Menikah.jpg">Menikah.jpg" alt="Telat Menikah" width="308" height="220" />oleh: Bahron Ansori*
Setiap insan, tak pernah tahu rahasia ilahi. Termasuk masalah jodoh. Benar jodoh ada di tangan Allah SWT, tapi kalau tak dijemput, maka jodoh itu selamanya akan menggantung di tangan Allah SWT. Tak ada manusia yang tahu siapa jodohnya di dunia ini, maka sebaiknya dan utamanya bagi yang belum menikah, berusalah menjemput jodoh terbaiknya, tentu dengan cara-cara yang baik pula (bukan dengan pacaran). Khadijah saja, menjemput Muhammad sebagai jodoh yang diidamkannya.
Sobat, menanti jodoh, rezeki, kematian, bukan dengan diam dan hanya pasrah menunggu. Nantikanlah jodoh itu dengan beragama secara benar, berperilaku yang baik, berperasangka yang baik, dan memohon yang baik. Allah SWT pasti hanya akan menjodohkan lelaki yang baik dengan wanita yang baik, wanita yang baik dengan lelaki yang baik. Begitu pula sebaliknya (baca: Al-Qur’an, Surah An Nur ayat 26):
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji [pula], dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik [pula]. Mereka [yang dituduh] itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka [yang menuduh itu]. Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia [surga].”
Menikah itu indah, bagi yang sudah menikah. Tapi, bagi mereka yang belum, tentu menikah adalah sebuah kerinduan yang tak terkira rasanya. Membayangkan indahnya menikah, bagi mereka yang sedang dalam penantian tentu akan menjadi motivasi tersendiri. Menikah itu indah, manakala menikah tidak sekedar dimaknai bersatunya dua insan yang saling membutuhkan.
Menikah itu mulia dan akad yang dilakukan saat ijab qabul mampu menggetarkan ‘Arasy Allah SWT. Mengapa? Karena begitu sakralnya menikah. Karena begitu kuatnya perjanjian suci untuk senasip seperjuangan seiya sekata dalam suka maupun duka. Saling dukung dalam perjuangan, bahu membahu dalam ta’awun. Sungguh, sebuah akad yang mampu menjadikan sesuatu yang tadinya haram menjadi halal.
Meski rindu menikah itu sudah menendang-nendang, tapi terkadang banyak juga ikhwan akhwat yang masih ragu dalam melangkah. Ragu, entah karena belum siap mental atau karena belum ketemu calon yang cocok. Karena terus ragu dan takut untuk segera mengakhiri masa lajang itu, akhirnya niat untuk segera menikah pun tertunda. Sekian hari, sekian bulan dan tahun penuh keraguan. Padahal usia sudah tak lagi muda.
Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina
Sebenarnya, ada beberapa sebab mengapa seseorang itu telat menikah, antara lain sebagai berikut.
Pertama, pilihannya terlampau tinggi. Pilihan tinggi yang dimaksud dalam memilih jodoh. Keinginan untuk mendapatkan pasangan ideal dan sempurna segalanya, itu fitrah setiap manusia. Apalagi tak ada kekurangan sedikitpun. Agamanya bagus, gelarnya sederet, tampan atau cantik, kaya, keturunan orang baik-baik, tinggi semampai, rambut berombak, cerdas, jago masak dan jahit, sabar penyayang, keibuan, hafal Al-Qur’an, bisa ceramah dan sederet keinginan lainnya.
Hmmm…seperti malaikat saja yang tak ada cacat satu pun. Keinginan boleh tinggi sobat, tapi hendaknya kita pun mengukur diri dan sadar bahwa takkan pernah ada insan yang sempurna yang hidup di kolong langit ini. Yang sempurna sempurna tentu tak mudah mendapatkannya (jika tidak mau dibilang tidak ada). Bagaimana mungkin mencari yang sempurna, bumi tempat kita berpijak ini pun tak selamanya datar. Bingung entah mau cari dimana dambaan hati yang demikian sempurna. Mau cari di mall jelas tak mungkin ada. Karena mematok pilihan yang sempurna itu tadi, akibatnya, setiap kali ada akhwat atau ikhwan yang ditawarkan, selalu saja kandas di tengah jalan.
Saat ditanya, “Kalau akhwat yang itu gimana?” “Gimana ya. Gak level, katanya!” Sebaliknya, yang wanita pun punya kriteria khusus. Saya ingin nikah dengan yang sudah mapan dan tampan, tajir, berpendidikan dan lain-lain. Atau minimal doi PNS yang sudah punya rumah pribadi dan mobil sendiri. Karena kriteria yang cukup sulit ini, maka banyak ikhwan dan akhwat jadi telat nikah.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Jadi, segeralah menikah dengan orang yang baik agamanya, karena jika agamanya baik, maka Allah SWT akan memudahkan segala urusannya dalam mengarungi hidup berumah tangga.
