Menyambut KTT OKI tentang Palestina dan Al-Quds di Jakarta

Ali Farkhan Tsani

Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)

Indonesia akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) luar bisa Organisasi Kerjasama Islam (OKI) tentang Al-Quds dan Palestina di , 6 dan 7 Maret 2016 mendatang.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, saat jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (3/2/2016) mengatakan, seluruh keputusan dan teknis penyelenggaraan sudah dibahas dalam rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan menteri terkait.

Rangkaian acaranya akan terdiri dari Senior Officer Meeting (SOM), kemudian  dilanjutkan dengan pertemuan tingkat menteri luar negeri. Dua pertemuan tersebut akan diselenggarakan tanggal 6 Maret. Sedangkan tanggal 7 Maret, merupakan puncak dari KTT luar biasa OKI yang diikuti negara-negara Islam.

Kelompok quartet, yang terdiri dari Rusia, Uni Eropa, Amerika Serikat dan PBB juga akan hadir untuk menyikapi situasi politik yang terjadi di Timur Tengah.

“KTT ini sangat penting artinya bagi Indonesia, bagi OKI dan juga bagi dunia,” ucap Retno.

Permasalahan di Al-quds dan Palestina diangkat karena situasi di sana yang belum membaik sampai saat ini dan negoisasi dalam konteks quartet sudah terhenti sejak Mei 2015.

“Situasi dunia saat ini sangat dinamis. Sehingga terjadi distraksi isu yang dikhawatirkan isu Palestina ini menjadi tersingkirkan,” ungkapnya.

Bagi Indonesia, kata Retno, KTT luar biasa OKI ini menjadi bentuk komitmen membantu mewujudkan perdamaian dunia. Penyelenggaraan KTT ini juga diharapkan menghasilkan penguatan dukungan OKI dan dunia internasional terhadap penyelesaian masalah Palestina dan untuk mengaktifkan kembali proses perdamaian di Timur Tengah.

“Kita perlu satu deklarasi yang isinya adalah action oriented sehingga political statement dan political support yang dihasilkan dalam KTT nanti dapat ditindaklanjuti dengan action oriented,” ucap Retno.

Presiden Jokowi sendiri mengungkapkan bahwa Indonesia menjadi tuan rumah KTT luar biasa OKI, menggantikan Maroko yang sebelumnya ditunjuk sebagai tuan rumah, tapi menyatakan ketidaksiapannya. Indonesia dipercaya menjadi penggantinya sebagai tuan rumah, dengan pertimbangan setelah sukses menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 2015 lalu.

Presiden Jokowi juga mengatakan, agenda KTT kali ini ialah membahas perbatasan-perbatasan wilayah negara Muslim di wilayah di Masjid Al-Aqsha.

”Indonesia ditunjuk sebagai pengganti dan kita siap,” ujar Jokowi, yang telah memerintahkan untuk menyiapkan pertemuan yang dihadiri 56 kepala negara/pemerintahan itu.

jokowi dan pm palestina
Presiden RI Joko Widodo dan PM Palestina Rami Hamdallah. (Ant)

Dukungan Jokowi untuk Palestina

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memiliki komitmen kuat untuk membela kemerdekaan Palestina. Di antaranya pernyataan Jokowi di mata dunia pada sambutan peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Jakarta pada 22 April 2015 lalu.

“Kita tidak boleh berpaling dari penderitan rakyat Palestina. Kita harus mendukung sebuah negara Palestina yang merdeka,” pernyataan Jokowi waktu itu.

Jokowi memberikan pemaparan bahwa sudah sejak 60 tahun lalu, Bapak Bangsa Presiden Soekarno mencetuskan gagasan membangkitkan kesadaran bangsa-bangsa Asia Afrika untuk mendapatkan hak hidup yang menentang ketidakadilan, menentang imperialisme.

