Oleh Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٍ۬ وَٲحِدَةٍ۬ وَخَلَقَ مِنۡہَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡہُمَا رِجَالاً۬ كَثِيرً۬ا وَنِسَآءً۬ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبً۬ا
Artinya, “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya, dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisaa’ [4] ayat 1-2).
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Tidak ada alasan bagi pemuda menunda-nunda untuk menikah, karena manusia telah Allah fitrahkan untuk memiliki pasangan dari jenisnya yang berbeda kelamin (laki-laki berpasangan dengan perempuan).
Beberapa keutamaan yang ditawarkan oleh Allah, semestinya seorang pemuda atau pemudi tidak akan menolak untuk tidak menikah atau menunda untuk menikah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمِنۡ ءَايَـٰتِهِۦۤ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَڪُم مَّوَدَّةً۬ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِى ذَٲلِكَ لَأَيَـٰتٍ۬ لِّقَوۡمٍ۬ يَتَفَكَّرُونَ
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-20] Tentang Istiqamah
Artinya, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum [30] ayat 21).
Dari Anas bin Malik radhiyallahul ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
«مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الْإِيمَانِ، فَلْيَتَّقِ اللَّهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي» [المعجم الأوسط للطبراني: حسنه الألباني
Artinya, “Barangsiapa yang menikah maka telah sempurna separuh imannya, maka bertakwalah ia kepada Allah pada separuh yang tersisa.” (Al-Mu’jam Al-Ausath karya Ath-Thabaraniy, hadis Hasan)
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Di zaman yang semakin bebas seperti sekarang ini, kita melihat kerusakan moral dan budaya free sex (seks bebas) sangat mengancam generasi muda, khususnya kaum wanita muda.
Perkembangan teknologi yang begitu pesat, membuat serbuan berbagai informasi negatif begitu mudah dikonsumsi anak-anak dan remaja, sehingga mempengaruhi pikiran dan akhlak mereka. Hal-hal dan informasi yang berbau pornoisme begitu mudah hadir di depan mata, memaksa pemikiran dan nafsu seksual anak-anak dan remaja tumbuh lebih cepat dari generasi-generasi zaman sebelumnya.
Kondisi ini membuat pernikahan semakin dibutuhkan sebagai salah satu cara penting untuk menanggulangi permasalahan kerusakan moral dan akhlak yang berkaitan dengan penyaluran nafsu seksual. Sebab, tidak jarang kita mendengar dan membaca berita bahwa telah terjadi tindakan kriminal pemerkosaan dan pelecehan seksual. Bahkan pelaku pelecehan dilakukan oleh kalangan remaja.
“Hamil sebelum menikah” adalah status dan berita yang sudah akrab di telinga kita, karena itu dialami oleh para wanita di lingkungan kita, bahkan justeru ada yang di kalangan keluarga kita sendiri. Na’udzubillah.
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
Menikah akan membuat para pemuda bisa menyalurkan kebutuhan seksnya secara halal dan lebih leluasa.
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ « أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ »
Artinya, “Dan hubungan intim di antara kalian adalah sedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana bisa mendatangi istri dengan syahwat (disetubuhi) bisa bernilai pahala?” Ia berkata, “Bagaimana pendapatmu jika ada yang meletakkan syahwat tersebut pada yang haram (berzina) bukankah bernilai dosa? Maka sudah sepantasnya meletakkan syahwat tersebut pada yang halal mendatangkan pahala.” (HR. Muslim no. 1006).
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
Penyakit sosial pergaulan bebas telah menjadi virus yang sangat ganas menggerogoti karakter generasi umat dan bangsa.
Ketika generasi muda atau anak-anak kita sudah di luar kendali atau tidak bisa dikendalikan, mereka hidup “semau gue” tanpa pengindahkan lagi nasehat atau menghormati orang tua, maka sepatutnya lah mereka diikat dengan ibadah. Salah satu ibadah itu adalah pernikahan.
Ikatan pernikahan akan menjadi benteng ampuh untuk mengatasi penyakit sosial pergaulan bebas.
Jika “pernikahan adalah solusi” sudah membudaya dan mengakar dalam suatu masyarakat, maka tidak akan terelakkan dilaksanakannya pernikahan-pernikahan di usia dini, dengan dalih demi menyelamatkan generasi muda dan anak-anak dari bahaya latin pergaulan bebas.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Pernikahan dini adalah hal yang sangat tabu bagi kaum pemuja HAM dan kesamaan gender. Namun, itu tidak berlaku di dalam Islam.
Islam memandang masa muda adalah masa yang sangat penting. Karenanya, Islam begitu ketat memberikan tuntunan solusi agar manusia yang berada di fase ini, terselamatkan dan tidak menjadi para pemuda yang lemah dan rusak sehingga tidak berguna bagi agama, umat dan dirinya sendiri. Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui lisan Rasul-Nya hanya memberikan dua solusi bagi para pemuda agar tidak menjadi “budak syahwat” dan “generasi rusak”.
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahul ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
«يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ» [صحيح البخاري ومسلم
Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti
Artinya, “Wahai kaum pemuda, siapa saja yang mampu materi dan jasmani maka menikahlah, karena itu lebih menjaga pandangan dan kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena itu sebagai pelindung (dari maksiat)”. (Sahih Bukhari dan Muslim).
Dalam sejarah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mempraktekkan pernikahan yang bisa menjadi contoh bagi umatnya. Pertama, Rasulullah menikahi seorang janda berusia 15 tahun lebih tua darinya, yaitu Khadijah binti Khuwailid. Kedua, Rasulullah menikahi Aisyah binti Abu Bakar, seorang gadis yang masih berusia enam atau tujuh tahun.
Meski Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menikahi Aisyah yang berusia sangat muda, tapi kemudian terbukti bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anha adalah seorang wanita yang memiliki kecerdasan yang sangat tinggi.
Kelanggengan, keharmonisan dan kebaikan sebuah rumah tangga tidak tergantung karena usia, tapi tergantung dari kwalitas orang yang menikah. Sebab, banyak orang berusia matang yang tidak sanggup membangun bahtera rumah tangga dengan baik. Sebaliknya, tidak sedikit orang berusia muda tapi memiliki wawasan dan kematangan sikap yang bagus.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Contoh lain di masa sekarang adalah pasangan Ustaz Yusuf Mansur dan Siti Maemunah (Mumun). Pada tahun 1999 Yusuf Mansur berusia 23 tahun menikahi Mumun yang berusia 14 tahun. Hingga sekarang, tali kasih mereka berjalan dengan kwalitas yang menakjubkan.
Langgeng dan gagalnya sebuah rumah tangga, tergantung dari kwalitas individunya, terutama pada suami yang berstatus sebagai pemimpin bagi isterinya. Jika bakal suami adalah Muslim yang baik, maka tidak perlu diragukan lagi hubungan suami-isteri yang akan terjalin. Namun, jika bakal suami adalah pria yang tidak baik akhlak dan agamanya, jangankan menikah muda, menikah di usia matang pun tidak akan menjamin adanya kebahagiaan dalam sebuah rumah tangga.
Untuk urusan mendapatkan pasangan hidup, Allah Subhanahu wa Ta’la telah mengatur dalam firman-Nya.
Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina
الْخَبِيثٰتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثٰتِ ۖ وَالطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبٰتِ ۚ أُو۟لٰٓئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ ﴿النور:٢٦
Artinya, “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (QS. An-Nuur [24] ayat 26).والله أعلمُ بالـصـواب (P001/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta