Jakarta, MINA – Keputusan pemerintah membatalkan pemberangkatan jamaah haji tahun ini dinilai pengamat sebagai langkah yang “terburu-buru” di tengah masih terbukanya peluang bagi Indonesia untuk mendapatkan kuota dari 60.000 jamaah yang diizinkan Arab Saudi.
“Ini keputusan terlalu cepat untuk tidak memberangkatkan apapun alasannya, apalagi ini yang kedua kali. Masih ada ruang berdialog atau cara lain karena Arab Saudi belum mengumumkan secara resmi,” kata pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dadi Darmadi, Kamis (3/6), seperti dikutip dari BBC.
Tahun ini, Kementerian Kesehatan Arab Saudi mengizinkan jamaah haji luar negeri untuk ikut menunaikan ibadah haji pada Juli dengan pertimbangan 15.000 dari dalam negeri dan 45.000 dari luar negeri.
“Dua tahun berturut-turut tidak memberangkatkan haji itu berdampak besar bagi psikologis rakyat Indonesia. Mereka merasa, kok sesuatu yang penting bagi umat Islam sepertinya kurang diperjuangkan pemerintah sampai akhir, padahal Saudi belum memutuskan, kan masih ada peluang,” kata Dadi.
Dadi membayangkan, dari 45.000 dengan perhitungan kotor, Indonesia berpotensi mendapatkan sekitar 4.000 hingga 5.000 orang dan mungkin lebih kecil.
Indonesia sebagai negara Islam terbesar mendapatkan kuota haji terbanyak di dunia memiliki posisi tawar untuk memperjuangkan kuota tersebut.
“Ini bukan soal jumlah, tapi tentang upaya pemerintah untuk membangkitkan semangat masyarakat bahwa pemerintah berhasil memperjuangan yang paling penting bagi umat Islam Indonesia dan ada harapan bagi jemaah untuk naik haji,” katanya. (T/RE1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Ilmu Senjata Terkuat Bebaskan Al-Aqsa