Khalid bin Al-Walid Pedang Allah yang Terhunus

Oleh: Rendy Setiawan, Jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ungkapan Khalid bin Al-Walid;

Sungguh dengan tanganku ini telah terpotong sembilan pedang pada saat peperangan Mu’tah, sehingga tidak tertinggal di tanganku kecuali sebuah pedang yang berasal dari Yaman.”

Tulisan singkat ini akan membahas sepak terjang dan keberanian salah satu tokoh Islam, panglima perang yang amat dicintai kaum Muslimin dan ditakuti oleh kaum Musyrikin. Khalid bin Al-Walid. Sebelum memeluk Islam, ia adalah salah seorang pembesar Quraisy. Di banyak literature sejarah dikatakan bahwa beliau masuk Islam pada tahun ke 8 H tepat sebelum terjadi Fathu Makkah (Pembebasan kota Makkah).

Awal Kehidupan Khalid

Khalid dilahirkan kira-kira 17 tahun sebelum masa datangnya risalah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ia berasal dari suku Banu Makhzum, suatu cabang dari suku Quraisy. Ayahnya bernama Al-Walid dan ibunya Lababah. Khalid termasuk diantara keluarga Nabi yang sangat dekat. Khalid adalah seorang lelaki yang kekar, berpundak lebar, bertubuh kuat, sangat menyerupai Umar bin Al-Khattab Radhiallahu ‘Anhu.

Maimunah, bibi dari Khalid, adalah isteri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dengan Umar sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya. Dikisahkan bahwa suatu hari pada masa kanak-kanaknya, kedua saudara sepupu ini main adu gulat. Khalid dapat mematahkan kaki Umar. Untunglah dengan melalui suatu perawatan kaki Umar dapat diluruskan kembali dengan baik.

Ayah Khalid yang bernama Al-Walid bin Mughirah dari Bani Makhzum, adalah salah seorang pemimpin yang paling berkuasa diantara orang-orang Quraisy. Dia sangat kaya. Dia menghormati Ka’bah dengan perasaan yang sangat mendalam. Sekali dua tahun dialah yang menyediakan kain penutup Ka’bah. Pada masa ibadah Haji dia memberi makan dengan cuma-cuma bagi semua orang yang datang berkumpul di Mina.

Tak Pernah Kalah Perang

Para sejarawan Muslim dan ulama mengatakan bahwa Khalid bin Al-Walid adalah panglima yang tidak pernah mengalami kekalahan di dalam pertempuran, baik sebelum masuk Islam maupun setelah masuk Islam.

Khalid termasuk dalam pasukan berkuda Quraisy yang cukup ditakuti. Pasukan ini pula yang menimbulkan kekalahan pasukan Muslimin pada perang Uhud tahun 3 H. Khalid memanfaatkan sikap indisipliner pasukan pemanah kaum Muslimin yang meninggalkan pos-pos penting yaitu di puncak bukit Uhud untuk mengawasi jalannya peperangan.

Khalid dengan cerdas tidak langsung turun langsung bergabung dengan pasukan utama yang bentrok dengan pasukan kaum Muslimin, namun menunggu kesempatan saat regu pemanah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam meninggalkan posnya. Dan di perang Khandaq pula pasukan kavaleri Khalid adalah yang berhasil menembus parit-parit besar yang dibuat kaum Muslimin walaupun ia tidak turun langsung.

Sementara ketika masuk Islam, prestasi pertama yang ditorehkannya dengan tinta emas adalah ketika perang Mu’tah. Disebutkan dalam kitab Fath Al-Baari karya Ibnu Hajar Al-Atsqalany dan Zaadul Ma’ad karya Ibnu Qayyin Al-Jauziyyah, bahwa perang Mu’tah terjadi ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengirim utusan kepada Ghassanid untuk menyampaikan risalah tauhid. Namun justru pihak Ghassanid membunuh utusan itu.

Maka Rasulullah mengutus 3.000 pasukan perang yang dipimpin oleh Ja’far bin Abi Thalib, dan dibantu Zaid bin Haritsah serta Abdullah bin Rawahah, dan dipihak Ghassanid dan dibantu Byzantium berjumlah sekitar 100.000-200.000 dipimpin Theodore sepupu Heraclius, dan Shurahbil ibn Amr sebagai raja dari Ghassanid Syria.

