguhnya beliau sudah terlebih dahulu melakukannya. Beliau menjadi pebisnis yang sukses karena beliau rajin bekerja dan tidak meminta-minta.

Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Daud, At-Tirmidzi, Nas’I, dan Ahmad, dikisahkan dari Anas bin Malik ra. bahwa ada seorang lelaki dari kalangan Anshar yang datang menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam dan ia meminta sesuatu kepada beliau. Beliau bertanya kepadanya, “Apakah di rumahmu tidak ada sesuatu?” Lelaki itu menjawab, “Ada. Dua potong kain, yang satu dikenakan dan yang lain untuk alas duduk, serta cangkir untuk meminum air.” Lalu beliau berkata, “kalau begitu, bawalah kedua barang itu kepadaku.”

Lalu lelaki itu datang membawanya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bertanya kepada para sahabat, “Siapa yang mau membeli barang ini?” Salah seorang sahabat menjawab, “Saya mau membelinya dengan satu dirham.” Beliau bertanya lagi, “Ada yang mau membelinya dengan harga yang lebih mahal?” Beliau menawarkannya hingga dua atau tiga kali. Tiba-tiba, salah seorang sahabat beliau yang lain berkata, “Aku mau membelinya dengan harga dua dirham.” Maka beliau memberikan kedua benda itu kepadanya.

Beliau mengambil uang dua dirham itu dan memberikannya kepada lelaki dari Anshar tersebut. Beliau berkata, “gunakanlah yang satu dirham untuk membeli makanan dan berikan kepada keluargamu. Lalu gunakan yang satu dirham lagi untuk membeli kapak, lalu bawa kapak itu ke hadapanku.”

Lelaki itu pun pergi dan kembali lagi dengan membawa sebilah kapak. Nabi menggunakan kapak itu untuk membelah kayu dengan tangan beliau sendiri, lalu beliau berkata, “Pergi dan carilah kayu bakar, lalu juallah. Jangan perlihatkan dirimu selama lima belas hari.” Lelaki itu pun pergi mencari kayu bakar dan menjualnya. Ia pulang dengan membawa hasil sepuluh dirham. Uang itu ia gunakan sebagian untuk membeli pakaian dan sebagian lain untuk membeli makanan.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Ini lebih baik bagimu daripada kebiasaanmu meminta-minta, itu akan menjadi bercak hitam di wajahmu pada hari kiamat nanti. Meminta-minta itu hanya dibolehkan bagi tiga orang: Orang yang terlilit kemiskinan, orang yang terlilit hutang, dan orang yang menanggung diyat.”

Sangat jelas sekali bahwa adalah agama yang memerintahkan pemeluknya untuk rajin bekerja, bukan menjadi pemalas yang meminta-minta. Wallahu ‘alam. (R05/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.