Mahkamah Iran Tinjau Kasus Tiga Pemuda Divonis Hukuman Mati

Teheran, MINA – Mahkamah Agung mengatakan pada Sabtu (5/12), akan meninjau kasus tiga pemuda yang dijatuhi karena terkait protes mematikan pada November 2019 lalu setelah permintaan dari pengacara mereka.

Sejumlah seruan telah menyebar secara online setelah putusan diumumkan, menyerukan penghentian eksekusi mati di Iran. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan negara-negara Eropa menegaskan kembali penentangan mereka terhadap hukuman mati.

“Permintaan untuk mengadili kembali tiga orang yang dijatuhi hukuman mati atas insiden (November) diterima,” kata Mahkamah Agung di situs resminya, Nahar Net.

“Kasus itu akan ditinjau di pengadilan lain,” tambahnya, tanpa menjelaskan lebih lanjut tentang keputusan tersebut.

Empat pengacara yang mewakili terdakwa mengajukan permintaan beberapa hari setelah hukuman para pria muda itu dijatuhkan pada Juli, kata media setempat pada saat itu.

Salah satu pengacara mengidentifikasi ketiganya adalah Amirhossein Moradi (25) seorang pekerja, Said Tamjidi (28) seorang pengemudi Snapp (Uber Iran), dan Mohammad Rajabi (26) seorang pengangguran.

Mereka dijatuhi hukuman atas “kolusi untuk membahayakan keamanan nasional” dan “menghancurkan dan membakar properti umum dengan tujuan untuk menghadapi sistem politik republik Islam,” kata Babak Paknia, yang mewakili Moradi, kepada wartawan dalam sebuah wawancara pada Juli.

Paknia mengkonfirmasi keputusan mahkamah agung dalam sebuah tweet pada Sabtu.

Demonstrasi meletus pada November tahun lalu setelah pihak berwenang menaikkan harga bahan bakar lebih dari dua kali lipat dalam semalam, memperburuk kesulitan ekonomi di negara yang terkena sanksi itu.

Protes mereka mengguncang beberapa kota sebelum menyebar ke setidaknya 100 pusat kota di seluruh Iran.

Pompa bensin dibakar, kantor polisi diserang dan toko-toko dijarah sebelum pasukan keamanan turun tangan di tengah pemadaman internet yang hampir total.

Seorang anggota parlemen senior Iran pada bulan Juni menyebutkan jumlah korban tewas 230, tetapi mengatakan sebagian besar dibunuh oleh “perusuh” bersenjata.

Angka itu muncul setelah berbulan-bulan pihak berwenang menolak memberikan angka jumlah korban.

Kelompok hak asasi manusia yang berbasis di London, Amnesty International, menyebutkan jumlah kematian 304 jiwa, termasuk 23 anak di bawah umur. Sementara sekelompok ahli hak asasi PBB yang independen mengatakan tahun lalu bahwa 400 orang mungkin telah terbunuh. (T/RI-1/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.