Di sinilah peranan Khalid untuk umat Islam dimulai. Ketika tiga panglima Islam syahid secara bergantian, Khalid, secara reflek memegang komando dan langsung menyerusuk mengayunkan pedangnya. Khalid mempunyai mentalitas berbeda dengan ketiga pendahulunya yang cenderung defensif. Khalid yang bermental petarung membuat tindakan counter attack sampai-sampai disebutkan Khalid mematahkan sembilan pedangnya sendiri selama pertempuran saking terbawa adrenaline perang yang panas.

Khalid kembali mengatur pasukan Muslimin, Khalid merubah strategi dari semula defensif kepada lebih ofensif dengan menjadikan pasukan sayap kanan berpindah ke sayap kiri dan sebaliknya pasukan sayap kiri berpindah ke sebelah kanan, kemudian sebagian pasukan diposisikan agak mundur. Setelah beberapa saat, mereka datang maju seakan pasukan bantuan yang baru tiba. Taktik ini guna melemahkan semangat berperang musuh karena kesatuan-kesatuan tentara kaum muslimin terlihat menjadi besar atas pasukan kaum Romawi, sehingga menyebabkan Romawi mundur dan semangat mereka melemah.

Usai peristiwa perang Mu’tah inilah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebut kemenangan itu sebagai kemenangan yang gemilang.

Perang Mu’tah ini membuktikan gambaran lain tentang Khalid yang memiliki keberanian brilian dan kekuatan besar yang telah dianugerahkan Allah Ta’ala kepadanya.

Khalid juga merupakan komando tertinggi pasukan kaum Muslimin pada perang Yamamah dan Yarmuk, dan beliau telah melintasi perbatasan  negeri Iraq menuju ke Syam dalam lima malam bersama pasukan yang mengikutinya.

Inilah salah satu keajaiban komandan perang ini. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menggelarinya dengan sebutan Pedang Allah yang Terhunus, dan beliau memberitahukan bahwa dia adalah salah satu pedang Allah terhadap orang-orang musyrik dan kaum munafiq.

Rindu Syahid

Di antara ungkapannya yang masyhur adalah tidaklah lebih aku sukai sebuah malam di mana aku bersama seorang pengantin yang aku cintai, dari sebuah malam yang dingin lagi bersalju dalam sebuah pasukan kaum Muslimin guna menyerang musuh.

Abu Zannad berkata, “Pada saat Khalid akan meninggal dunia dia menangis dan berkata, ‘Aku telah mengikuti perang ini dan perang ini bersama pasukan, dan tidak ada satu jengkalpun dari bagian tubuhku kecuali padanya terdapat bekas pukulan pedang atau lemparan panah atau tikaman tombak.  Dan sekarang aku wafat di atas ranjangku terjelembab sebagaimana matinya seekor unta. Janganlah mata ini terpejam seperti mata para pengecut.”

Sungguh Khalaid mengharapkan mati syahid dan semoga Allah menyampaikannya pada derajat yang dicita-citakannya.

Dari Sahl bin Abi Umamah bin Hanif dari bapaknya dari kakeknya dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang meminta kepada Allah mati syahid dengan sebenarnya, maka Allah akan menyampaikannya kepada derajat orang-orang yang mati syahid sekalipun dirinya mati di atas ranjangnya.”

Lalu pada saat wafat, dia tidak meninggalkan kecuali kuda, senjata dan budaknya yang dijadikannya sebagai sedekah di jalan Allah. Pada saat berita kematian tersebut sampai kepada Amirul Mu’minin, Umar bin Al-Kattab dia berkata, “Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada Abu Sulaiman, sesungguhnya dia seperti apa yang kami perkirakan.”

Dan disebutkan  di dalam hadits riwayat Umar bin Al-Khattab tentang zakat bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Adapun Khalid maka dia telah menyimpan baju besinya dan perlengkapan berperangnya di jalan Allah.”

Khalid kembali ke pangkuan Rabbnya pada tahun 21 H, di Himsh pada usia 52 tahun. Semoga Allah Ta’ala memberikan kepada Khalid balasan yang lebih baik dan semoga Allah mempertemukan kita dengannya di surga yang mulia, dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikutnya. (P011/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rendi Setiawan

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.