PINTU-PINTU AMPUNAN ( II )

PINTU-PINTU AMPUNAN ( II )

Oleh : Taufiqurrahman Lc, Redaksi Mirajnews.com versi Arab.

(sambungan PINTU-PINTU AMPUNAN I)

  1. Pintu Amal

Inilah pintu berikutnya. Amal Shalih. Mencakup berbagai bentuk ibadah seperti shalat, puasa, zakat dan lainnya. Selain berfungsi menambah pahala, amal shalih juga memiliki keutamaan sebagai penghapus dosa dan akses meraih ampunan Allah. Allah terangkan hal ini melalui ayat berikut :

وَأَقِمِ الصَّلاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ (١١٤)

“dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS Huud : 114).

Ayat tersebut turun berkenaan dengan salah seorang sahabat yang datang mengadu kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam atas dosa yang dia lakukan. Ia gelisah, khawatir Allah tidak mengampuni dosanya dan mengadzabnya karena dosa tersebut. Mendengar aduan tersebut Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam diam. Beberapa saat kemudian ia bersama beliau dan para sahabat lainnya menunaikan shalat ashar berjama’ah. Usai shalat, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berpaling lalu bertanya, “Di manakah si penanya tadi?” Sahabat tadi pun menjawab, “Saya Rasulullah.”

“Apakah kau shalat bersama kami?” tanya Rasul.

“Ya, benar,” jawab Sahabat.

“Pergilah, Allah telah mengampuni dosamu,” terang beliau.

Peristiwa tersebut menjelaskan bahwa shalat yang kita tunaikan merupakan salah satu wasilah Allah mengampuni dosa-dosa kita. Seperti diterangkan dalam ayat di atas bahwa kebaikan termasuk di dalamnya ibadah shalat dapat menghapus dosa-dosa.

Demikian juga ditegaskan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melalui haditsnya, “Dan iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapusnya serta bergaulah dengan akhlak yang baik,” (Hadits Abi Dzar dan Muadz bin Jabal radliallahu’anhuma diriwayatkan oleh At Tirmidzi)

Penghayatan akan keutamaan amal sebagai penghapus dosa dirasakan betul oleh sahabat Umar bin Khathab radliallahu’anhu. Sesaat setelah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menyepakati seluruh isi perjanjian Hudaibiyah yang seolah menguntungkan pihak musuh dan merugikan pihak muslimin, beberapa sahabat merasa keberatan dengan keputusan tersebut. Adalah Umar bin Khatab yang terang-terang mengungkapkan beban berat di hatinya karena keputusan baginda Rasul shallallahu’alaihi wa sallam. Bahkan dengan tegas sahabat yang sering Allah benarkan keputusannya ini mengulang-ulang protesnya di hadapan Rasul.

“Wahai Rasulullah! Apakah Anda ini Rasul Allah yang sesungguhnya?” tanya Umar.

Rasulpun menjawab, “Benar.” Lalu Umar bertanya kembali, “Bukankah kita di jalan yang benar dan musuh kita di jalan batil?”

“Benar,” jawab Rasul.

“Lantas mengapa kita merendahkan agama kita?” lanjut Umar.

Rasul menegaskan, “Sesungguhnya aku ini Rasulullah. Dan aku tidak akan melanggar perintah­Nya dan Dia adalah penolongku.”

Namun Umar masih bimbang dan bertanya, “Bukankah Anda berkata kepada kami bahwa kita akan mendatangi rumah Allah dan akan melakukan thawaf mengelilinginya?”

“Benar, namun apakah aku berkata bahwa tahun ini (juga) kita akan berangkat?” sebaliknya Rasul bertanya.

“Tidak,” kata Umar.

Hingga akhirnya Rasul mengakhiri jawabannya dengan tegas, “Sesungguhnya engkau akan mendatanginya dan melakukan thawaf di sekelilingnya.”

