Menjadi Hamba yang Bersyukur, Niscaya Nikmat Bertambah

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Syukur dalam istilah Bahasa Indonesia adalah terima kasih.­­ Para ulama mendefinisikan hakikat syukur adalah mengakui segala yang dipakai dan dinikmati itu datangnya dari Allah Ta’ala serta menggunakan nikmat itu untuk menjalankan ketaatan kepada-Nya.

Orang yang memiliki fasilitas hidup yang bersumber dari Allah Ta’ala, tapi tidak ia gunakan untuk membangun ketaatannya kepada Allah, maka dia telah mengingkari nikmat itu. Karena itu, definisi kufur nikmat berarti dia telah menggunakan nikmat-nikmat yang diterima dan dipakainya untuk bermaksiat dan mendurhakai Allah Ta’ala.

Perintah untuk adalah perintah langsung dari Allah Ta’ala kepada setiap -Nya yang telah mengaku beriman. Dalam Qur’an surat Ibrahim ayat itu Allah menyatakan,

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” [Qs. Ibrahim : 7]

Orang yang mampu mengamalkan syukur maka Allah akan menambah nikmat yang diterima hamba itu. Sebaliknya, jika setelah menikmati segala kenikmatan yang Allah berikan itu, tapi dia tidak mau bersyukur, maka Allah mengancamnya dengan azab yang pedih.

Bersyukur memang tidak mudah. Sedikit sekali orang yang pandai bersyukur. Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ

“Beramallah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” [Qs. Saba’: 13]

Ada satu kondisi dimana orang bisa bersyukur di awal saat diberi nikmat, namun saat menggunakan nikmat itu dial alai dan menjadi kufur nikmat. Misalnya, ada orang yang diberi kemudahan oleh Allah membeli mobil baru.

Saat mobil baru itu sampai di rumahya, dia mengucapkan Alhamdulillah, dan membuat pengajian atau tasyakuran sebagai bentuk syukur dengan mengundang tetangga dan orang-orang yang dia kenal serta anak yatim dan kaum duafa. Ia bersyukur karena sudah terbeli mobil baru.

Namun bila setelah itu mobilnya dipakai untuk datang ke tempat-tempat maksiat, atau bahkan dipakai untuk bermaksiat dan segala hal yang melanggar syariat, maka orang semacam ini tidak bisa dikatakan bersyukur dengan benar.

Mobilnya menjadi fasilitator kemaksiatan. Ini menjadi musibah agama bukan berkah, namun kebanyakan orang tidak mengetahuinya.

Minimnya orang yang mengetahui hakikat bersyukur sesuai syariat memang merupakan salah satu sebab kegagalan banyak orang untuk menjadi orang yang bersyukur pada masa kini dan di masa kapan pun.

Adalagi orang yang bersyukur dengan cara memamerkan gaya hidup hedonis di sosial media. Itu namanya syukur yang salah kaprah. Itu bukan bersyukur namanya, sekedar pamer jika dia adalah orang kaya yang memiliki sekian banyak harta berupa koleksi barang mewah.

Apalagi di akhir zaman ini, banyak sekai orang kaya baru yang sengaja memamerkan harta kekayaannya kepada publik. Sekedar untuk pamer saja supaya dibilang orang kaya baru.

Kebanyakan dari kaum di atas yang dikaruniai kekayaan melimpah, kesehatan dan popularitas juga pengaruh yang luas ternyata  mereka masih muda. Sebagian dari mereka yang biasa menceriminkan gaya hidup hedonis adalah kaum muda muslim, miris.

Orang-orang hedonis ini setiap saat berusaha mempertontonkan segala kemewahan yang dimilikinya di depan publik. Seolah-olah segala karunia itu akan kekal selamanya. Sayang sekali, orang-orang semacam ini lebih pintar jika urusan dunia, tapi bodoh dalam urusan agama.

