KPHI Desak Pemerintah Atasi Kekurangan Petugas Haji

Petugas .(Foto: kemenag)

Jakarta, 18 Ramadhan 1438/13 Juni 2017 — Komisi Pengawas () meminta pemerintah dalam hal ini Kemenag dan Kemenkes untuk mengeliminasi berbagai kendala dan kerawanan akibat kekurangan petugas non kloter dalam operasional penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi pada tahun ini.

Ketua KPHI Samidin Nashir menjelaskan meski jumlah reguler meningkat menjadi 204.000 jamaah, jumlah petugas haji nonkloter turun 10,5% dari tahun 2016.

“KPSI merekomendasikan agar segera diskusikan secara serius dan mendalam, serta komprehensif dengan semua stakeholder yang terkait dalam penyusunan organisasi PPIH Arab Saudi pada 2017 untuk mengeliminasi berbagai kendala dan kerawanan dalam operasional penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi,” kata Samidin sebagaimana keterangan pers yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Selasa (13/6).

Dia juga mngetakan, KPHI merekomendasikan agar pemerintah segera memberikan pembekalan khusus tentang kondisi kritis yang akan dihadapi dan kemampuan yang harus disiapkan kepada para petugas nonkloter dan petugas kloter agar mereka memiliki kesiapan tugas yang maksimal.

“Pelu optimalisasi peran petugas kloter terutama TPIHI dan TPHD serta TKHD untuk membantu petugas PPIH Arab Saudi di sektor masing-masing, baik dalam pelayanan umum maupun kesehatan.

KPHI juga meminta agar membentuk organisasi ketua rombongan (Karom) dan Ketua Regu (Karu) sejak dini paling lambat pada awal pelaksanaan manasik haji di Kantor Urusan Agama (KUA), agar sejak dini terbangun soliditas kloter. “Caranya, mempercepat pelaksanaan manasik haji di KUA untuk menghindari pemadatan manasik,” kata Samidin.

Saat ini pemerintah sedang melakukan pembekalan petugas haji Indonesia, baik petugas kloter maupun nonkloter. Pembekalan petugas kloter yang menyertai jamaah di setiap kloter pada umumnya telah selesai pekan kemarin.

Samidin menjelaskan, pada setiap kloter terdapat lima orang petugas terdiri atas Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI), Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI), dokter dan dua orang paramedis sebagai Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI).

Selain itu, pada setiap kloter juga terdapat petugas daerah sebagai Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD) atau Tim Kesehatan Haji Daerah (TKHD) bergantung pada kebutuhan yang ditetapkan oleh Gubernur. Pada setiap kloter jumlah petugas terpenuhi, kecuali unsur petugas daerah yang mungkin terjadi perbedaan.

Secara keseluruhan, petugas haji hanya bertambah 7,5 persen dari tahun sebelumnya ketika jamaah haji di potong kuotanya. Sementara itu, pertambahan jamaah haji Indonesia dengan pengembalian normal plus 10.000 orang sekitar 31 persen. Akibatnya, terjadi kekurangan petugas yang signifikan.

“Kekurangan petugas ini terjadi pada petugas haji nonkloter,” katanya.

Dia mengungkapkan, kekurangan paling mencolok terjadi pada petugas kesehatan. Pada 2016 ketika jamaah haji Indonesia dikurangi 20, petugas nonkloter bidang kesehatan berjumlah 306. Anehnya ketika jamaah haji Indonesiaa kembali normal dan ditambah 10.000 orang bertambah menjadi 221.000 orang, petugas kesehatan hanya diberi jatah 268 (berkurang 38 orang).

“Padahal, pada 2016 KPHI merekomendasikan penambahan beberapa dokter yang menangani penyakit jiwa, gagal ginjal, dan penyakit dalam,” ujarnya.

Kekurangan lainnya, lanjut Samidin, petugas pelayanan umum yang menangani pelayanan akomodasi, transportasi, konsumsi, perlindungan dan pengamanan jamaah. Pertambahan jumlah jamaah haji secara otomatis menambah volume layanan kepada jamaah.

“Rasionalnya jumlah petugas harus bertambah sesuai prosentase penambahan jamaah yang dilayani. Realitanya justru jumlah petugas berkurang karena alokasi yang ada untuk menutup penambahan petugas kloter, sehingga petugas nonkloter dikorbankan,” imbuhnya.

Potensi Kerawanan

Dengan kekurangan petugas nonkloter di Arab Saudi, menurut Samidin, dikhawatirkan akan terjadi tiga hal. Pertama, kesemrawutan pelayanan umum terhadap jamaah akibat tidak semua tugas tertangani secara proporsional, sehingga ketertiban dan kenyamanan jamaah terganggu. Kedua, minimalnya tugas pelayanan terhadap kesehatan jamaah, sehingga dapat berpengaruh pada meningkatnya tingkat kesakitan dan kematian jamaah.

Ketiga, minimalnya pengendalian kegiatan jamaah di semua daerah rawan, sehingga berpotensi tingkat ketersesatan jamaah, kehilangan dan kriminalitas meningkat. Apalagi penambahan jumlah jamaah haji juga berlaku untuk negara-negara lain.

Menganalisis potensi kerawanan yang akan terjadi dan berdampak merugikan jamaah haji Indonesia dalam menunaikan ibadahnya di Tanah Suci, KPHI juga merekomendasikan agar pemerintah terus melobi Kerajaan Arab Saudi untuk memperoleh tambahan kuota petugas haji Indonesia, minimal sama dengan kuota petugas sebelum pemotongan kuota jamaah 20 persen.

“Pemerintah beserta DPR diharapkan mengembalikan kuota KPHI untuk pengawasan operasional ibadah haji sebanyak 13 orang (sekarang dipotong menjadi 8 orang) agar KPHI dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai satu-satunya lembaga pengawasan khusus haji yang diamanatkan UU 13 Tahun 2008,” tambahnya. (L/R01/B05)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.