Pernyataan RS Mitra Keluarga Kalideres dan Ibunda Debora

, saat jumpa pers di kantor KPAI, Jakarta, Senin (11/9). (Foto: Risma MINA)

Jakarta, MINA – Pihak Rumah Sakit (RS) Mitra Keluarga , Jakarta Selatan dipanggil oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta guna mengklarifikasi kasus meninggalnya ananda Tiara Debora Simanjorang beberapa waktu lalu.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Koesmedi Priharto mengatakan, memang terdapat masalah komunikasi yang kurang baik antara petugas informasi rumah sakit dengan keluarga pasien.

“Berdasarkan pengakuan manajemen rumah sakit, mereka tidak mengetahui bahwa Debora merupakan pasien BPJS Kesehatan. Baru diketahui dia peserta BPJS sekitar pukul 06.00 WIB,” ujar Koesmedi saat jumpa pers di Kantor Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (11/9).

Henny Silalahi, Ibunda Debora mengatakan, ada dua poin pernyataan yang salah dikeluarkan terkait kematian anak saya. Pertama, pernyataan RS yang mengatakan bahwa Debora mengalami kekurangan gizi dan memiliki riwayat penyakit jantung bawaan (PDA).

“Saya bisa bilang anak saya tidak kurang gizi, anak saya itu prematur. Jadi, jangan disamakan. Kami pun bisa membuktikan bahwa anak saya tidak memiliki riwayat penyakit jantung bawaan dengan menunjukkan hasil tertulis tes echo jantung 5 Agustus 2017,” kata Henny saat jumpa pers di kantor KPAI, Jakarta (11/9).

Henny merasa pernyataan paling krusial untuk diluruskan yaitu yang menyebut bahwa dirinya keberatan saat anaknya akan dirawat di Pediatric Intensive Care Unit (PICU). “Apakah ada ibu yang waras tapi menolak anaknya diselamatkan? Tidak ada, semua ingin anaknya sehat-sehat terus,” kata Henny.

Namun sayang, tambahnya, ketika suami saya mengurus administrasi, Debora tak bisa mendapat perawatan lanjutan di PICU karena kurangnya biaya. Bahkan saya sampai memohon agar pihak RS menyelamatkan anak keempatnya itu.

“Saat itu, saya dan suami hanya membawa uang Rp 5 juta. Kekurangan uang yang diminta pihak RS sebanyak Rp 6 juta lagi akan dibayar pada siang harinya. Tetapi pihak RS Mitra Keluarga Kalideres mengatakan tidak bisa karena minimal harus membayar Rp 11 juta,” ujarnya.

Orang tua Debora memilih RS Mitra Keluarga Kalideres karena lokasinya paling dekat dari rumah. Saat sampai di RS, Ahad (3/9) pukul 03.40, tenaga medis menyarankan anaknya harus dibawa ke PICU karena ruangannya hangat mengingat Debora masih bayi. Dokter memberikan memberikan oksigen, memasukkan selang, dan pompa manual ke paru-paru anaknya.

“Saya tidak mengurang-ngurangi cerita yang ada, memang pihak RS sudah menangani anak saya. Tapi karena uang kami kurang, jadi Debora tidak bisa masuk ruang PICU. Kedepan, saya harap Jangan lagi ada Debora-debora yang lain. Jangan ada lagi bayi yang kehilangan nyawa hanya karena uang,”

Sementara, Direktur RS Mitra Keluarga Kalideres, Fransisca menolak menjelaskan kepada awak media saat jumpa pers di kantor Dinkes DKI Jakarta. “Untuk pelayanan emergency, kami sudah menyampaikan secara detil kepada Bapak Kepala Dinas dan kepada bapak ibu yang ada di sini bahwa tidak demikian kejadiannya, saya sudah melaporkan kepada beliau,” ujar Fransisca

Kami juga telah menepis kabar bahwa RS Mitra Keluarga tak mau merawat Debora karena kurangnya uang muka. Pihak rumah sakit menyebut bila ibunda Debora keberatan mengingat kondisi keuangan ketika mengurus di bagian administrasi.

“Ibu pasien mengurus di bagian administrasi, dijelaskan oleh petugas tentang biaya rawat inap ruang khusus ICU, tetapi ibu pasien menyatakan keberatan mengingat kondisi keuangan,” demikian penggalan rilis media RS Mitra Keluarga.

Sempat melakukan berbagai pertolongan kepada pasien, dan setelah melakukan resusitasi jantung paru selama 20 menit. Tetapi segala upaya yang dilakukan tidak dapat menyelamatkan nyawa pasien. (L/R09/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Risma Tri Utami

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.