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,

إِنَّ اللهَ تَعَالىَ يُبْغِضُ كُلَّ عَالِمٍ بِالدُّنْيَا جَاهِلٍ بِالْآخِرَة

“Sesungguhnya Allah ta’ala membenci orang yang pandai dalam urusan dunia namun bodoh dalam perkara akherat”. (HR. Al-Hakim ,dishahihkan oleh al-Albani)

Bila kita menyaksikan orang-orang yang diberi nikmat tapi semakin jauh dari Allah? Maka jangan tergiur. Ketahuilah jika orang tidak taat kepada Allah semakin menambah-nambah saja kemewahannya atau kekayaannya, maka sebenarnya itulah istidraj dari Allah atau disebut pemberian tapi tanpa ridha.

Dalam sebuah hadits dari ‘Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda, ”Bila kamu melihat Allah Ta’ala memberi seorang hamba dunia yang dia sukai sementara dia dalam keadaan terus menerus bermaksiat, itu hanyalah istidroj dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.” [Hadits riwayat Ahmad: 4/145]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّىٰ إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ

Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. [Al-An’am: 44]

Kedudukan syukur dalam Islam

Syukur memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam. Ia merupakan salah satu manzilah atau tempat persinggahan yang sangat tinggi dalam perjalan seorang hamba menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah berkata, ”Syukur termasuk tempat persinggahan yang paling tinggi dan lebih tinggi daripada ridha. Ridha merupakan satu tahapan dalam syukur. Sebab mustahil ada syukur tanpa ada ridha.

Syukur merupakan separuh iman. Separuh yang lainnya adalah sabar. Allah memerintahkan syukur dan melarang kebalikannya. Allah memuji pelakunya, mensifatinya sebagai makhluk-Nya yang khusus atau spesial.

Allah menjanjikan kepadanya pahala yang besar, menjadikan syukur sebagai sebab untuk mendapatkan tambaha karunia-Nya, memelihara dan menjaga nikmatnya.

Allah juga mengabarkan bahwa orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang dapat mengambil manfaat dan pelajaran dari ayat-ayat-Nya.

Mengambil salah satu dari nama-nama-Nya, yaitu Asy-Syakuur yang berarti menghantarkan orang yang bersyukur kepada Dzat yang disyukurinya, sementara orang-orang yang bersyukur di antara hamab-hamba-Nya amatlah sedikit.

Keutamaan syukur

Syukur kepada Allah merupakan perkara yang sangat penting dalam kehidupan seorang Muslim. Kita bisa melihat urgensi dari syukur ini dari hal-hal berikut ini.

Pertama, di antara nama Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Asy-Saakir dan Asy-Syakuur. Allah Ta’ala berfirman,

فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

Maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. [Qs. Al-Baqarah: 158]

Ayat lain,

إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. [Qs. Asy-Syura: 23]

Kedua, syukur merupakan sifat yang lazim ada pada para Nabi. Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Nuh ‘alaihis salam,

إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا

Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur. [Qs. Al-Isra’: 3]

Ketiga, syukur merupakan sifat orang mukmin. Hal ini sebagaiman disebutkan dalam hadits dari Shuhaib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda,

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ؛ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Perkara orang mukmin itu menakjubkan. Sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik dan hal itu tidak ada kecuali pada seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan kebahagiaan dia bersyukur. Maka ini baik baginya. dan bila dia tertimpa musibah dia bersabar. maka ini baik baginya.” [Hadits shahih riwayat Muslim]

Keempat, syukur merupakan sebab bertambahnya nikmat. Allah ta’ala berfirman,

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, [Ibrahim: 7]

Kelima, syukur merupakan sebab keamanan dari siksa. Allah Ta’ala berfirman,

مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.” [Qs. an-Nisa’: 147]

Keenam, syukur merupakan sebab keridhaan Allah. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ

dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” [Qs. az-Zumar: 7]

Ketujuh, keselamatan yang diiringi syukur lebih baik dari bencana yang diiringi sabar. Seorang tokoh ulama Tabi’in bernama Mutharrif bin Abdullah rahimahullah berkata, “Aku diberi ‘afiyah atau keselamatn kemudian aku bersyukur lebih kusukai daripada aki ditimpa bencana lalu aku bersabar.” (Mukhatashar Minhajul Qashidin: 295)

Semoga Allah Ta’ala selalu menjadikan kita sebagai hamba yang selalu bersyukur dengan syukur yang sebenar-benarnya, aamiin.[A/RS3/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: bahron

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.