PAKAR: RUKYAT HILAL HARUS BERSIFAT INTERNASIONAL

Jakarta, 4 Sya’ban 1435/2 Juni 2014 (MINA) – Anggota pakar dan Jamaah Muslimin (Hizbullah) menyatakan rukyatul  untuk melihat awal bulan hijriah seharusnya bersifat internasional.

“Karena Islam itu rahmatan lil  ‘alamin, seharusnya rukyat bersifat internasional, bukan hanya fokus di satu negara,” kata Syamsuddin Muhammad Nurki kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Ahad (1/6) di Jakarta.

Menurut Syamsuddin yang sudah lebih 14 tahun menekuni ilmu hisab dan rukyat, seharusnya Muslimin bersatu dalam urusan rukyatul hilal (melihat bulan sabit sebagai tanda tanggal 1 bulan hijriah), saling menyadari dan memahami, bahwa Islam bukan hanya milik suatu negeri.

“Tapi Islam rahmatan lil alamin (menyeluruh), mengikuti aturan Al-Quran dengan satu pimpinan seluruh dunia,” kata pria yang beberapa bulan lalu telah menyelesaikan tugasnya sebagai relawan pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza. “Jadi dibutuhkan suatu lembaga yang sifatnya internasional mengenai masalah rukyat ini.”

Syamsuddin menuturkan bahwa Jamaah Muslimin (Hizbullah) yang menganut sistem kepemimpinan jamaah dan imamah (bersatu dengan satu pemimpin umat) untuk seluruh dunia, melakukan hisab setahun sekali, dari bulan Muharram hingga Dzulhijjah.

“Kemudian kami saksikan kebenarannya di daerah-daerah dengan melakukan rukyat menentukan kapan tanggal awal bulan Hijriah. Setiap bulan kami melakukan rukyat,” kata Syamsuddin.

Selain itu juga, dia melanjutkan, tiga atau empat hari sebelum rukyat tanggal satu bulan hijriah, tim rukyat selalu melakukan “rukyat pagi” untuk menghitung selisih antara bulan dan matahari per hari. Untuk lebih memperkuat hasil hisab dan rukyat awal bulan.

“Rukyat pagi, kami memantau ke arah timur untuk memastikan sesuaikah ijtimanya, sesuaikah tinggi hilalnya, lama hilalnya. Alhamdulillah, selama lebih dari 10 tahun melakukan itu, selalu sesuai. Kami selalu merukyat untuk pembuktian hasil dari hisab.”

Di Indonesia, selama 12 tahun mnempelajari ilmu hisab dan delapan tahun mempelajari rukyat pagi,  ia mengakui bahwa baru dua kali melihat bulan dalam rukyat di Indonesia.

Adapun selama di Gaza, dalam waktu 14 bulan melakukan rukyat, hanya 4 kali yang tidak terlihat hilal, karena cuaca sangat mendukung dan tim rukyat sangat jeli dalam memantau bulan setipis apa pun.

Dalam rangka mensosialisasikan ilmu hisab dan rukyat ini, Syamsuddin dan timnya telah meminta setiap wilayah Jamaah Muslimin (Hizbullah) di seluruh dunia, supaya melakukan pelatihan.

“Hisab dan rukyat itu tidak ada yang namanya ahli, tapi tim. Jika satu salah, maka yang lain memperbaiki. Seperti itulah hidup dalam berjamaah,” tambahnya. (L/P09)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0