Kedua, kuliah, kuliah dan kuliah. Banyak juga yang telat nikah karena study oriented. Belajar dan belajar adalah prioritas utama. Siang, malam, pagi, petang terus belajar. Karena kesibukannya belajar di kampus, sampai-sampai lupa kalau ternyata usia sudah masuk ambang menikah alias butuh pendamping hidup. Sadar sadar, ternyata usia sudah kepala empat. Masalah telat menikah karena fokus utamanya belajar, belajar dan terus belajar banyak sekali menjadi alasan yang sering terjadi.
Tak dipungkiri, menuntut ilmu (kuliah) merupakan hal penting untuk menunjang kemudahan hidup di masa mendatang. Tapi, ketika kerinduan menikah itu sudah di depan mata, perasaan sudah meledak-ledak, tentu hal itu tak bisa dihindari. Nyatanya, banyak juga orang yang sukses menikah saat mereka sedang aktif-aktifnya dibangku kuliah. Bahkan, menurut pengalaman pribadi penulis, menikah sambil kuliah itu menjadi energi dahsyat yang mampu menggerakkan sesuatu yang tak mungkin menjadi mungkin.
Jadi, menikahlah segera, dan jadikan kuliah sebagai mahar terindah untuk meraih kesuksesan. Bukankah akan menjadi hal terindah ketika seseorang bisa meraih ijabsah sekaligus ijasah…?
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Ketiga, punya ini itu dulu. Nantilah menikah, sayakan belum punya ini itu untuk berumah tangga. Begitu alasan klasik yang sering kali diutarakan oleh para ikhwan saat ditawarkan untuk berumah tangga. Punya ini itu dulu seolah menjadi penegas sebagian ikhwan untuk menunda pernikahan. Bisa jadi, yang dimaksud punya ini itu dulu berarti berharap punya rumah pribadi, kendaraan pribadi, dan sederet ini itu lainnya.
Alasan salah kaprah punya ini itu dulu sering kali diungkapkan. Sebagai Muslim, apakah tidak yakin bahwa Allah SWT telah menjamin setiap rejeki hamba-Nya, apalagi bagi mereka yang sudah merindukan pernikahan karena ingin menjaga kehormatan diri. Orang yang menikah tak mesti harus punya ini itu dulu. Rumah ngontrak dulu nyatanya tak jadi soal. Tidak punya mobil pun tak jadi masalah. Toh kemana-mana bisa saja naik motor, angkot atau taksi berdua. Punya ini itu dulu bukan syarat utama untuk melangsungkan pernikahan. Jadi, menikahlah segera agar engkau memiliki apa-apa.
Menikahlah segera saudaraku, sebab Allah SWT berjanji akan memberi kemampuan kepada orang-orang yang segera ingin menikah (Baca, qs. An Nur: 32).
Keempat, orang tua ingin begini dan begitu…Pesan khusus dari orang tua kadang jadi penghalang untuk melangsungkan pernikahan. “Sebenarnya sih udah pingin juga, tapi orang tua saya itu loh…,” demikian keluhan sebagian orang ikhwan akhwat. Orang tua terkadang melarang si anak yang sudah ngebet nikah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Alasannya macam-macam, seperti bantu orang tua dululah, jangan terlalu mudalah, rampungkan studimu, lanjutkan dulu karirmu…..Permintaan orang tua yang seperti ini sering membuat para ikhwan dan akhwat jadi hanya bisa membayangkan dengan lebih panjang tentang indahnya sebuah pernikahan. Membayangkan terus hingga usia sudah kepala empat baru tersadar belum punya pendamping.
Sebenarnya tidak ada pertentangan antara nikah dengan berbakti pada orang tua. Secara umum, orang tua berkeinginan anaknya hidup bahagia. Oleh karena itu, jika si anak mampu meyakinkan orang tua tentang kehidupan rumah tangganya, insyaf Allah baik-baik saja mau nikah sesegera mungkin.