“Bangsa-bangsa telah merdeka, tapi perjuangan belum selesai. Dunia ini masih sarat dengan ketidakadilan dan kesenjangan, sebuah tantangan dunia baru yang berdasarkan kesejahteraan dan kemakmuran masih jauh. Ketidakseimbangan global masih terpampang,” lanjut Jokowi.

Presiden menambahkan, “Kita dan dunia masih berutang kepada rakyat Palestina. Dunia tidak berdaya menyaksikan penderitaan rakyat Palestina”.

Terkini, adalah pernyataan Presiden Jokowi saat menghadiri acara makan malam KTT ASEAN-AS di Sunnylands Historic Home, Kalifornia, AS, Senin (15/2/2016) kemarin, yang dihadiri para kepala negara ASEAN serta Presiden AS Barack Obama.

Ia kembali menyerukan negara-negara ASEAN bersama Amerika Serikat membantu menyelesaikan permasalahan di Palestina.

“Saya ingin mendorong agar ASEAN dan AS terus dapat memberikan kontribusi bagi penyelesaian masalah Palestina,” pernyataan Jokowi.

Dan, salah satu wujud konkret kontribusi Indonesia adalah kesediaan Indonesia untuk menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada 6-7 Maret 2016. KTT Luar Biasa OKI yang akan dilaksanakan di Jakarta ini akan membahas masalah . Sebagai tuan rumah, Indonesia akan mengundang pengamat, termasuk AS.

Peran Aktif OKI

Kini, selain peluang dan peran Indonesia, tidak kalah pentingnya adalah bagaimana memacu peran strategis OKI. Organisasi Kerjasama Islam (OKI) (sebelumnya Organisasi Konferensi Islam) adalah organisasi antar-pemerintah terbesar kedua setelah PBB yang memiliki keanggotaan 57 negara yang tersebar di empat benua. Organisasi ini adalah suara kolektif dunia Muslim dan memastikan untuk menjaga dan melindungi kepentingan dunia Islam dalam semangat mempromosikan perdamaian dan harmoni internasional di antara berbagai masyarakat dunia.

OKI didirikan sesuai keputusan KTT bersejarah yang berlangsung di Rabat, Maroko pada tanggal 12 Rajab 1389 Hijriah (25 September 1969) sebagai repon dari pembakaran Masjid Al-Aqsha di Al-Quds.

Mengulang sejarah OKI, kali ini kejahatan Zionis Israel telah melebihi dari pembakaran saja. Namun sudah sampai kepada perampasan tanah, pembunuhan massal warga, pemenjaraan tahanan, blokade, pembuatan dinding pemisah, penggalian tanah di bawah Masjid Al-Aqsha, dan berbagai kejahatan lainnya yang dilakukan Israel dalam menjajah tanah Palestina.

Tentu kita sangat berharap, jika KTT tahun 1969 saja mampu menghasilkan berdirinya OKI sebagai respon terhadap kondisi Masjid Al-Aqsha. Tentu kali ini akan lebih besar dan strategis lagi, bukan sekedar statemen atau deklarasi formal. Namun lebih dari itu, komitmen untuk aksi bersama yang mengikat negara-negara anggota OKI untuk menghadapi segala bentuk penjajahan dan kejahatan Israel atas warga Palestina serta terbebasnya Masjid Al-Aqsha dan seluruh kawasan Al-Quds (Baitul Maqdis) ke tangan kaum Muslimin.

Tentu saja posisi sekretaris jenderal yang dipegang Arab Saudi, Iyad Ameen Madani, sangat menentukan aksi bagi negara-negara Muslim lainnya.

Saudi sanggup membuat warning bagaimana angkatan bersenjatanya mengadakan latihan gabungan (latgab) militer terbesar menghadapi ‘terorisme’ di kawasan Teluk, yang mampu menghadirkan sekitar 20 negara Arab dan undangan lainnya.

