KORBAN CRANE MASJIDIL HARAM SEBAGAI SYUHADA

syuhada-onislam

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Tausiyah MINA (Mi’raj Islamic News Agency)

Musibah ‘9 September’ (9-11) jatuhnya crane (alat berat derek) di bukan hanya mengagetkan calon jamaah haji di Arab Saudi saja, tetapi juga umat Muslim sedunia. Tidak ada yang membayangkan sebelumnya peristiwa itu.

Memang, kota suci Mekkah al-Mukarramah hari-hari dalam pekan ini menghadapi fenomena alam cuaca ekstrem, panas menyengat di siang hari, lalu tiba-tiba hujan deras dan badai kencang, termasuk pada sore hari Jumat 11 September pada kejadian tersebut. Hujan disertai gemuruh disertai angin kencang dan petir, melanda seluruh bagian Kota Suci dan sekitarnya.

Tak berapa lama kemudian, menjelang Maghrib, kabar mengejutkan itu datang dari mataf (kawasan terbuka) di derpan Ka’bah Masjidil Haram. Alat berat berupa crane di ambruk, menimpa para tamu Allah yang sedang beribadah di bawahnya.

Badan Meteorologi dan Lingkungan setempat sebelumnya telah memprediksi bahwa pada Jumat akan terjadi hujan lebat. Badai disertai dengan terangkatnya pasir membatasi pandangan terjadi di beberapa kota, seperti di Asir, Jazan, Al-Baha, Mekkah, dan Madinah. Sementara langit berawan dengan kemungkinan hujan terjadi di Hail, Qassim, Al-Jouf, dan Tabuk. (baca juga : http://mirajnews.com/id/timur-tengah/badai-pasir-landa-jeddah-penerbangan-ditunda/).

Data Khaleej Times edisi Selasa (15/9) menyebutkan, korban menewaskan sedikitnya 107 orang dan melukai hampir 400 lainnya. Pemerintah Saudi pun segera membuat keputusan memberikan santunan bagi korban meninggal dan cacat seumur hidup senilai 1 juta SR (Saudi Riyal) atau sekitar Rp3,8 miliar. Lalu, korban hidup terluka tapi tidak cacat seumur hidup senilai 500.000 SR (sekitar Rp1,9 miliar).  (baca juga : http://mirajnews.com/id/timur-tengah/raja-salman-beri-santunan-1-juta-real-pada-korban-crane/).

Korban

Sebagian besar calon jamaah haji yang meninggal dalam keadaan memakai kain ihram, baik mereka yang akan memulai umrah atau sedang melaksanakan thawaf mengitari Ka’bah.

Sungguh walaupun secara dzahiriyah mereka menjadi korban musibah menyedihkan alat berat tersebut, terutama bagi keluarga yang ditinggalkannya. Tetapi, itulah cara terbaik mereka menghadap Allah Sang Pencipta di depan rumah-Nya, Baitullah, sebagai Syuhada di jalan Allah.

Imam Masjidil Haram Mekkah al-Mukarramah Syaikh Abdulrahman As-Sudais, saat mengunjungi korban crane (alat berat) mengatakan, setiap Muslim melakukan ibadah haji kemudian meninggal maka mereka disebut sebagai syuhada.

“Mereka jamaah haji yang meninggal adalah para syuhada, dan kepada korban terluka kita berikan perawatan medis hingga dapat melanjutkan ibadah haji,” kata al-Sudais, Senin (15/9). (baca juga: http://mirajnews.com/id/timur-tengah/imam-assudais-jamaah-haji-meninggal-sebagai-syuhada/).

Peristiwa meninggalnya jamaah di tanah suci, pernah terjai juga pada jaman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Di antaranya disebutkan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu,

بَيْنَمَا رَجُلٌ وَاقِفٌ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ بِعَرَفَةَ إِذْ وَقَعَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَأَقْعَصَتْهُ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ( اغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوْهُ بِثَوْبَيْهِ وَلاَ تُخَمِّرُوْا رَأْسَهُ وَلاَ تُحَنِّطُوْهُ فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَلَبِّيًا )

Artinya: “Pernah seseorang yang tengah wuquf di Arafah bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, lalu terjatuh dari tunggangannya hingga tulang lehernya patah dan meninggal dunia. Kemudian Rasul bersabda seraya memerintahkan, ‘Mandikanlah jenazahnya dengan air daun sidrin (bidara) dan kafanilah ia dengan dua helai kain ihramnya dan janganlah diberi wangi-wangian, serta jangan pula ditutupi kepala dan wajahnya karena kelak ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan bertalbiah (mengucapkan labbaika allahumma labbaika – ya Allah aku penuhi panggilanmu ya Allah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadits lain juga mengatakan:

مَنْ خَرَجَ حَاجًّا فَمَاتَ كُتِبَ لَهُ أَجْرُ الْحاَجِّ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ خَرَجَ مُعْتَمِرًا فَمَاتَ كُتِبَ لَهُ أَجْرُ الْمُعْتَمِرِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ خَرَجَ غَازِيًا فَمَاتَ كُتِبَ لَهُ أَجْرُ الْغَازِى إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Artinya: “Barangsiapa keluar dalam melaksanakan haji lalu ia mati, niscaya dicatat baginya pahala seorang haji hingga hari Kiamat. Barangsiapa keluar dalam melaksanakan umrah lalu ia mati, niscaya dicatat baginya pahala seorang yang melaksanakan umrah sampai hari Kiamat, dan barangsiapa keluar dalam berperang di jalan Allah lalu ia mati, niscaya dicatat baginya pahala seorang yang berperang di jalan Allah sampai hari Kiamat.” (HR al-Baihaqi dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).

