MSF DESAK INVESTIGASI SERANGAN AS DI RS KUNDUZ

rs kunduz
Pasien Rumah Sakit Kunduz, (Foto: The Guardian)

Kabul, 25 Dzulhijjah 1436/9 Oktober 2015 (MINA) – Amerika Serikat (AS) terhadap rumah sakit (RS) milik organisasi medis internasional Medecins Sans Frontieres/Dokter Lintas Batas (MSF) di Kota Kunduz, Afghanistan, adalah kehilangan terbesar yang pernah dialami lembaga itu dalam sebuah serangan udara.

MSF menyerukan kepada Komisi Pencari Fakta Humaniter Internasional untuk melakukan penyelidikan yang menyeluruh dan independen terhadap serangan militer AS di kota yang terletak di utara Afganistan itu.

Presiden Internasional MSF, Joanne Liu, mengatakan akibat serangan Washington, puluhan ribu orang di Provinsi Kunduz kini tidak bisa mendapatkan layanan medis. Padahal layanan itu saat ini paling dibutuhkan.

Pada Sabtu (3/10) pagi lalu, pasien dan staf MSF yang terbunuh di Kunduz menjadi bagian dari sekian banyak jumlah orang yang telah tewas di zona konflik di seluruh dunia dan kerap disebut sebagai ‘collateral damage’ atau ‘efek bawaan yang tidak diinginkan’.

Sebelumnya, dalam sebuah pernyataan, AS mengakui bahwa serangan udara mereka telah menghantam rumah sakit yang dikelola MSF dan menewaskan 22 pasien dan staf MSF.

Pentagon menyebut serangan mereka sebagai sebuah kesalahan dalam upaya menggempur kelompok Taliban.

“Hukum humaniter internasional tidak melihat sebuah kejadian sebagai ‘kesalahan’ atau bukan. Hukum humaniter internasional mempertanyakan maksud, fakta-fakta, dan kenapa hal itu dilakukan,” ungkap Liu, saat berpidato di Palais des Nations, Jenewa, Swiss, Rabu (7/10), seperti dalam rilis yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Ia menambahkan, “Di Kunduz, pasien kami terbakar di ranjang mereka. Dokter, perawat, dan staf lain tewas saat bekerja. Staf kami harus melakukan operasi bedah terhadap koleganya sendiri. Salah satu dokter kami meninggal di atas meja operasi darurat, sebuah meja kerja, di saat koleganya berusaha menyelamatkan nyawanya.”

Liu menyebut insiden itu bukan hanya serangan terhadap RS MSF tetapi juga serangan terhadap Konvensi Jenewa sehingga tidak bisa ditoleransi. Konvensi Jenewa menjelaskan aturan-aturan perang dan dibuat untuk melindungi penduduk sipil dalam konflik, termasuk pasien, petugas dan fasilitas medis.

Karena menyerang RS di zona perang dilarang, tegasnya, MSF seharusnya mendapatkan perlindungan. Namun, sepuluh pasien, termasuk tiga anak-anak, dan 12 staf MSF terbunuh dalam serangan AS.

Ia mendesak fakta dan keadaan seputar serangan itu harus diinvestigasi secara independen dan imparsial, terutama karena pernyataan AS dan Afganistan tentang apa yang sebenarnya terjadi tidak konsisten. MSF tidak bisa mengandalkan militer internal oleh pasukan AS, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dan Afganistan.

“Hari ini (Rabu) kami mengumumkan bahwa kami menginginkan adanya investigasi atas serangan di Kunduz oleh Komisi Pencari Fakta Humaniter Internasional. Komisi ini didirikan atas dasar Protokol Tambahan dalam Konvensi Jenewa dan merupakan satu-satunya badan yang didirikan khusus untuk menginvestigasi pelanggaran Hukum Humaniter Internasional,” tegasnya.

“Kami meminta negara-negara penandatangan Komisi untuk menegakkan kebenaran dan menegaskan kembali status RS sebagai daerah yang dilindungi dalam konflik,” tambah Liu.

Meski badan itu sudah berdiri sejak tahun 1991, komisi tersebut belum pernah digunakan. Diperlukan satu dari 76 negara penandatangan untuk mensponsori sebuah penyelidikan.

“Pemerintah-pemerintah hingga saat ini terlalu sopan atau terlalu takut untuk memulai preseden baru. Perangkatnya sudah ada dan ini adalah saatnya untuk mengaktifkan komisi tersebut,” kritik Liu. (T/P4/P022)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0