Jika latgab itu atau ke depannya mengambil topik untuk melawan ‘the real terorist’ yakni Israel, demi untuk mewujudkan solidaritas dan pembelaan atas bangsa dan rakyat Palestina. Tentu ini akan menjadi aksi nyata bentuk pertahanan bersama negeri-negeri Muslim dalam keanggotaan OKI. Sehingga OKI dapat lebih bertaring’ di mata dunia.

Aksi Nyata Lainnya

Menlu RI Retno Marsudi menyatakan bahwa selain dukungan politik, Indonesia juga ikut meningkatkan pembangunan kapasitas dan kerjasama teknis dengan Pelestina. Indonesia sejauh ini telah melatih 1.308 warga Palestina di berbagai bidang, antara lain pertanian, pemerintahan yang bersih dan keuangan mikro.

Dalam bidang pendidikan, melalui Kemendikbud Indonesia juga telah menyediakan beasiswa bagi sejumlah mahasiswa Palestina, jenjang S2 dan S3 di berbagai perguruan ternama. Di antaranya melalui beberapa perguruan tinggi sepeti: UGM, UI, Undip, Unbraw, ITS dan UNS.

Terkini dan akan menjadi langkah politik bersejarah Indonesia bagi Palestina dan di mata dunia adalah rencana membuka konsulat kehormatan di Ramallah pada tahun 2016 ini, dan rencananya akan dipimpin oleh seorang perempuan Palestina.
“Konsul kehormatan kita itu memang warga Palestina, dia akan berkedudukan di Ramallah,” ujar Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri Hasan Kleib.
Pembukaan konsulat kehormatan di Ramallah, sejauh ini dipandang sebagai upaya maksimal untuk menegaskan keberadaan Indonesia di Palestina.

Walaupun menurut Smith Alhadar, pengamat masalah Timur Tengah dari The Indonesian Society for Middle East Studies, meragukan keberadaan konsul kehormatan di Ramallah itu. Apakah akan mampu membuat Indonesia dapat berkiprah aktif dalam menyelesaikan masalah Palestina-Israel.

Menurut Smith, selama Indonesia tidak membuka hubungan diplomatik dengan Israel, sulit mengharapkan Indonesia mampu menjalankan peran seperti itu.

“Kalau (Indonesia) mau aktif berbicara soal Palestina, dia (Indonesia) harus pasang dua kaki. Satu di Israel, satu di Palestina. Kalau cuma di Ramallah, Indonesia mau bikin apa,” kata Smith.

“Jadi, kalau Indonesia masuk sebagai mediator, dia (Indonesia) harus dipercaya oleh kedua pihak. Indonesia sejauh ini memihak Palestina. Oleh karena itu Israel selalu menolak Indonesia sebagai pendamai,” jelasnya.

Namun, seperti dikatakan Menlu Retno Marsudi, bahwa keputusan untuk membuka konsulat kehormatan di Ramallah merupakan satu step (langkah) maju menuju step yang lebih besar bagi keberadaan representasi Indonesia secara full fledged (terwujud secara penuh) di Ramallah.

Kita tentu berharap pernyataan-pernyataan dan langkah-langkah politis itu akan segera terwujud menuju langkah nyata berikutnya, seiring dengan upaya lainnya dalam bidang pendidikan, iptek, ekonomi, budaya, sosial dan lainnya. Insya-Allah.

Khusus untuk di Jakarta yang membahas tentang Palestina dan Al-Quds, ada baiknya juga pemerintah mengundang sebagai pengamat atau undangan khusus, berbagai organisasi massa, lembaga kemanusiaan, tokoh, alim ulama dan berbagai unsur terkait dari masyarakat yang bergerak dan peduli di bidang kepalestinaan.

Sehingga dukungan itu akan semakin menguat karena mendapat support dari seluruh unur apisan masyarakat dan rakyat Indonesia, sebagai mayoritas Muslim terbesar di dunia. (P4/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.