Nabi juga bersabda:

الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ: الْمَطْعُوْنُ وَالْمَبْطُوْنُ وَالْغَرِقُ وَصاَحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيْدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ

Artinya: “Syuhada itu ada lima, yaitu orang yang meninggal karena penyakit tha’un (kolera, pes, menular), orang yang meninggal karena penyakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang meninggal karena tertimpa reruntuhan, dan orang yang gugur di jalan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu)

Begitulah, satu sisi mereka meninggal yang dalam pandangan manusia dianggap ‘mengenaskan’ tertimpa alat berat dan reruntuhan bangunan. Namun justru mereka kembali menghadap Allah sebagai Syuhada (orang-orang yang mati syahid) di hadapan-Nya.

Pahalanya pun sungguh luar biasa mereka yang syahid di jalan Allah, seperti disebutkan di dalam hadits :

لِلشَّهِيْدِ عِنْدَ اللهِ سِتُّ خِصَالٍ: يُغْفَرُ لَهُ فِي أَوَّلِ دَفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ، وَيُرَى مَقْعَدُهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَيَأْمَن الْفَزَعَ الْأَكْبَرَ، وَيُحَلَّى حِلْيَةَ الْإِيْمَانِ، وَيُزَوَّجُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ، وَيُشَفَّعُ فِي سَبْعِيْنَ إِنْسَانًا مِنْ أَقَارِبِهِ

Artinya : “Bagi orang syahid di sisi Allah ia beroleh enam perkara, yaitu diampuni dosanya pada awal mengalirnya darahnya, diperlihatkan tempat duduknya di surga, dilindungi dari adzab kubur, aman dari kengerian yang besar (hari kiamat), dipakaikan perhiasan iman, dinikahkan dengan hurun ‘in (bidadari surga), dan diperkenankan memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari kalangan kerabatnya.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad dengan sanad yang shahih)

Kehendak Allah

Tragedi yang melanda Makkah dalam bentuk badai di tengah cuaca ekstrem, sesungguhnya adalah menunjukkan adanya kekuasaan Allah dan ketidakberdayaan manusia. Juga memang demikianlah takdir Allah sudah menetapkan bahwa ratusan calon jamaah haji Allah wafatkan dengan kehendak-Nya di tanah suci Mekkah.

Begitulah, memang jalan akhirnya, yang membawa kisah masing-masing sebelumnya, yang mengantarkannya ke tempat yang tepat di mana perjalanan hidupnya harus berakhir. Hari kematian adalah suatu yang pasti dan tidak seseorang dan kekuatan manapun yang mampu memajukan atau mengundurkannya walau sedetik.

Hingga tidak perlu ada kata-kata, “Seandainya tadi begini…. Coba sebelumnya…. dst… dst”. Karena kata-kata seperti ini hanya mendorong masuknya bisikan syaitan, yang seolah-olah menolak takdir ilahi.

Karena soal ajal ini, beberapa firman Allah menyebutkan tentang penetapannya, bagi tiap-tiap umat maupun individu. Kematian, yaitu datangnya ajal, telah ditentukan waktunya sebagai suatu ketetapan dari Allah.

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلا

Artinya: “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya”. (QS Ali Imran [3]: 145).

مَا تَسْبِقُ مِنْ أُمَّةٍ أَجَلَهَا وَمَا يَسْتَأْخِرُونَ

Artinya: “Tidak ada suatu umat pun yang dapat mendahului ajalnya dan tidak pula dapat memundurkannya”. (QS al-Hijr [15]: 5, al-Mu’minun [23]: 43).

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاقِيكُمْ

Artinya: “Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kalian lari darinya tetp akan menemui kalian.” (QS al-Jumu’ah [62]: 8).

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ

Artinya: “Di mana saja kalian berada, kematian akan menjumpai kalian kendati kalian berada dalam benteng yang tinggi lagi kokoh”. (QS an-Nisa’[4]: 78).

Semoga Allah menerima para tamu Allah itu sebagai Syuhada-Nya, Allah terima amal ibadah mereka dan Allah ampuni dosa-dosa mereka, serta keluarga yang ditinggalkannya diberi kesabaran dan ketabahan. Aamiin.

Para jamaah lainnya pun tidak perlu menjadi cemas, khawatir atau trauma dalam melanjutkan rangkaian ibadah umrah dan haji di tanah suci. Keluarga yang jauh pun tidak perlu was-was dan berprasangka yang bukan-bukan.

Serahkan semua kepada-Nya, sebab mereka adalah tamu-tamu Allah, dan Allah-lah yang menjamu semuanya, atas kehendak-Nya. Tawakkaltu ‘alallah Laa haula walaa quwata illaa billaah. Wallahu a’lam bish shawwab. (P4/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.