Pemain Basket SMA Philadhelpia Dilarang Bermain Karena Jilbab

 

Nasihah Thompson-King (16 th) – inset

Philadhelpia, MINA – Nasihah Thompson-King (16 th) seorang pemain bola SMA di Philadelphia, negara bagian Pennsylvania, AS, dilarang bermain oleh wasit dalam sebuah pertandingan karena dia mengenakan .

Nasihah mengatakan, dia bermain dalam pertandingan playoff hari Jumat lalu (16/2/2018), saat diberitahu bahwa dia tidak boleh melanjutkan pertandingan dengan jilbabnya.

Siswi Masterem Charter School Shoemaker itu mengaku “merasa kesal dan malu” serya dia tidak pernah memiliki masalah mengenakan jilbabnya dalam permainan sebelumnya.

Nasihah mengatakan, dia telah bermain bola basket saat mengenakan jilbab selama beberfapa tahun, dan itu tidak mengganggunya saat turun ke lapangan pertandingan.

Asosiasi Atletik Interskolonial Pennsylvania memiliki peraturan liga yang memerlukan persetujuan penutup kepala untuk tujuan medis atau keagamaan. Kantor Berita MINA melaporkan dari sumber Philadelphia Tribunne.

Asosiasi tersebut mengatakan, pelatih Nasihah Thompson-King lupa mengisi formulir yang dipersyaratkan sebelum pertandingan.

Sebuah formulir baru selesai dipenuhi untuk memungkinkan Thompson-King bermain Rabu (21/2/2018).

Pihak berwenang sekolah mengajukan permintaan kepada Asosiasi Bolabasket Pelajar PIAA untuk mengubah peraturan tersebut.

Direktur eksekutif atletik untuk sekolah Philadelphia, Jimmy Lynch mengatakan bahwa surat pernyataan adalah persyaratan yang tidak adil.

“Pernyataan bisa diisi, tentu. Tapi apakah itu langkah ekstra bahwa murid-murid kita dari iman yang berbeda harus diperlakukan seperti itu jika mereka mengenakan pakaian yang berbeda? Ya! Dan saya berpikir itu tidak adil,” ujar lynch.

Ia menyerukan kebebasan beragama, karena jilbab tidak mengubah olahraga atau memberikan keuntungan kompetitif.

“Setiap pakaian agama yang dikenakan dengan seragam permainan, tidak boleh mencegah pemain dari berpartisipasi dalam permainan,” lanjutnya.

Ibu Nasihah, Fatima Thompson mengatakan pengecualian tidak boleh dibuat untuk putrinya, dan aturan itu seharusnya tidak ada.

“Saya benar-benar percaya bahwa aturan itu perlu dihapuskan,” kata Fatima.

“Bukan hanya untuk putriku, tapi bagi siapa saja yang memilih untuk menghormati agama mereka,” lanjutnya. (T/RS2/RS1)

Mi’raj News Agency (MINA)