Protes dan sikap kritis Umar terhadap kekasih Allah, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam inilah yang beberapa waktu sesudahnya terus menusuk-nusuh sanubari sahabat yang bergelar Al Faruq tersebut. Ia sadar tidak semestinya ia menanyakan kenyataan yang ia sendiri meyakininya dengan sepenuh iman itu. Tentu saja insan yang ia pertanyakan kerasulannya adalah benar Rasul, shallallahu’alaihi wa sallam. Sungguh pertanyaan yang kurang santun. Maka sahabat yang kelak menjadi khalifah kedua tersebut segera mengobati kegundahan hatinya. Ia terus mengisi hari-harinya dengan ibadah dan ibadah. Jauh lebih intens dibanding hari-harinya yang berlalu.

“(Setelah protes tersebut) Aku terus saja beramal di hari-hari sesudahnya,” terang Umar.

Umar tahu betapa ia kurang santun seperti ia juga tahu bahwa Rabbnya, Allah Ta’ala berkenan menghapuskan kesalahannya. Untuk itu ia beramal dan beramal agar dengan amalan tersebut Allah mengampuni dosa-dosanya serta mengobati kegundahan hatinya.

Jika kita telusuri lebih jauh nash-nash yang menjelaskan tentang fadhoilul ‘amal (keutamaan amal) kita temukan betapa banyak diantaranya yang menerangkan salah satu keutamaannya yakni sebagai penghapus dosa. Sebagaimana juga menjelaskan kepada kita betapa besar kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.

Hanya karena rahmat-Nya puasa dan qiyamullail yang kita lakukan dalam waktu sebulan menjadi sebab Dia menghapus dosa-dosa kita telah lalu. Allah juga lipat gandakan pahala amal kita di bulan yang mulia ini sehingga memberatkan timbangan amal kita dan diwaktu bersamaan meringankan beban dosa kita. Belum lagi jika semua rangkaian amal itu memasuki sepuluh akhir Ramadhan, maka ia senilai dengan amalan seribu bulan bahkan lebih baik. Dan masih banyak lagi amalan-amalan lainnya bernilai kebaikan dan juga menghapus dosa dan keburukan. Tentu tidak sanggup penulis rangkum melalui artikel ini.

  1. Pintu Maaf

Memaafkan. Mungkin berat bagi kita memaafkan kesalahan orang lain yang telah melukai baik hati ataupun fisik kita. Namun keutamaannya jauh lebih berat. Memaafkan dapat menghapus dosa-dosa kita.

Suatu ketika Abu Bakar radliallahu’anhu pernah bersumpah untuk tidak lagi memberi nafkah kepada keponakannya, Misthah bin Atsatsah. Berat rasa bagi kekasih Rasulullah ini menerima kenyataan keponakan yang ia asuh dari sejak kecil tersebut hingga dewasa, justru bersama-sama kaum munafik menyebarkan berita dusta perselingkuhan putrinya, Aisyah radliallahu ‘anhu. Kekasih yang juga mertua Rasul ini geram dan marah. “Demi Allah aku tidak akan menafkahi Misthah lagi sedikitpun dan tidak akan memberikan manfaat apapun untuknya selamanya,” tegas sang paman. Namun Allah segera menegur kekasih dari kekasih-Nya ini melalui firman-Nya :

وَلا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٢٢)

“dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS An Nur : 22).

Siapa yang tidak berhasrat dosa-dosanya diampuni Allah ? Mendengar ayat tersebut Abu Bakar segera menarik sumpahnya dan berucap, “Tentu saja (aku ingin Allah ampuni dosaku). Demi Allah sungguh aku benar-benar ingin Allah mengampuni dosa-dosaku.” Ayah dari ummul mukminin, Aisyah Radliallahu’anhuma ini pun bergegas memberikan kembali nafkah kepada Misthah. “Demi Allah aku tidak akan pernah menarik lagi nafkahku untuknya,” tegas sang paman.

Maka jika besar hajat kita Allah memaafkan segala kesalahan kita tentu akan ringan rasanya kita memaafkan kesalahan orang lain.

Inilah sedikit dari sekian banyak pintu-pintu ampunan yang Allah siapkan bagi hamba-hambaNya. Semoga Ramadhan tahun ini Allah gerakkan hati dan raga kita berjalan menuju pintu ampunanNya, mengetuk serta memohon padaNya sehingga Dia bukakan pintu itu untuk kita dapat memasuki surgaNya. Ramadhan mubaarok. (Taufiq/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: توفيق

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.