Menlu Bangladesh: Krisis Rohingya “Ini adalah Genosida”

Sebuah desa warga yang hangus terbakar. (Foto: dok. Arakan Times)

Menteri Luar Negeri Bangladesh AH Mahmood Ali mengatakan bahwa “genosida” sedang dilancarkan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, sehingga memicu eksodus sekitar 300.000 orang Rohingya ke negaranya.

“Komunitas internasional mengatakan bahwa ini adalah genosida. Kami juga mengatakan bahwa ini adalah genosida,” kata Menteri Ali kepada wartawan setelah memberikan keterangan kepada para diplomat di ibu kota Dhaka pada Ahad, 10 September 2017.

Di hari itu, Ali bertemu dengan diplomat negara-negara Barat dan Arab serta kepala badan-badan PBB yang berkantor di Bangladesh. Pertemuan itu bertujuan mencari dukungan untuk solusi politik dan bantuan kemanusiaan bagi Rohingya.

Kepada para diplomat tersebut Menteri Ali menyampaikan bahwa sekitar 300.000 orang Rohingya telah masuk ke Bangladesh dalam dua pekan terakhir, sehingga jumlah total pengungsi di negara tersebut menjadi lebih dari 700.000 orang. Kondisi itu menjadi masalah nasional bagi Bangladesh.

Dari pertemuan itu juga, Menteri Ali mengeluarkan angka 3.000 untuk jumlah korban yang tewas dalam kekerasan di Negara Bagian Rakhine terakhir ini. Angka itu jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan oleh PBB yang menyebut lebih dari seribu.

 

Pemimpin Myanmar Bisa Diadili

Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Bangladesh Kazi Reazul Hoque juga telah mengatakan bahwa tokoh terkemuka di Myanmar dapat diadili di pengadilan internasional karena “genosida” itu.

“Genosida telah dilakukan di Myanmar, orang-orang terbunuh dalam serangan pembakaran. Kami berpikir untuk mendesak persidangan melawan pemerinah dan tentara Myanmar di sebuah pengadilan internasional,” kata Hoque saat mengunjungi sebuah kamp pengungsi di distrik Cox’s Bazar, Bangladesh, dekat perbatasan dengan Myanmar, Ahad, 10 September 2017.

Hoque menyatakan akan mengambil keputusan setelah menilai langkah-langkah apa yang harus diambil untuk itu. Pada saat bersamaan Komisi HAM Bangladesh akan mendesak masyarakat internasional untuk maju dengan bantuan mereka.

Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, serta militer Myanmar telah menghadapi kecaman internasional atas perlakuannya terhadap etnis Muslim Rohingya.

Sebagian besar minoritas Muslim yang tinggal di Negara Bagian Rakhine tidak diakui sebagai kelompok etnis di Myanmar, meskipun mereka telah tinggal di sana selama beberapa generasi. Mereka telah ditolak kewarganegaraannya dan tidak berkewarganegaraan.

Di negara mayoritas Buddhis itu, Rohingya dianggap sebagai “Bengali” untuk menolak istilah Rohingya. Orang asing yang datang ke Myanmar akan dipermasalahkan jika mereka menyebut nama “Rohingya” di depan pemerintah atau masyarakat Buddha.

Menteri Ali menuduh Myanmar menjalankan kampanye “propaganda jahat” untuk menyebut Rohingya sebagai “migran ilegal dari Bangladesh” dan pejuangnya sebagai “teroris Bengali”.

Ali menggambarkan tindakan pasukan keamanan Myanmar terhadap warga sipil Rohingya sebagai reaksi dari serangan militan 25 Agustus adalah “balas dendam”.

“Haruskah semua orang dibunuh? Haruskah semua desa dibakar? Ini tidak dapat diterima,” katanya.

Menteri Ali menegaskan bahwa Pemerintah Bangladesh mencari solusi damai, bukan “perang” melawan Myanmar. Masalah dimulai di Myanmar, itu sebabnya Pemerintah Myanmar harus menyelesaikannya. Sementara pemerintahan di Dhaka menyatakan siap membantu. (A/RI-1/P2)

 

Sumber: Al Jazeera

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.