Jadi, segeralah komunikasi dengan makruf kepada orang tua anda ketika kerinduan menikah itu sudah datang. Jangan ditunda-tunda apalagi jika sudah ada ikhwan akhwat yang mulai tertambat di hati, hehe…
Kelima, nikah itu susah. Satu lagi alasan klasik yang sering diungkapkan sebagian ikhwan dan akhwat. Nikah itu susah, makanya nggak usah tergesa-gesa. Apalagi jika sudah punya anak, jelas semakin sulit, katanya. Akhirnya pengunduran jadwal nikahpun jadi pilihan. Sebagian lagi ada yang beralasan menikah itu berat sehingga tak siap memikulnya sebagai sebuah amanah. Akhirnya memilih jalan pintas (pacaran) dengan anggapan bisa kesana kesini tak ada yang mengikat.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam, tak Ada Jejak Yahudi Sedikit Pun
Jadi, segeralah menikah ketika kerinduan berumah tangga itu sudah datang saudaraku. Jangan sebut menikah itu susah, sebab nanti selamanya anda akan mengalami kesusahan dalam berumah tangga. Berprasangka baiklah kepada Allah. Katakana dan yakinkan hatimu bahwa menikah itu mudah dan indah yang berujung pahala.
Keenam, pernah gagal. Paradigm gagal adalah virus yang menghambat segala cita dan asa. Gagal, seolah kematian sehingga tak mampu menggugah harapan untuk segera bangkit. Banyak ikhwan akhwat merasa trauma karena sudah berkali-kali berusaha menikah, namun kandas di tengah jalan. Trauma, itulah kata yang sering kali diungkapkan mereka yang pernah ingin merajut benang pernikahan tapi terputus.
“Cukup sudah. Aku pernah dilamar, tapi tak jadi,” kata seorang akhwat pesimis. “Aku sudah berulang kali ditolak saat melamar,” kata sebagian ikhwan. Ketahuilah saudaraku, penolakan yang terjadi itu sesungguhnya takdir dari Allah SWT yang maha mengetahui mana jodoh terbaik bagi setiap hamba-Nya. Gagal dilamar atau melamar bukanlah musibah dan tak perlu putus asa atau nekad bunuh diri, nauzubillah.
Sebagian ikhwan akhwat merasa malu banget jika merasa gagal dipinang atau meminang. Jadi ikhwan akhwat, maju terus untuk meraih rumah tangga terindah. Jangan menyerah jika ternyata engkau ditolak, karena sesungguhnya semua itu sudah ada dalam takdir Allah.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Ketujuh, persaingan ketat. Bukan berita baru bila jumlah muslimah hari ini membludak. Bahkan perbandingan antara ikhwan dan akhwat bisa lebih dari satu banding dua. Akibatnya banyak muslimah yang “tersingkir” dan tak dapat jatah pilih para ikhwan. Ini bukan menakut-nakuti, tapi kenyataan sebenarnya yang terjadi. Namun percayalah, Allah SWT itu Maha Adil terhadap hamba-NYA.
Fenomena telat menikah bukan monopoli para muslimah saja. Para ikhwan pun merasakan tekanan batin yang hebat. Semakin bertambah umur, semakin sering berjumpa dengan kenalan, lalu mereka bertanya, “Kapan nikah?” Kenyataan seperti itu adalah tekanan yang bukan main beratnya. Masalah ini tidak cukup selesai dengan ucapan, “Wahai ikhwan, rejeki itu dari Allah. Tidak perlu takut menikah hanya gara-gara soal rejeki.”
Telat menikah bukan monopoli muslimah-muslimah biasa. Kalangan muslimah aktivis, shalihat, para penggiat dakwah, mereka pun merasakan hal yang sama. Hanya, cara mereka menyikapi problema itu lebih halus dan sabar. Realita kerisauan itu tetap ada, hanya lebih terkendali. Namun tidak dipungkiri, ada juga yang berguguran karena tidak kuat menahan tekanan.
Persoalan telat menikah bukan masalah kecil. Kalau disimak, ini adalah persoalan sosial yang cukup serius. Dari titik ini menjalar berbagai persoalan ke tempat-tempat lain. Sikap liberal wanita dalam berbusana, bergaul, bersikap dan lain-lain, sebagiannya tampak dilandasi niatan ingin memenangkan “kompetisi”.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Jangan takut untuk menempuh risiko. Kalau dipikirkan, di dunia ini tidak ada yang tidak berisiko. Kesendirian ada risiko, melaju ke pernikahan adalah risiko, berumah-tangga pun tidak sepi dari risiko. Bukan risiko yang perlu ditakutkan, tapi takutlah jika kita jatuh ke lubang-lubang dosa karena salah melangkah.
Terakhir, jawablah seluruh tawaran pernikahan yang datang kepada kita, seideal atau sesederhana apapun tawaran itu dengan jawaban ini, “Saya tidak begitu saja menolak atau menerima, namun beri saya waktu untuk istikharah. Biarlah petunjuk Allah yang akan menjawab ajakan ini.” Lalu tunaikan istikharah sesuai sunnah Rasul SAW. Jangan putus-putus menunaikan itu hingga hati anda dilapangkan untuk memilih satu dari dua jawaban, menerima atau menolak. Wallahu a`lam. (T/R2/E01).
*Redaktur MINA
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)